Mohon tunggu...
Rahmat Eko Budi Laksono
Rahmat Eko Budi Laksono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi A Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jahatnya Diskriminasi Terhadap Orang Cacat di Indonesia Ini

4 Januari 2013   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:30 1606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Nikmat Allah yang dianugerahkan kepada manusiawajib disyukuri”, ini adalah salah satu inti yang tersirat di dalam Q.S. Al-Mu`minun. Bukalah mata kalian, banyak orang-orang yang membutuhkan bantuan kita, bersyukurlah kalian yang mendapat fisik yang sempurna dari tuhan.

Fisik yang kita terima terkadang bisa menjadi pendorong bagi diri dalam menghadapi kehidupan, namun terkadang membuat kita kurang percaya diri dalam pergaulan sehari-hari. Perlu diketahui banyaknya diskriminasi (tindakan yang memperlakukan satu orang atau satu kelompok secara kurang adil atau kurang baik daripada orang atau kelompok yang lain) yang terjadi di negeri ini.

Sadar atau tidak sadar pemerintah sendiri melakukan hal ini, anda tidak percaya? Anda harus percaya akan hal itu. Mungkin setelah membaca artikel saya ini anda mengakuinya. Contoh kecil yang saya ambil yakni mengenai penyandang cacat (setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental, yang dapat menggangu ataumerupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya). Cacat sendiri terbagi menjadi lima kategori, yaitu : cacat fisik (tuna daksa), cacat mata (tuna netra), cacat tuli bisu (tuna rungu wicara), cacat mental (tuna grahita), cacat ganda (mempunyai cacat lebih dari satu).

Dari kesemuanya saya mengambil satu, yakni cacat mata. Cacat mata yang dimaksud mengenai buta warna (Buta warna adalah istilah umum untuk gangguan persepsi warna. Penderita buta warna kesulitan membedakan nuansa warna atau buta terhadap warna tertentu. Buta warna tidak dapat disembuhkan. Menurut statistik, sekitar 9% laki-laki dan 0,5% perempuan menyandang buta warna. Masalah mereka terutama adalah membedakan nuansa hijau (deuteranomali) atau nuansa merah (protanomali) dan kebutaan warna hijau (deuteranopia) atau warna merah (protanopia). Kesulitan atau kebutaan terhadap warna biru dan buta warna total sangat jarang terjadi). Kembali mengenai kenapa pemerintah sadar arau tidak sadar melakukan diskriminasi? Bagi anda yang mempunyai kesempurnaan, khususnya mengenai buta warna, mugkin tidak mengalami atau merasakan adanya diskriminasi, akan tetapi bagi penderita cacat mata (buta warna) itu sangat terasa.

Rasa seperti dipenjara, rasa dianak tirikan, merasa didiskriminasi dan lain-lain. Bisa dibuktikan, banyak perusahaan ketika membutuhkan karyawan baru, memberikan tes fisik yang mayoritasnya tes buta warnalah yang sering menjatuhkan bagi pelamar pekerjaan yang menderita cacat mata. Tidak bisa dipungkiri hal itu sangat membuat sakit hati bagi pelamar yang gagal gara-gara cacat yang dideritanya. Padahal didalam diri orang penyandang cacat mempunyai keteguhan hati yang kuat yang mengisaratkan bahwa dirinya mampu melakukan lebih daripada orang-orang disekililingnya yang lebih sempurna. Kesalahan bagi perusahaan yang tidak memberikan kesempatan kepada orang penyandang buta warna.

1357311187920251520
1357311187920251520

Ketidak adilan juga mengenai para calon mahasiswa baru yang ingin mendaftar perguruan tinggi, banyak sekali perguruan tinggi, sekolah tinggi, institut yang mengisyaratkan calon mahasiswanya tidak buta warna. Hampir setiap kampus mengisyaratkan mahasiswanya tidak buta warna bagi mata kuliah tertentu, padahal banyak calon mahasiswa yang berkeinginan bisa tembus pada program studi yang diinginkan, akan tetapi kebanyakan jurusan yang diinginkannya mengisyaratkan tidak buta warna. Banyak calon mahasiswa yang mengeluh dan merasa dianak tirikan. Bagi anda yang tidak mempunyai cacat buta warna mungkin tidak pernah merasakan hal ini. Saya pernah melakukan observasi mengenai penyandang cacat buta warna, dengan metode snow ball. Cukup sulit menemukan penyandang cacat ini, dari sekian banyak orang saya hanya menemukan tiga diantaranya.

Yang pertama berisinial WH, dia pernah mendaftar poltekes, persiapan sudah matang, akan tetapi ketika dalam audisi gagal gara-gara mempunyai cacat. Padahal dia kepingin sekali bisa masuk, saya meminta pernyataan kepadanya, komentarnya dia merasa diasingkan, merasakan ketidak adilan. Yang kedua berisinial TW, dia berbadan kekar, pintar, tinggi besar serta bugar, masuk polisilah yang diidam-idamkannya, akan tetapi ketika audisi tes buta warna, ternyata dia mempunyai cacat itu, merasa sakit hati, dianaktirikan, ketidak adilan yang dia utarakan kepada saya. Yang ketiga berisinial PR, dia adalah calon mahasiswa yang ingin masuk jurusan TI (Teknik Informasi). Dalam pengakuan teman-temanya, dia sangatlah handal atau mahir dalam hal komputer, akan tetapi ketika ingin masuk perguruan tinggi dia merasa dianaktirikan. Hampir semua perguruan tinggi mengisyaratkan tidak buta warna bagi jurusan IT.

Terus, bagaimana pendapat anda yang tidak menderita cacat buta warna mengenai semua itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun