Mohon tunggu...
Rahmat Amin Siregar
Rahmat Amin Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana Kriminologi, Universitas Indonesia

Tertarik pada isu kejahatan digital dan jurnalisme. Sejak jenjang sarjana aktif di pers mahasiswa dan menulis untuk Tempo (2021-2022).

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jurnalisme dalam Praktik Forensik: Menyingkap Realita Kejahatan

4 Januari 2025   02:46 Diperbarui: 4 Januari 2025   03:02 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Ohio, Amerika Serikat, pada 12 April 1981 ditemukan mayat seorang pelayan berusia 18 tahun bernama Debra Lee Miller. Ia dipukuli sampai meragang nyawa dengan jeruji oven di apartemennya. Pembunuh Miller tidak terungkap. Kasusnya ditutup pada 1989 karena tidak ada bukti yang kuat, hanya menyisakan prasangka. Miller dalam buku hariannya, menulis bahwa ia terlibat secara seksual dengan beberapa petugas kepolisian di Mansfeild.

Kasus dingin ini dibuka kembali pada 2021 dengan menggunakan teknologi DNA dan teknik investigasi forensik. Senin lalu, 30 Desember 2024 kepolisian menyatakan bahwa James Vanest bertanggungjawab atas kematian Miller, 43 tahun setelah kejadian. Ia adalah tetangga Miller yang pada saat itu berusia 26 tahun. Kesimpulan tersebut muncul dari bukti DNA yang tersisa dari ruangan korban. Vanest sebenarnya pernah diinterogasi tetapi tidak ditetapkan sebagai tersangka selama penyelidikan awal.

Laporan CBS News mengungkapkan Vanest telah diwawancarai kembali pada November 2021. Saat itu, ia mengaku berbohong pada penyidik saat wawancaranya 1981 silam. Penyelidik merasa Vanest mencoba membuat alibi atas temuan DNA di apartemen Miller. Wawancara selanjutnya pada musim semi 2024, Vanest menolak berbicara dan meminta pengacara. Setelah usaha percobaan kabur ke Virginia Barat, ia tewas dalam baku tembak dengan tim SWAT.

Forensik dalam Laporan Jurnalisme

Kerja-kerja forensik tidak hanya digunakan oleh penegak hukum. Jurnalisme melalui teknologi sumber-sumber terbuka kerap bekerja mencari fakta dalam sebuah kejadian. Salah satunya digunakan oleh The New York Times untuk mengungkap berbagai kasus-kasus besar melalui analisa visual. Seperti pada kejadian penembakan misil dari pesawat nirawak di Afghanistan oleh Amerika Serikat yang menyasar pada 10 warga sipil, termasuk seorang pekerja bantuan sosial dan tujuh orang anak-anak.

Surat Kabar The New York Times menganalisa kejadian tersebut dari berbagai sumber terbuka dan menyimpulkan penembakan misil oleh Amerika Serikat itu merupakan tembakan salah sasaran. Padahal Amerika Serikat ingin menyasar pada afiliasi kelompok Islamic State Iraq and Syria (ISIS) yang mencoba melakukan pengeboman saat Amerika Serikat keluar dari Afganistan setelah pemerintahan Taliban mengambil kekuasaan. Seminggu setelah hasil investigasi The New York Times diterbitkan, pihak berwenang Amerika Serikat mengaku telah melakukan penembakan misil pada sasaran yang salah.

Di Filipina, jurnalis Rappler membuat laporan panjang soal pemilihan presiden 2022 dan menginvestigasi untuk menemukan aktor-aktor di balik serangan disinformasi yang ditujukan pada media dan kelompok-kelompok kritis. Laporan itu menemukan, dibalik akun-akun palsu, grup dan fanpage Facebook, ada keterlibatan state actor sebagai pelaku serangan disinformasi.

Narasi TV juga melakukan hal yang sama ketika terjadi pembakaran Halte Sarinah saat ada aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020. Narasi TV menggunakan melalui teknologi sumber-sumber terbuka dengan memeriksa banyak rekaman CCTV, didapati adanya sekelompok orang yang secara terorganisir melakukan pembakaran Halte Sarinah.

Studi di Indonesia

Di Indonesia, laporan investigasi bersama oleh Majalah Tempo, Mongabay, Betahita, Malaysiakini, dan organisasi masyarakat sipil Auriga Nusantara menelusuri jejak api di puluhan konsesi kehutanan tiga perusahaan perkebunan sawit pada 2019. Citra satelit dan pengecekan lapangan di konsesi tiga perusahaan menguatkan dugaan keterlibatan korporasi dalam malapetaka kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kerugian negara hingga 75 triliun.

Laporan tersebut terbit pada edisi Sabtu, 12 September 2020, Investigasi Korporasi Api pada laporan utamanya yang berjudul Jejak Korporasi Penyulut Geni. Penulis secara khusus mewawancarai jurnalis Tempo yang menjadi koordinator liputan investigasi tersebut dan ahli forensik kebakaran hutan dan lahan IPB University pada tahun 2023, untuk keperluan penulisan skripsi berjudul Open Source Intelligence Sebagai Pendekatan Investigasi Peristiwa Kejahatan Oleh Jurnalis (Studi Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019 pada Laporan Investigasi Korporasi Penyulut Geni di Majalah Tempo).

Pada hasil penelitian yang penulis lakukan, sangat penting untuk menyoroti akurasi dan objektivitas laporan investigasi yang menggunakan teknologi sumber-sumber terbuka (Siregar, 2023). Dalam proses pembuktian dugaan adanya kebakaran yang disengaja, setelah ditemukan titik api di konsesi perusahaan, jurnalis menyebut melakukan pengecekan aktivitas dalam setahun terakhir. Beberapa perusahaan ditemukan aktivitas pembangunan kanal ataupun pembukaan lahan menjadi tanda perencanaan ekspansi perusahaan, membuktikan hipotesa adanya kebakaran yang disengaja.

Walau demikian, penelusuran tidak usai dengan penggunaan teknologi. Disebutkan bahwa dilakukan pengecekan lapangan untuk membuktikan temuan teknologi sumber terbuka melalui kesaksian orang-orang sekitar. Dikatakan data yang diperoleh tidak berbeda dari hasil teknologi sumber terbuka, selanjutnya dilakukan verifikasi ahli. Jurnalis menekankan bahwa penggunaan teknologi sumber terbuka dalam praktik jurnalisme tidak sepenuhnya menggantikan kesaksian lapangan.

Ilmu Sosial dan Forensik

Dr. Ella McPherson, Associate Professor di Sociology of New Media and Digital Technology Cambridge, merupakan salah satu akademisi yang penulis amati berkecimpung dalam bidang ini dengan perspektif ilmu sosial. Khususnya pada masalah hak asasi manusia (HAM), McPherson et al., (2024) dalam Open Source Investigations and the Technology-Driven Knowledge Controversy in Human Rights Fact-Finding menyebutkan bahwa teknologi baru telah mengubah lanskap produksi pengetahuan yang memungkinkan partisipasi yang lebih luas dari berbagai aktor.

Dalam penelitiannya yang berjudul Spot News Versus Reportage: Newspaper Models, the Distribution of Newsroom Credibility, and Implications for Democratic Journalism in Mexico, Mcpherson (2012) mengatakan model berita cepat cenderung mengurangi keragaman sumber dan menghambat pengembangan hubungan yang kredibel antara jurnalis dan sumber berita. Ini akan berdampak negatif pada kualitas jurnalisme. Sebaliknya, model laporan memberikan waktu dan otonomi lebih kepada jurnalis untuk melakukan investigasi mendalam sehingga meningkatkan akuntabilitas dan pluralisme dalam pelaporan.

Dengan kata lain, penggunaan teknologi sumber-sumber baru dalam pengungkapan berbagai fenomena yang berhubungan dengan kejahatan pada praktik jurnalisme juga berperan penting dalam mengungkap kebenaran. Untuk usaha itu, McPherson (2012) menyebut diperlukan struktur organisasi media yang lebih desentralisasi dan datar. Jurnalis diberikan lebih banyak otonomi dan waktu untuk melakukan investigasi mendalam yang memungkinkan mereka untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan sumber berita. Pada akhirnya jurnalis lebih dalam mengeksplorasi dan melaporkan isu-isu penting dengan cara yang lebih akuntabel dan pluralistik. Berbanding terbalik dengan berita cepat yang mengedepankan efisiensi dan kecepatan dalam peliputan berita, mengurangi keragaman sumber.

Yang terbaru, Narasi TV menerbitkan laporan video yang berjudul Membongkar Manipulasi Polisi Mengusut Kasus Pembunuhan Pelajar SMK di Semarang. Laporan tersebut menyebut bahwa klaim awal kepolisian yang mengungkapkan bahwa insiden penembakan terhadap korban Gamma Riskynata oleh seorang oknum berinisial RZ dibangun dengan bukti yang manipulatif, keterangan yang berubah-ubah, dan tekanan terhadap saksi mata.

Bahkan sebelumnya terdapat perbedaan informasi yang disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR RI Komisi III, Selasa, 3 Desember 2024. Dikutip dari Kompas, mantan Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar menyatakan bahwa penembakan dilakukan anggotanya karena diserang oleh kelompok gengster, termasuk di dalamnya adalah korban. Berbanding terbalik, Kabid Propam Polda Jawa Tengah Kombes Pol Aris Supriono yang menyampaikan bahwa penembakan tersebut bukan akibat tawuran, melainkan disebabkan oleh senggolan sepeda motor. Menanggapi kritik masyarakat atas dugaan rekayasa, Kabid Humas Polda Jateng menjelaskan bahwa perubahan kronologi tersebut merupakan hasil pendalaman yang dilakukan penyidik.

Peristiwa diatas mencerminkan kerja jurnalisme yang dituntut oleh McPherson. Lebih lanjut David Protess (dalam Kovach & Rosenstiel, 2001) seorang professor dari Medill School of Journalism di Northwestern University menggunakan berbagai kasus narapidana yang menunggu hukuman mati untuk mengajari murid-muridnya tentang pentingnya verifikasi terhadap apa yang diduga sebagai fakta. Diantara pelajaran tersebut, David Protess mengungkapkan bahwa jangan mengandalkan ucapan pejabat atau laporan berita. Mendekatlah sebisa mungkin kepada sumber berita utama. Bertindaklah sistematis. Carilah bukti yang menguatkan.

Peran Kriminologi dalam Ilmu Forensik

Kegiatan intelijen forensik secara sederhana melibatkan pengumpulan dan penggunaan data di awal siklus penyelidikan tindak kriminal yang membantu mendeteksi, mencegah, menyelidiki, dan menuntut penjahat. Dalam artikel berjudul The contribution of forensic science to crime analysis and investigation: Forensic intelligence, Ribaux et al., (2006) mengungkapkan dengan memasukkan data forensik ke dalam analisa kejahatan, dapat membantu mengidentifikasi keterhubungan, pola, tren atau mengkorelasikan informasi lain yang berkaitan dengan aktivitas intelijen. Sehingga informasi tersebut dalam ditindaklanjuti dalam mencegah kejahatan, terutama kejahatan berantai dan kekerasan.

Kerja-kerja forensik yang membuat terang kasus dingin pembunuhan Debra Lee Miller dan banyak kasus lainnya di Amerika Serikat. Temuan intelijen forensik dapat diintegrasikan dengan teori-teori kriminologi dalam melakukan pengendalian kejahatan. Hal ini tentunya dapat dilakukan dengan melibatkan kriminolog, sedini mungkin, dalam pengungkapan kejahatan. Mengutip pendapat kriminolog Universitas Indonesia, Prof. Drs. Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D bahwa kriminolog dapat mengambil peran sebagai manajer kasus yang berperan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu forensik dalam mengungkap peristiwa kejahatan.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun