Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Hal yang Membuat Orang Tertawa Ini Membuat Anda Menghargai Pekerjaan Pelawak

10 Oktober 2021   16:33 Diperbarui: 10 Oktober 2021   16:34 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak kita temui dimasyarakat kita yang banyak meremehkan pekerjaan seorang pelawak. Melawak hanya dikatakan pekerjaan mudah yang mereka pikir dapat dilakukan semua orang.

Seseorang tinggal memperagakan hal bodoh dan lucu saat berada di acara televisi lalu mereka dapat uang dan kaya raya.

Banyak juga diantara kita yang merendahkan pekerjaan tersebut dikarenakan gambaran dan branding yang dimiliki seorang pelawak yang selalu meragakan kelakuan bodoh. 

Dari pandangan tersebutlah orang beranggapan bahwa seorang pelawak bukan pekerjaan sulit dilakukan. Bahkan banyak orang juga beranggapan pelawak merupakan orang bodoh sungguhan.

Semua anggapan dan pandangan tersebut mungkin berasal dari komedi pertelevisan yang marak dengan komedi Slap stick atau komedi yang menunjukan kekerasan kecil dan juga hinaan saat tampil.

Komedi tersebut acap kali membuat kita tertawa karena mudah dicerna melalui peragaan dan perkataan pelawak secara langsung dan jelas.

Hal lainnya mengapa banyak pelawak diremehkan mungkin karena beberapa orang tidak mengerti dan memaknai mengapa seseorang bisa tertawa. 

Karena seperti yang kita ketahui, tertawa yang merupakan hal yang biasa kita lakukan sejak kecil ini merupakan hal biasa. Dan karena hal biasa itu kita menganggap remeh pekerjaan pelawak si pembuat tawa.

Mungkin banyak dari kita mengetahui bahwa alasan kita tertawa adalah dikarenakan karena lucu, namun apa itu "lucu"? dan bagamana seseorang tertawa?. Apakah semudah membalikan telapak tangan membuat orang tertawa?.

Berikut ini beberapa alasan seseorang tertawa menurut ahli psikologi Patricia Keith-Spiegel;


1.Surprise atau keterkejutan

Keterkejutan disini dimaknai suatu tindakan atau kelakuan yang tidak terprediksi sebelumnya dan menjurus ke hal unik dan aneh. Namun sebelum kita mengenal lebih jauh apa itu surprise atau keterkejutan, perlu kita ketahui komponen dasar dari komedi yaitu Set-up dan Punchline.

Tindakan awal atau set-up yang terjadi merupakan hal yang kita kenali sebagai hal normal dan tidak berbau komedi sedikit pun. Set-up mengikuti pemikiran umum atau common sense setiap orang. Tindak komedi harus tidak terlihat dari set-up nya agar efek keterkejutan lebih terasa.

Komponen akhir dan yang terpenting adalah Punchline. Disini lah keterkejutan dipakai untuk menimbulkan dampak komedi. Punchline merupakan suatu patahan yang membuat kita tertawa dari lurusnya set-up yang telah dibangun.

Punchline ini bersifat tidak terprediksi dan tidak masuk akal. Karena hal itulah disebut "Punchline" karena menonjok akal sehat.

Seorang pelawak harus mengetahui dan juga meracik strategi dari dua struktur tadi. Setiap pelawak yang dikatakan lucu dapat mempergunakan efek keterkejutan dengan baik.

Pelawak juga dapat dikatakan tidak lucu atau "garing" dikarenakan mengabaikan atau luput dari efek keterkejutan penonton dan dua komponen komedi tadi.

2.Merasa Superior

Hal terakhir yang membuat orang tertawa adalah perasaan superioritas para penonton atau audiens. Hal ini merupakan yang terpenting dan kerap kali luput diperhatikan baik oleh pelawak maupun penonton.

Banyak kritikan dan ketersinggungan berasal dari ketidakmampuan para pelawak mengatur superioritas penonton.

Lalu bagaimana perasaan superior ini bekerja sehingga kita dapat tertawa?. Biasanya seseorang akan tertawa jika objek atau materi yang disampaikan oleh pelawak berada dibawah tingkatannya dengan dirinya, sehingga terjadi suatu superioritas sesaat yang membuat orang tersebut menertawakan objek itu.

Contohnya begini, kita bahas komedi klasik yang memperlihatkan orang berjalan yang lalu jatuh terpleset karena kulit pisang. Kita lalu tertawa akan hal tersebut dan kita merasa superior sejenak. 

Kita tidak peduli dengan orang tersebut yang mengaduh kesakitan karena terjatuh dan kita malah tertawa. Kita "merendahkan" sejenak orang yang terjatuh tadi.

Perasaan superior tersebut merupakan hal yang wajar saat seorang tertawa dan bukan hal buruk jika dalam porsi yang wajar. 

Selama orang yang menjadi objek tertawaan tersebut menerima dan tidak tersinggung serta haknya tidak dilanggar, maka hal tersebut dapat diterima.

Pelawak yang baik harus dapat mengatur tingkat superioritas para penontonnya agar cukup tinggi hingga menyentuh objek atau materi yang dibawakannya. 

Biasanya pula pelawak menggunakan dirinya sendiri sebagai bahan tertawaan dengan berperilaku bodoh dan berpenampilan jelek nan aneh.

Banyak pelawak yang tersandung masalah karena beberapa pihak tersinggung berasal dari hal ini. Pihak yang tersinggung tersebut tidak mendapat cukup rasa superior pada objek atau materi yang dibawakan pelawak ini sehingga timbullah rasa peduli dan iba pada objek atau materi tersebut.

Peduli tersebut akhirnya direspon dengan tindakan ketersinggungan dan agresi ke pelawak dan orang yang menertawakan objek tersebut.

Setelah tahu tentang efek keterkejutan dan perasaan superior yang membuat orang tertawa ini membuat kita tahu perjuangan seorang pelawak untuk mengatur kedua hal tersebut agar kita dirumah dapat tertawa. 

Pelawak dekat dengan konflik ketersinggungan setiap orang yang dapat menjatuhkan karirnya.

-------

Rahmad Alam, 10 Oktober 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun