Mohon tunggu...
R. AMRAN
R. AMRAN Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Saya seorang jurnalis yang memiliki kesenangan menulis cerita dan perjalanan hidup seseorang sebagai inspirasi, selain itu saya selalu terobsesi untuk menggali suara-suara mereka yang kerap terpinggirkan agar dapat terdengar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Malam Bersama Kinan, Bagian 6: Cinta di Balik Cahaya Kelam

7 November 2024   01:15 Diperbarui: 7 November 2024   01:19 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta di Balik Cahaya Kelam

Malam itu terasa begitu sunyi, hanya suara napasku yang terdengar ketika aku melangkah semakin dekat ke arah Kinan. Di bawah temaram lampu neon yang berkelap-kelip, sosoknya tampak seperti bayang-bayang yang hidup dalam dunia gelap yang tak sekadar lahir dari malam, tetapi dari kisah-kisah yang tak pernah terungkap, rahasia yang menunggu untuk dipecahkan.

Dari sana, hubungan kami mulai tumbuh, seperti bunga yang muncul dari celah-celah bebatuan, tanpa permisi, namun tetap teguh.

Setiap kali bertemu dengannya, ada tarikan di hatiku, sebuah rasa yang semakin kuat hingga tak dapat lagi kuingkari.

Namun, teman-temanku tak henti-hentinya memperingatkan. "Jangan tertipu oleh dunia malam," bisik mereka. "Di sini tak ada cinta yang tulus. Mereka hanya mengejar dompetmu, bukan hatimu. Kau hanya akan hancur seperti pria-pria lainnya, yang hidupnya terkoyak oleh cinta semu."

Kata-kata itu menggema dalam benakku, seperti gema langkah di lorong gelap, tak mudah untuk diabaikan.

Pikiran-pikiran itu terus membelenggu, namun ada sesuatu tentang Kinan yang membuatku tak bisa menjauh. Aku ingin mempercayainya. Ada kepedihan di matanya, rasa luka yang disembunyikan di balik senyuman lelah.

Tetapi, seiring kebersamaan kami yang semakin dalam, hatiku mulai terguncang oleh perasaan yang tak terduga. "Apakah dia benar-benar berbeda? Atau ini hanya fatamorgana di tengah dunia malam?" pertanyaan itu menari-nari di benakku, membuatku ragu akan segala yang kurasakan.

Namun, malam itu aku tak bisa lagi mengabaikan keinginanku untuk mengetahui apa yang sebenarnya ada di balik sorot matanya yang sendu. Dengan sedikit gemetar, aku memberanikan diri bertanya tentang perasaannya. Dan saat itulah, dengan suara yang lirih namun tegas, dia mulai membuka kisahnya.

"Kau tahu Bang, setiap malam aku bertemu banyak pria yang datang dengan janji manis dan kantong tebal. Mereka mencoba membujukku, menawarkan uang, kemewahan, kehidupan yang katanya lebih mudah. Tapi, aku bukan wanita seperti yang mereka bayangkan," katanya dengan nada yang getir, namun penuh harga diri.

"Aku di sini bukan untuk menjual tubuhku. Aku di sini untuk satu hal: anak-anakku."

Kata-katanya menghantam jiwaku seperti badai yang tak terduga. Di dunia yang begitu kejam, di tengah anggapan sinis dan hinaan yang melekat pada pekerjaannya, Kinan berdiri teguh mempertahankan prinsipnya.

"Aku tidak ingin hidup ini menjadi aib bagi anak-anakku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika suatu hari mereka mendengar bahwa ibunya pernah ditawar untuk kesenangan. Aku ingin mereka bangga padaku, bukan menyimpan malu," lanjutnya, dengan air mata yang mulai membasahi pipi.

Kata-kata itu mengoyak dinding keraguanku, menelanjangi prasangkaku satu per satu. Di balik sosoknya yang terbungkus dalam misteri, ternyata ada jiwa yang berkobar dengan ketulusan dan kekuatan.

Aku terdiam, mendengarkan, membiarkan Kinan berbicara, mengisahkan duka dan harapan yang ia pendam selama ini. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya adalah api yang membakar semua anggapan negatif yang pernah aku miliki.

Dan dalam sekejap, tanpa bisa aku kendalikan, aku mendekatinya dan merengkuh tubuhnya dalam pelukan yang erat. Di sana, di tengah malam yang penuh dengan rahasia, aku menyadari bahwa aku telah jatuh terlalu dalam.

"Kinan, jangan biarkan siapa pun merendahkanmu," bisikku, dengan perasaan yang begitu dalam. "Kau adalah seorang pejuang yang lebih kuat dari yang bisa mereka bayangkan. Kau layak mendapatkan kebahagiaan, tanpa memandang apa pun yang mereka katakan."

Kami terbenam dalam pelukan yang penuh keheningan, keheningan yang berbicara lebih banyak daripada ribuan kata. Di tengah malam yang seolah menjadi saksi, aku menyadari bahwa Kinan bukan sekadar bagian dari dunia malam.

Dia adalah cahaya yang terperangkap, memancarkan sinarnya dengan cara yang tak banyak orang mengerti.

Dalam pelukan itu, di bawah cahaya redup yang membasuh wajah kami, aku tahu bahwa hatiku takkan pernah bisa sama lagi. Di balik setiap senyum Kinan, di balik setiap detik yang kami habiskan bersama, ada cinta yang tumbuh, cinta yang tak terpengaruh oleh pandangan sinis atau prasangka.

Malam itu, aku menemukan bukan hanya sosok wanita, tetapi kisah hidup yang penuh perjuangan dan pengorbanan. Aku tahu, sejak saat itu, aku takkan bisa menjauh darinya.

Dan ketika akhirnya kami harus berpisah, aku pulang dengan hati yang penuh dan jiwa yang tercabik. Karena kini aku tahu, cinta yang sejati terkadang lahir di tempat yang paling tak terduga. Kinan mengajarkanku bahwa di balik setiap kegelapan, ada cahaya yang siap untuk menerangimhanya jika kita berani melihat lebih dalam, berani memahaminya tanpa prasangka.

Bersambung...

Bagian 7 :  "Gelombang Cemburu dan Pertarungan Batin"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun