Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakek Penjual Kursi Panjang

28 Desember 2021   09:51 Diperbarui: 28 Desember 2021   09:58 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"harta seakan mengalir sendiri ke kantong saya dan wanita-wanita cantik mulai berada di samping saya waktu itu. Karena sudah mabuk kepayang dengan nafsu duniawi saya jadi terperosok jatuh ke dalam kesengsaraan den" katanya melanjutkan cerita yang masih kuanggap di persimpangan antara kenyataan dan dusta.

"pernikahan pertama saya jadi hancur berantakan den, sekarang sudah enam kali saya menikah dan cerai empat kali", lanjutnya lagi.
Lalu nenek muncul memberikan uang bayaran dan segelas air untuknya.

"diminum dulu pak", ujar nenekku.

"terima kasih Bu", jawab pembeli itu sambil menyeruput air pemberian nenek.

Mungkin setelah menghabiskan segelas air ini dia akan pergi pikirku, pembicaraan yang meracau tadi mungkin cuma usahanya membunuh waktu menunggu nenekku memberikan uang bayaran kursi. Namun ternyata dia tetap melanjutkan ceritanya ini.

"memang dulu saya ini gampang sekali didekati seorang wanita, paras saya memang dulu amat menarik dan memikat. Sayangnya saya gampang bosan dari satu wanita ke wanita lain dan jadilah saya begini", sambil ia menyeruput lagi minumnya.

"setelah saya mulai bertemu dengan banyak perempuan yang memanfaatkan harta saya, perlulah saya menyederhanakan diri agar daya pikat saya tidak terlalu besar. Jadilah saya di pekerjaan saya mengangkut perabotan dan furnitur rumah ini", ujarnya yang bagiku ini Cuma bualan bagi pembelaan diri atas kondisi susahnya saat ini.

"saya ke belakang dulu ya pak, mau masak belum selesai", ucap nenekku yang masuk sambil melirik kearahku dan mungkin berucap begini dalam hati, " tinggalkan si tua ini bersama bualannya ,Sam. Kau ada tugas kuliah kan?!" .

Namun sepertinya dalam benakku masih enggan untuk meninggalkannya karena kurasa agak kurang sopan melakukan hal itu kepada orang yang lebih tua. 

Diriku juga masih belum menyimpulkan apa yang dikatakannya sebagai bualan, yah mungkin hampir. Jika benar ini adalah sebuah bualan juga siapa yang tidak ingin diceritakan sebuah karya fiksi menarik bukan?.

"bukannya saya mau sombong ya den, tapi soal menggaet perempuan bukan suatu hal sulit yang bisa saya lakukan. Bahkan itu bisa terjadi tanpa saya mau sekalipun", ucap si penjual tua ini.
"wah bapak dulu mungkin sangat rupawan dan memikat ya", ucapku menimpali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun