Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tragedi Ambruknya Papan Tulis Tua

17 Oktober 2021   11:56 Diperbarui: 17 Oktober 2021   11:59 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam sebuah sekolah SD di tengah kota yang telah berusia tua itu. lorong-lorong di lobi sekolah tampak lenggang.tembok yang kusam dan cat yang luntur bak lukisan di dinding gua bersejarah  menandakan umur sekolah tersebut. 

Ada dua belas kelas di sekolah tersebut, dua ruangan kelas per tingkat kelas. Di dalam kelas nampak kondisi kelas yang masih bisa beroperasi walaupun agak sedikit kotor karena sudah jarang dibersihkan oleh murid-murid nya. 

Disana tergantung papan tulis tua penuh coretan yang menghela napas karena kelelahan dan juga sedih.


Sudah sepuluh tahun sejak ia datang ke sekolah ini. Ia masih ingat saat diturunkan dari truk bersama teman teman nya yang lain seperti bangku dan meja. 

Perasaan mabuk karena terguncang-guncang di dalam truk dari pabrik tempat nya dibuat hingga saat itu di depan sekolah yang baru di bangun terbayarkan, batin nya senang dikarenakan dirinya akan dibuat sebagai media manusia untuk menuntut ilmu di negara yang sedang berkembang ini. 

Dirinya pasti akan menjadi suatu sarana dan bukti sejarah para anak manusia ini menjadi orang yang hebat karena ilmu yang ditorehkan di badan nya.


Ia ingat saat hari pertama ia bertemu dengan murid murid di sekolah itu. Sontak para murid langsung mencorat-coret dirinya dengan gambar yang tidak jelas. 

Tak apa batin nya, anak-anak manusia ini sedang menuangkan imajinasi nya dan mungkin saja dari anak-anak ini di masa depan kelak menjadi insinyur atau pelukis terkenal.

 Pembelajaran di hari pertama itu sangat menyenangkan, para anak manusia itu belajar berhitung, bernyanyi, dan lainnya. Dua tahun berselang, anak-anak yang mencorat-coret dirinya mulai berkurang. 

Mereka beberapa anak laki-laki mengobrol tentang suatu tempat yang bernama "warnet", karena disana mereka dapat memainkan permainan bernama "game" yang katanya amat sangat seru.

 Sang papan tulis juga melihat beberapa anak laki laki menaruh secarik surat ke dalam kolong meja teman perempuan nya. Ia merasa bingung tentang kejadian tersebut, tapi ia tak menanggapi dengan serius karena hanya sebagian kecil saja yang melakukan nya, dan itupun dilakukan sembunyi-sembunyi dan mereka sangat malu jika diketahui siswa lain.

 Belakangan ini ia baru mengerti bahwa itu merupakan cara untuk mengutarakan cinta seseorang kepada orang yang di sukai nya.


Tahun-tahun berselang tampak kelakuan Surat-menyurat tersebut makin marak terjadi bahkan beberapa ada yang mengatakan langsung di depan orang yang mereka sukai. 

Dan beberapa murid tampak nya tidak bersemangat belajar terlihat dari banyaknya murid yang tidur. Hal-hal tersebut membuat papan tulis makin bingung, dan sekarang sudah jarang lagi yang mencorat-coret dirinya.


Setahun setelah nya sang papan tulis melihat beberapa anak memegang suatu alat berbentuk seperti papan kecil yang dapat berbunyi.

 Mereka tampak asik memainkan alat tersebut yang membuat mereka lupa belajar dan bahkan membuat keributan dan perkelahian. 

Para guru sudah mengatasi dengan mengambil alat itu, akan tetapi beberapa siswa banyak yang tidak terima lalu mengacuhkan pelajaran si guru. 

Setelah itu banyak guru yang tidak di hormati, kadang mereka diacuhkan dengan siswa yang tidur dan mereka kadang di ejek oleh siswa nya sendiri.
Ingin rasanya sang papan tulis memperingatkan mereka tapi apa daya ia hanya sebuah papan tulis yang tidak bisa berbicara. 

Kekesalan, kemarahan, dan kesedihan nya hanya terkurung di dalam tubuhnya yang kian lama membuat nya rapuh dan mur-mur yang memasang tubuhnya ke dinding berkarat. Ia tidak bisa berbuat apa apa.

 Sedangkan kelakuan para siswa tersebut makin menjadi jadi.Dan setelah sepuluh tahunnya ia disini tak ada yang berubah bahkan malah makin buruk kelakuan mereka.

 Beberapa sudah terang terangan pacaran dan merayakan satu bulan hari jadi mereka dan beberapa juga sudah berani melawan guru, bahkan beberapa siswa sudah sering didapati merokok. Kenyataan tersebut membuat karat pada mur pengikatnya makin banyak. 

Hingga suatu hari saat diantara mereka ada yang melakukan hal yang tidak senonoh maka sang papan tulis tak sanggup lagi menahan kepedihan nya lalu ia pun ambruk ke lantai kelas.


Orang orang yang ada disitu tidak ada yang pernah tahu tentang  kesedihan sang papan tulis tersebut yang mereka tahu hanyalah papan tulis tua tersebut ambruk karena usia.

*****

Rahmad Alam, 15 Oktober 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun