Dia begitu bersemangat, hingga setelah rakaat kedelapan, aku memutuskan berhenti mengikuti gerak sang imam.
"Kenapa, ayah?" Katanya.
"Kayaknya 23 rakaat lagi malam ini, nak," kataku.
"Kita kwitir sendiri saja dan langsung pulang."
Dia pun mengikuti mundur beberapa shaft ke belakang untuk menjalankan shalat kwitir, sebelum kami kembali pulang ke rumah.
"Istirahatlah, nak. Besok insya Allah kita bangun sahur."
Sampai di rumah, oka tidak lantas tidur. Seperti biasa dia menjalankan ritual berantem dulu sama adiknya. Malam ini giliran berantem sama keanu.
Â
Bogor, 18 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H