Hampir menjadi kebiasaan bagi saya dan mungkin beberapa dari kita yang tinggal di desa untuk melakukan tugas ini.Â
"Mancing Air" atau lebih tepatnya memancing pompa air yang tidak mengeluarkan air adalah hal yang familiar diantara kita para penduduk desa ataupun para warga kelas menengah ke bawah.
Perlu diketahui, kegiatan ini bukanlah secara harfiah kegiatan memancing ikan ataupun memancing di sungai lalu berharap umpan kita dimakan pompa air.
 Saya berkata demikian karena mungkin diantara kita ada yang hidup di kota ataupun mungkin anak konglomerat yang memberikan motivasi sukses atas bisnisnya, jadi mungkin saja ada yang tidak tahu sama sekali dengan kegiatan ini.
Secara jelasnya, memancing air ini adalah memancing agar pompa air kita dapat lancar mengeluarkan air bagi kebutuhan sehari-hari kita.Â
Bagaimana caranya? Tentu saja dengan membuka kenop pada pipa penghubung pompa air kita lalu mengalirinya dengan air hingga terasa cukup penuh.
Setelah itu lalu nyalakan pompa air nya dan jika jarum pada meteran tanda air mengalir tidak bergerak dan berada dibawah, lakukan lagi hingga jarum meteran pompa air berada diatas.
 Proses ini mungkin cukup lama dan oleh karena itu diibaratkan seperti "memancing" yang menunggu lama.
Dalam keseharian saya, kegiatan ini sudah lama saya geluti. Biasanya setelah shalat shubuh saya diberikan tugas mengemban tanggung jawab mancing pompa air ini.Â
Dengan penuh rasa tanggung jawab yang tinggi dan rasa ikhlas saya mengerjakan tugas penting ini. Bayangkan jika tidak ada air dirumah maka badan seluruh anggota keluarga kita pasti bau karena tidak mandi.
Selain itu juga saya diserahi tugas ini karena saya dianggap handal dalam melakukan kegiatan ini. Bahkan beberapa anggota keluarga saya mengatakan saya dapat "berbicara dengan air". Interaksi dengan air adalah kemampuan yang jarang dimiliki oleh beberapa orang dan mungkin orang tersebut sedikit tidak waras.
Dengan segenap harapan yang diamanatkan oleh keluarga saya, mulailah saya mengangkat ember penuh air dari kamar mandi ke dekat pompa air yang bersemayam di ruang tamu.
 Mulailah saya membuka kenop pipa pada pompa air dan lalu mengalirkan masuk air dengan bantuan gayung.
Sedikit demi sedikit saya tuangkan air kedalam pipa yang terhubung pada sumur sumber air yang akan dipompa oleh pompa air nantinya.Â
Kadang kala sumber air nya terlalu dalam hingga kita harus bersabar menuangkannya karena jika tidak akan membasahi mesin pompa air yang dapat membuat mesinnya konslet atau berkarat.
Setelah dirasa memenuhi pipa maka sudah saatnya kita menutup kenopnya dan menyalakan pompa air tersebut.
 Disini letak kesabaran diperlukan, jika meteran tidak bergerak keatas yang menandakan air tidak tersedot maka kita wajib mengulang kegiatan ini dari awal. Namun setelah saklar pada pompa air dinyalakan mungkin kita harus menunggu sejenak.
Tunggu paling hingga satu atau dua menit guna memberi kesempatan bagi pompa air kita untuk menyedot air. Percobaan pertama yang berhasil merupakan karunia terbesar bagi saya.
 Namun biasanya setelah 3-5 kali mematikan pompa airnya dan mengisinya lagi, baru air bisa tersedot lancar.
Begitulah rutinitas keseharian kami para warga desa dengan kelas menengah ke bawah. Rutinitas dan pengalaman yang tidak dimiliki oleh anak konglomerat manapun dan bisa kita pamerkan kepada mereka, walau setelah mereka memamerkan mobil baru mereka. Â Â
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H