Sama halnya dengan kebanyakan Anda, saya baru sekali tahu ada sebuah prosesi pernikahan disiarkan utuh oleh dua stasiun tivi swasta, yang juga merupakan lembaga penyiaran publik.
Seperti bisa diduga, kejadian ini pun tidak pelak mengundang banyak komentar di jejaring sosial. Banyak pihak yang turut protes berat atas kebijakan kedua stasiun tivi itu. Bahkan lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kabarnya telah mengirimkan surat teguran pada salah satu stasiun televisi tersebut.
Ya, hanya sebatas teguran di ruang publik, tanpa jelas kekuatan penekannya. Toh, buktinya stasiun tivi yang lain juga mengikuti jejak tivi yang telah kena teguran. Sebenarnya, buat para haters yang tidak suka, tinggal memindahkan ke kanal lain melalui remote control.
Saya sendiri tidak ingin menanggapi hal ini dari sudut pandang “suka” atau “tidak suka”. Toh, nyatanya Televisi di Indonesia merupakan industri, yang dalam logika bisnis tersederhana pun akan melihat, jika sebuah hal memiliki value untuk menghasilkan keuntungan tentu akan dilaksanakan.
Account FB seorang teman dapat dijadikan indikator penegas premis tersebut. Menurut teman yang bekerja di stasiun Trans TV, share acara akad nikah selama dua hari tersebut mencapai 19 %. Bisa dibayangkan, jika strategi bisnis berjalan sukses di sini, dengan iming – iming keuntungan yang besar, tanpa harus memperdulikan jika nama stasiun tivinya diplesetkan menjadi “Televisi Raffi Ahmad Nagita Slavina”.
Meski tidak menonton prosesi acara akad nikah tersebut, saya sendiri berkesimpulan, mungkin rakyat lebih suka menonton hal yang berbau cinta dan budaya, dibanding menyimak polemik pelik dan trik akal bulus meraih kekuasaan di gedung parlemen.
Prosesi Resepsi Nagita & Raffi
Di hari Minggu kemarin (19/10), stasiun tivi swasta tertua di negeri ini menayangkan secara langsung prosesi pernikahan Raffi dan Nagita, mulai dari persiapan dekorasi acara resepsi, hingga puncaknya acara resepsi di malam hari yang berlangsung hingga tengah malam.
Untuk acara resepsi ini, saya jujur sempat menemani istri menonton beberapa kali di layar led 22-inchi di kamar tidur kami. Tidak intens, karena sebagai pekerja lepas, tidak ada hari libur dalam kamusku, setidaknya selama setahun terakhir ini.
Jujur, saya sempat terkesima melihat pernikahan pasangan artis ini penuh sponsor pendukung dan berlimpah hadiah. Bahkan spring bed merek Elite dan lampu rumah merek Philips turut ambil bagian sebagai sponsor pendukung suksesnya acara pernikahan ini. Yang paling mencengangkan adalah sebuah jam tangan DCI Limited Edition (kabarnya seharga Rp 580 juta), dan puncaknya hadiah sebuah Lamborghini Aventador yang kabarnya seharga senilai Rp 12,4 miliar.
Di antara seluruh peristiwa super “wah” itu, ada satu hal yang menurutku paling paling menyentuh, yaitu speech dari adik perempuan Raffi yang bernama Nisya. Adik perempuan yang turut menyumbang sebuah lagu pada prosesi resepsi, mengemukakan sosok Raffi sebagai laki – laki yang tidak pernah pergi darinya, dalam keadaan apapun.
Raffi digambarkan sebagai sosok kakak yang dewasa bertanggungjawab dan memotivasi Nisya untuk terus maju. Raffi juga digambarkan sebagai sosok tulang punggung kehidupan keluarga, untuk ibu dan kedua adiknya, setelah papanya meninggal dunia.
Jika sudah begini, menurutku, tidak ada salahnya menjadikan kisah perjuangan Raffi sebagai bahan inspirasi hidup, terlebih jika dibanding kisah perjuangan para politikus wakil rakyat di parlemen yang menghalalkan cara demi kekuasaan.
Perjalanan pria penghibur yang kini telah berusia 27 tahun itu untuk “menjadi”, dan kini telah kaya raya laksana perjalanan anak manusia menemukan sebuah cawan keagungan. Ia berhasil mengantarkan pesan, jika hidup mestinya tidaklah harus selalu dilihat dari apa yang terjadi sekarang, namun lebih bijak melihatnya melalui sebuah rentang perjalanan yang turut membangun di belakangnya.
Kisah pernikahan Raffi juga mirip dengan kisah dongeng di masa kecilku, tentang seorang pemuda biasa yang kemudian menjadi kaya raya atas usahanya, dan berhasil mempersunting seorang putri dari keluarga kaya raya.
Bedanya, Raffi ada di dunia nyata, dan lebih riil untuk dapat menjadi inspirasi bagi kaum muda dari kalangan biasa untuk memperjuangkan kualitas hidupnya. Menurut orang – orang dekatnya pula, Raffi disebut rajin shalat tepat waktu dan tidak sombong dalam bergaul.
Seperti ungkapan Raffi, “Almarhum papa saya mengajarkan, jika ketika bertemu dengan orang yang lebih tua harus membungkukkan badan.”
Perjalanan hidup laksana mencari makna, menemukannya dan menjadikannya sebagai pelajaran hidup ke depan. Daripada merutuki, kenapa kita tidak turut berbuat sesuai peran kita, siapa tahu bisa turut menginspirasi banyak orang. Tentu saja dari kacamata pandang yang baik.
Semoga bermanfaat…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H