Setelah cokelat diterima atau bahkan pernyataan suka diterima, maka si pemberi di hari valentine itu telah berhasil memenagkan hati pujaan hatinya dan jika berlanjut ke jenjang pacaran maka hal itu berarti dia mendapat kekuasaan dari si pujaan hatinya atas dirinya.
Sama halnya jika si calon pemimpin yang memerlukan suara berhasil menarik empati rakyat dari janji-janji manisnya atau mungkin "serangan fajarnya".Â
Dan jika dia mendapat suara yang cukup dalam pemilu ini berarti kekuasaan telah didapatnya dari hasil memberi janji dan juga kampanye lainnya.
Yang cukup membedakan antara dua event tersebut adalah pertama, dua event tersebut ada diranah yang berbeda tentunya yang mana hari valentine ada pada ranah percintaan dan kampanye pemilu ada diranah politik, yang kedua adalah sasaranya yang mana hari valentine hanya satu individu yaitu orang yang disukai sedangkan pada kampanye pemilu pada masyarakat banyak.
Kesimpulan
Bukan jadi jaminan bagi si pemberi cokelat yang telah menjadi pasangan si pujaan hatinya memperlakukanya dengan baik, mungkin saja si pemberi cokelat hanya didorong nafsu saja dan bukannya cinta, mungkin juga terjadi hubungan yang toksik diantara mereka.Â
Begitu juga dengan pemimpin yang telah terpilih nanti dengan janji-janji manisnya yang kita terima mentah-mentah.
Pemimpin yang telah memberikan janjinya itu bisa saja melukai hati kita dengan mengingkari janjinya kepada kita. Juga mungkin dia melakukan penyelewengan kekuasaan, tidak memihak lagi rakyat yang telah meberikan suara dan bahkan mungkin melakukan tindak pidana korupsi.
Jadi untuk kita sebaiknya jangan terlalu terburu-buru memakan janji manis atau cokelat manis dari kampanye pemilu atau hari valentine.
 Pikirkan baik-baik semua kampanyenya dan mungkin bisa dilihat rekam jejaknya terlebih dahulu sebelum memilih, hal tersebut juga berlaku jika kita terlalu cepat menerima cinta dari dia yang memberikan cokelat di hari valentine.
*****