[caption caption="Naik Commuter Line menjadi salah satu tempat terbaik mempelajari karakter banyak orang."][/caption]Naik Commuter Line (CL) adalah salah satu tempat terbaik untuk melihat dan belajar tentang karakter banyak orang. Di sana, mayoritas penumpang punya strategi masing-masing untuk sampai ke tempat tujuan.
Ada yang pura – pura tidur, supaya tempat duduknya tidak harus diserahkan kepada penumpang lain yang lebih berhak. Saat ada petugas jaga yang melintas, akting mereka pun kerap buyar. Mereka diminta berdiri dan menyerahkan kursi duduknya.
Naik CL juga bisa melihat kejadian cukup unik penumpang yang bisa tidur sambil berdiri. Ada juga tipe penumpang yang suka menyibukkan diri dengan gadget; entah nonton film, membaca berita atau tengah menggunakan fasilitas jejaring sosial.
Terkadang juga bisa bertemu dengan penumpang yang suka menggerutu. Sementara lainnya ada yang nampak berdoa sambil berdiri hingga tiba di stasiun tujuan. Lalu ada pula yang membentuk komunitas kecil dan intens berkomunikasi sepanjang perjalanan.
Naik CL juga dapat menjadi tempat mengetahui tren terbaru dalam banyak hal, mulai smartphone, pakaian, sepatu, hingga masalah pola dan gaya berkomunikasi berbagai kalangan. Sederhananya, berada di dalam gerbong CL bisa menjadi cermin, tentang seni perjuangan masyarakat kelas menengah ibukota yang berusaha meningkatkan taraf kualitas hidup.
[caption caption="Penumpukan penumpang di jam sibuk mulai berkurang sejak PT KAI Commuter Jabodetabek mulai menjalankan kereta 12 gerbong."]
Soal kepadatan penumpang sebenarnya mulai dapat teratasi sejak September 2015, setelah PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) menjalankan CL 12 gerbong dan sedianya akan mulai menghapus CL delapan gerbong. Manfaatnya, penumpukan penumpang pada jam sibuk mulai berkurang.
Pengalaman Saya Naik Commuter Line
Saya jadi pelanggan Commuter Line sejak tahun 2009, ketika masih bekerja di sebuah perusahaan impotir untuk alat-alat dapur industri HORECA (Hotel, Resto dan Cafe) di jalan raya Hayam Wuruk. Waktu itu, CL masih terbagi dengan kelas ekonomi (non AC), CL standar (AC berhenti di setiap stasiun) dan CL Express (AC dan tidak berhenti di tiap stasiun). Saya menggunakan CL Express yang biayanya Rp 11 ribu per sekali perjalanan dari stasiun Citayam ke stasiun Kota.
Padahal waktu itu, pemilik perusahaan telah menyediakan mobil operasional buat saya, tapi tidak pernah sekalipun dibawa pulang. Saya hanya dipakai untuk urusan pekerjaan selama jam kantor.
Itu berarti sudah enam tahun saya menjadi pengguna setia transportasi publik Commuter Line. Termasuk menjadi bagian penyaksi bagaimana usaha pihak PT KCJ dalam meningkatkan dan menyempurnakan kualitas layanan transportasi publik paling praktis, nyaman, cepat dan biaya paling terjangkau di Jakarta dan kota – kota penyanggah.
Kini, peningkatan kualitas layanan CL bisa disebut paling signifikan di antara mode transportasi publik lain. Gerbong CL lebih bersih dan segar, dengan biaya perjalanan yang justru jadi lebih terjangkau. Situasi stasiun dan pembatas jalan sepanjang jalur rel Commuter Line juga terus disempurnakan.
[caption caption="Situasi stasiun Citayam yang bersih dan modern."]
Saat tulisan ini dibuat, saya masih menjadi pengguna setia CL untuk pergi dan pulang kerja, dari stasiun Citayam menuju stasiun Pasar Minggu Baru.
Dari stasiun Citayam ke stasiun Pasar Minggu Baru butuh waktu sekitar 30 menit dengan biaya Rp 12.000. Sesampainya di stasiun tujuan, tiket dapat ditukar di loket dan uang deposit kartu sebesar Rp 10.000 segera dikembalikan petugas. Artinya cukup bayar Rp 2.000 dari Citayam ke Pasar Minggu, sudah bisa naik angkutan umum yang telah dilengkapi fasilitas pendingin udara atau AC.
Jika Anda tidak ingin mengantri tiket setiap hari, bisa mengikuti jejak saya untuk menggunakan Kartu Multi Trip (KMT). Harga KMT cukup Rp 50 ribu dengan isi saldo Rp 30 ribu. Tips dari saya, pengguna KMT perlu mengingat berapa isi saldo di KMT, karena minimal harus terisi Rp 11 ribu.
Pihak KCJ pun telah memudahkan pengecekan saldo di KMT, karena mesin pengecek saldo tersedia di setiap stasiun. Saya sendiri berusaha untuk mengecek isi saldo setelah keluar dari pintu otomatis. Gunanya, agar senantiasa tahu sisa saldo selepas melakukan perjalanan naik CL.
Naik CL juga menjadi tempatku mencari inspirasi untuk membuat ide dan kerangka tulisan di smartphone. Bahkan beberapa kali saking asyiknya membuat kerangka tulisan, saya baru tersadar telah sampai di stasiun tujuan setelah suara yang terlontar di speaker dari ruang masinis yang mengingatkan. Lamunanku pun buyar dan bergegas menuju kantor menggunakan angkot atau berjalan kaki melewati kawasan perumahan mewah dan penduduk yang padat.
Tiba di kantor, saya senantiasa melihat antrian padat kendaraan dari arah Pasar Minggu menuju arah Kalibata. Sementara sore hari, pemandangan kemacetan yang terjadi dari arah sebaliknya. Saya jadi turut membayangkan, entah berapa rupiah biaya BBM, efisiensi waktu dan kapasitas kesabaran mereka yang harus terbuang untuk sampai ke tujuan.
Sementara, saya cukup setengah jam perjalanan untuk kembali menjalankan aktivitas sebagai buruh untuk memperbaiki kualitas taraf hidup istri dan anak-anak tercinta yang menanti di rumah.
“Ayah, bekerja dulu yah... Sampai ketemu nanti petang di rumah!”
[caption caption="Peningkatan kualitas layanan CL bisa disebut paling signifikan di antara mode transportasi publik lain."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H