Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Marjiah dan Casing Iphone

4 Oktober 2021   06:26 Diperbarui: 4 Oktober 2021   06:30 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pagi buta itu, ia membawa tubuh tuanya itu untuk berjalan menyusuri rumah-rumah yang masih sepi. Tangan keriputnya mengetatkan ikatan selendang yang membawa bakul di punggung yang sudah bongkok itu. 

Marjiah begitulah dia dipanggil, harus menyambung hidupnya dan anaknya yang lumpuh demi sesuap nasi. 

Ketika perempuan di usianya sudah bersantai menikmati hari tua namun ia harus menanggung kerasnya kehidupan. Namun ia tak pernah mengeluh dan berpasrah diri kepada yang Maha kuasa.

Ia menawarkan jajanan pasar yang dia ambil dari tetangga nya yang mempunyai usaha katering. Maklum ia sudah tak mampu membuatnya karena sudah pikun dan juga alat dapurnya kurang memadai. 

Lalu setiap pagi ia mulai pekerjaannya dengan menawarkan dagangannya tersebut dari rumah ke rumah. Ia menawarkan dagangannya mulai dari desa kumuh tempat ia tinggal hingga perumahan orang yang bisa dikatakan mampu.

 Ia tidak bisa masuk ke dalam kawasan elit karena ada portal yang menghalanginya. Ia baru pulang ke rumah ketika menjelang siang untuk mengecek keadaan anaknya yang lumpuh.

Anaknya, Sarman berusia akhir tiga puluhan sudah lumpuh hampir selama lima tahun dikarenakan kecelakaan kerja yang di alaminya waktu bekerja menjadi kuli bangunan. 

Ia waktu itu sudah menikah namun melihat kondisi memprihatinkannya tersebut membuat istrinya pergi meninggalkan dirinya. Hanya ibunyalah yang bersedia merawat dan menerimanya.

Seharusnya Marjiah tidak semelarat ini jika saja dia tidak meminjamkan tanah warisan keluarganya kepada adik laki-lakinya puluhan tahun yang lalu. Kala itu adiknya yang seorang pengusaha tebu namun memiliki tabiat buruk yaitu sering berjudi dan main perempuan akhirnya bangkrut. 

Adiknya tersebut memelas meminta belas kasihan kakaknya agar sudi untuk meminjamkan uangnya untuk modal usaha. Banyak orang khawatir bahwa adiknya itu akan mempergunakan uang tersebut untuk judi lagi. 

Namun Marjiah tidak pernah menaruh curiga dan dia percaya kebaikan yang dia lakukan akan diberi ganjaran yang setimpal seperti di ceramah yang pernah dia dengar. 

Tapi tidak seperti yang dia pikirkan, uang itu raib bersama dengan adiknya hingga sekarang. Walaupun begitu Marjiah tetap pada pendiriannya.

Marjiah menyusuri rumah-rumah kumuh tempat tinggal  setelah mengambil barang dagangannya dari tetangganya. Banyak rumah semi permanen yang dibangun seadanya itu hanya bertujuan untuk tempat berteduh dari terik matahari dan hujan sahaja . 

Seperti rumah Marjiah sendiri yang dibangun dari beberapa kayu tripleks yang mungkin bisa roboh jika ada badai. Rumah-rumah ini selain rawan bencana juga amat sangat rawan terhadap penggusuran.

 "Kue nya bu, kuenya pak.", Panggil ia kepada para calon pembeli.

Sudah sekian rumah dan kompleks ia datangi namun hanya satu dua yang membelinya mungkin salah satunya iba melihat seorang wanita tua menjajakan jajanan dengan membawa bakul dan kontainer makanan plastik. Baru lima ribu pendapatannya hari ini. 

Dalam sehari dia paling banyak mengumpulkan lima puluh ribu hingga seratus ribu jika dagangannya habis, lalu akan dipotong dua puluh ribu kepada katering tetangganya tersebut.

Marjiah menyusuri jalan beraspal milik perumahan orang berada. Beda dengan jalan kampungnya yang penuh lumpur dan kerikil, jalan perumahan di sini halus seakan memang disediakan untuk jalannya kendaraan mereka yang bagus dan juga menandakan bahwa "jalan kehidupan" mereka yang juga halus. 

Marjiah pun memanggil para calon pembelinya.

"Ayo mas sebelum berangkat kerja kuenya dulu.", sahutnya kepada orang berdasi yang dibalas dengan galengan kepala.

Lalu ia melanjutkan perjalanannya dari rumah ke rumah hingga ia bertemu seorang pembeli di pinggir jalan. 

Di pinggir jalan itu ia melihat beberapa anak muda yang sedang bermain dengan gawainya. Para anak muda itu terlihat sangat cantik dan tampan. Mungkin dari kawasan elit pikirnya.

 Marjiah tidak tahu persis apa yang mereka lakukan namun satu dari mereka berjoget dan lainnya menyoroti dengan gawainya. 

Marjiah sendiri tidak tahu apa itu gawai, hanya saja yang dia tahu adalah barang tersebut seperti telepon yang amat penting bagi orang berada.

Marjiah tetap memperhatikan mereka setelah dia melayani pembeli dan berharap mungkin mereka mau membeli jajanannya. 

Muda mudi tersebut pastilah belum merasakan getirnya nasib terlihat dari cara mereka bersorak-sorai dan pastilah orang tua mereka yang membiayai semua kebutuhan hidup mereka.

"Kue nya den.", sahut Marjiah ketika mereka lewat namun tidak di gubris sama sekali oleh mereka.

 Bahkan mereka menggeleng kepala pun tidak. Fokus mereka masih terhadap percakapan mereka sendiri. Marjiah sudah biasa dengan kelakuan anak muda jaman sekarang. Dulu mungkin dia agak kesal namun kian kesini mungkin dia sudah memaklumi sikap mereka.

Marjiah duduk termenung sambil beristirahat karena hendak akan pulang untuk mengecek kondisi putranya nanti. Sembari dia menengok ke kanan dan kiri untuk melihat apakah ada pembeli atau tidak.

 Lalu saat dia akan berdiri dan hendak pulang ia melihat benda hitam seperti yang anak muda itu bawa di tempat anak muda itu berdiri tadi. 

Dan ia pun menghampirinya dan mengangkatnya, benda tersebut agak ringan dan persis seperti yang dimainkan anak muda tadi hanya saja yang ini agak cekung ke dalam dan penyok sana sini.

"Apakah ini yang disebut telepon masa depan itu?", pikirnya dalam hati. 

Mungkin pemuda tadi sangat membutuhkannya, pikirnya.Namun pemuda tadi tak kunjung datang sehingga ia memutuskan untuk mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya. Urusan anaknya bisa menunggu belakangan pikirnya. 

Pemuda tadi pasti sangat bersedih karena kehilangan barangnya dan sudah kewajiban setiap manusia berbuat kebaikan ke sesamanya.

 Dia yakin setiap kebaikan yang kita berikan kepada sesama kita akan kembali lagi kepada kita apapun kondisinya. Biarlah anaknya menunggu sebentar karena toh ini juga demi kebaikan yang akan diberikan nanti kepada keluarganya.

Lalu mulailah ia bertanya sana-sini tentang pemilik barang tersebut dan juga perawakan tubuh pemuda tadi.

"Itu mah cuma casing doang mbok!.", ujar Surati pedagang sayuran kepadanya.

"Tapi saya yakin dia sangat membutuhkannya." , belanya kepada surati.

"Bener deh mbok itu gak kepake lagi." ujar Surati memberitahukan.

Marjiah pun pergi karena tidak mau memperpanjang perdebatan dengan Surati. Memang dia tidak mengerti apa-apa tentang berbuat kebaikan dan balasannya. Begitu pikir Marjiah dalam hati. 

Dia melanjutkan perjalanan dan juga bertemu dengan pedagang kaki lima lainnya dan juga memberitahu seperti yang dikatakan Surati si pedagang sayuran.

"Mbok udahlah buang aja itu barang, kayaknya yang punya juga udah beli yang baru.", ujar Samad penjual es keliling.

Namun pendirian Marjiah tetap kekeh dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Mereka semua tidak tahu menahu tentang arti kebaikan dan pembalasannya. Mereka semua pikirnya sudah gelap isi hatinya terhadap sesama.

 Bagaimana kalau pemuda tersebut sekarang amat khawatir karena takut dimarahi orang tuanya, pikir Marjiah menerawang. 

Jika saja semua orang di dunia seperti dirinya pastilah dunia akan jauh lebih baik pikirnya. Ia pun bergegas melanjutkan pencariannya.

Pada pencariannya itu ia melewati sekolah dasar yang agak rusak. Terlihat atapnya yang beberapa berlubang sehingga mungkin ketika hujan murid-murid dan guru harus berusaha agar tidak basah saat belajar. 

Pada dinding-dindingnya terdapat lubang pula. Pintu kelasnya pun banyak yang reyot dimakan rayap. Jendelanya pun tak kalah mengenaskan dengan beberapa tidak memiliki kaca didalamnya.

Sungguh sangat memprihatinkan sekolah tersebut. Tempat yang seharusnya dijadikan tonggak awal kesejahteraan generasi baru tak terurus begitu saja. 

Dimanakah andil pemerintah dalam hal ini?. Atau mungkin para pengusaha mebel dan bangunan tidak ingin mengikuti tender yang jelas kurang menguntungkan mereka. 

Sepertinya kepedulian para pejabat dan pengusaha kaya tersebut terhadap rakyat kecil sudah mati rasa.

Hari sudah menjelang malam dan Marjiah belum juga menemukan pemilik dari benda yang dipegangnya itu dari tadi. Apakah ia harus ke perumahan orang elit yang selalu dijaga satpam itu dan menandakan agar orang kecil untuk menjauh. 

Namun jika tidak ada pilihan lain maka ia harus ke sana untuk mencari tahu. Lalu berjalanlah ia ke perumahan orang elit itu di sinari oleh cahaya senja.

Pada saat sampai didepan portal perumahan elit itu. Perasaan Marjiah tidak menentu karena portal tersebut dijaga oleh satpam bertubuh kekar.

 Marjiah pun memberanikan dirinya untuk mengutarakan maksudnya tersebut namun saat hendak mendekat dia sudah disuruh pergi karena dikira hendak mengemis.

Tak berselang beberapa lama kemudian muncullah beberapa sepeda motor besar yang dikendarai oleh anak-anak muda. Marjiah mengenali mereka sebagai pemuda yang bermain gawai di pagi itu. 

Lalu ia pun mengutarakan maksudnya kepada mereka sebelum mereka masuk ke dalam portal. 

Mereka pun terharu atas perjuangan Marjiah yang ingin mengembalikan casing iphone yang tadi mereka buang karena rusak dan sekarang si pemiliknya telah membeli yang baru. 

Pada akhirnya para pemuda itu sepakat akan memborong dagangannya itu.

 Tak lupa para pemuda itu menyoroti mukanya dengan gawainya cerdasnya itu. "Biar kebaikan nenek viral!." kata mereka. Kata-kata yang tidak dipahami oleh Marjiah.

Pulanglah Marjiah dengan hati yang gembira karena dagangannya habis dan ia membawa pulang uang lima ratus ribu dari pemuda itu.

 Namun yang lebih penting adalah ia dapat membuktikan kepada orang-orang bahwa walau dalam kondisi apapun kebaikan akan dibalas dengan kebaikan juga.

 Namun saat dia ke rumahnya kebahagiaannya sirna karena ia dapati tubuh anaknya telah dingin dan lemas.

*****

Rahmad Alam

03 Oktober 2021. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun