Harta, Tahta, dan Wanita, merupakan suatu peribahasa atau istilah yang kerap kali kita dengar baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Istilah ini merujuk kepada keserakahan dan kemaksiatan yang menjadi sumber bencana bagi umat manusia khususnya kaum laki-laki. Lalu apakah ada penjelasan dan sebab dari istilah ini dimunculkan dalam masyarakat kita?
Harta, tahta, dan wanita dari pendekatan psikologiÂ
Melalui pengertiannya dapat kita simpulkan dari tiga kata tersebut berawal dari sebuah bentuk pencapaian suatu individu. Pencapaian ini merujuk pada konsep superioritas yang digagas oleh Psikolog, Alferd Adler. Dalam pemaknaan perkatanya, kata "Harta" merupakan sebuah pencapaian dalam bentuk material yang sejatinya banyak diidam-idamkan oleh semua manusia.
Sedangkan Tahta merujuk pada suatu pencapaian berupa suatu posisi prestise dalam masyarakat atau posisi tinggi dalam pekerjaaan, yang kesemuanya merujuk pada profesi yang mapan.
 Dan yang terakhir "wanita"  merupakan sebuah dorongan reproduktif yang merujuk pada pencarian pasangan, walaupun kata "wanita" ini terkesan mendiskreditkan kaum wanita sebagai barang atau objek yang harus dimiliki, mari kita setuju bahwa kata ini merujuk pada "pencarian pasangan".
Penyelewengan pada dorongan superioritasÂ
Dewasa ini tiga istilah tersebut telah banyak dimaknai sebagai suatu makna negatif dalam karir hidup seseorang. Dalam pandangan masyarakat, "Harta" dimaknai sebagai bentuk pengambilan nafkah yang tidak halal seperti korupsi. Kata "Tahta" dimaknai dengan perebutan kekuasan atau individu yang gila kekuasan dan kata "wanita" yang merujuk pada perselingkuhan.
Sebenarnya dalam konsep superioritas yang dibahas oleh Adler yang menyatakan bahwa setiap manusia memiliki keinginan menjadi superior ini terkadang pada beberapa orang bentuk perilaku tersebut salah diekspresikan dan mejadi perkembangan superioritas yang tidak sehat. Dalam contoh dari pemaknaan buruk dari istilah Harta, Tahta, Wanita inilah kita mendapat bukti nyatanya.
Sebagaimana beberapa orang yang mengartikan dorongan superior dari "Harta" ini menyalurkannya dengan tidak benar melalui bentuk perilaku yang tidak diterima masyarakat seperti mencuri, menipu, dan juga korupsi. Hal tersebut amat mungkin terjadi pada orang yang ingin cepat mendapatkan superioritas mereka dan lantas mengabaikan norma serta hati nurani.
Sedangakan pengartian dorongan superior dari "Tahta" ini bisa dilihat melalui tindak menjegal orang-orang disamping mereka demi suatu jabatan. Tak ayal kita sering mendengar istilah "dog bites dog" dalam dunia politik yang memang berkutat dalam ranah kekuasaan.