Berbicara tentang emosi, setiap anak memiliki kecenderungan berbeda dalam mengelola emosinya. Dalam masa perkembangannya, anak-anak akan mengalami berbagai situasi dan pengalaman baru. Pengalaman ini akan berpengaruh terhadap emosi yang mereka miliki. Anak tidak akan tahu bagaimana merespon sebuah hal dengan benar jika tidak diajarkan.
Menurut Steve Biddulph seorang pakar anak mengatakan "Emosi adalah bagian dari sensasi tubuh yang sangat menonjol dan terasa yang akan kita rasakan dalam situasi tertentu." Kadar emosi berkisar dari emosi yang sangat lemah sampai emosi yang paling kuat.Â
Menurutnya, ada empat emosi dasar yang selalu kita dan anak-anak alami yaitu marah, takut, sedih dan gembira. Perasaan-perasaan lain yang mewarnai kehidupan kita dan anak-anak merupakan campuran dari keempat emosi dasar tersebut. Misalnya rasa cemburu yang merupakan campuran emosi marah dan takut atau perasaan nostalgia yang merupakan campuran antara emosi gembira dan sedih.
Melakukan setiap aktivitas tanpa melibatkan emosi merupakan hal yang mustahil, karena emosi merupakan pemberian "Sang Pencipta" yang diberikan lengkap dengan akal dan pikiran. Emosi juga bisa diartikan sebagai wujud tampilan jiwa atau ruh seseorang.
 Contoh sederhana yang biasa kita temui di kehidupan sehari-hari ketika ada anak yang sedih maka akan diekspresikan dengan tangisan, ada juga anak yang takut bertemu orang asing seperti badut, ondel-ondel maka anak tersebut akan berteriak bahkan berlari mencari perlindungan.
Setiap emosi dasar memiliki kegunaan masing-masing jika mampu dikelola dengan baik dan bijak. Sebagai gambaran, api saja apabila digunakan dengan baik maka akan bermanfaat untuk kehidupan. Kompor yang sudah diatur volume apinya dapat mematangkan masakan. Namun sebaliknya, apabila api berkobar tanpa terkendali maka akan terjadi kebakaran yang menyebabkan kerugian materi dan jiwa.
Api diibaratkan emosi pada diri seseorang. Anak akan emosi apabila hak-haknya tidak diberikan oleh orang tuanya seperti hak untuk bermain, hak untuk bertemu teman-temannya dan lain-lain. Terkadang kita sebagai orang tua merasa bingung melihat anak menangis berjam-jam atau mengamuk berguling-guling sambil melempar benda-benda yang berada didekatnya.
 Lalu muncul di dalam hati pertanyaan apakah memang perasaan itu adalah sikap yang sesungguhnya? atau anak sedang berpura-pura?
Sesungguhnya anak memiliki naluri seperti orang dewasa, yaitu mereka akan berpikir dan bertindak agar keinginannya dikabulkan atau mereka akan mencari cara agar dapat terhindar dari sesuatu yang tidak mau mereka kerjakan bahkan cara yang dipakai akan lebih ekstrem daripada orang dewasa.
Emosi yang tidak stabil menandakan bahwa ada penanganan yang kurang tepat pada anak. Ada yang berpikir bahwa mengurus anak itu harus keras agar orang tua tidak mudah dilecehkan oleh anaknya. Ayah atau ibu dijadikan pusat komando dan anak tidak pantas untuk diminta pendapat.
Disisi lain,ada juga orang tua yang selalu menuruti keinginan anaknya. Anak dianggap sebagai raja. Seperti halnya anak meminta dibelikan sepeda model terbaru padahal sepeda yang lama masih dalam kondisi baik dan lain-lain.
Lantas strategi apa yang tepat untuk menangani emosional anak? Pertanyaan tersebut selalu terlintas pada setiap orang tua yang sudah merasa pusing dan jenuh dalam menghadapi emosional anak. Cara penanganan yang baik dan nyaman dalam menangani emosional anak adalah dengan cara mengkombinasikan antara ketegasan dan kelembutan kepada anak.
Berikut 3 cara dalam mengendalikan emosi anak yang bisa diterapkan oleh orang tua di rumah:
1. Berikan Waktu Anak Untuk Mengenali Emosinya
Ketika ada seorang anak berusia 8 atau 9 tahun yang seharusnya sudah dapat mengendalikan keinginan untuk buang air kecil di kamar mandi tetapi ternyata masih selalu buang air kecil sembarangan, ketegasan bisa dipakai dalam menghentikan kebiasaan itu. Tanyakan apa yang terjadi dan apa penyebab hal itu terjadi.Â
Berikan kesempatan kepada anak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Maka dengan begitu, anak akan belajar mengenali emosinya dan belajar mengungkapkan kesalahan yang telah diperbuat. Contoh ayah dan bunda bisa menegur secara langsung sang anak ketika melakukan sebuah kesalahan. Tegurlah dengan nada bicara yang tegas namun tidak membuat anak takut atau merasa tertekan.
2. Berikan Pilihan Pada Anak
Setelah anak sudah mengenali emosinya dari perilaku yang dilakukannya, berikan kesempatan kepada anak untuk menentukan pilihan konsekuensi yang akan diterima. Tanyakan kepada anak dengan perkataan yang lembut. "Lain kali kalau ingin buang air kecil apa yang harus kamu lakukan?" Anak menjawab, "Aku segera ke kamar mandi dan tidak menahan buang air kecil".Â
Bangunlah komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sehingga anak tidak merasa tertekan dan terpaksa dalam melaksanakan konsekuensi dari perilaku yang telah dilakukannya. Contoh ayah dan bunda bisa memberikan punishment kepada anak.Â
Namun punishment yang bersifat edukasi sehingga anak bukan sekedar mendapatkan hukuman semata tetapi hukuman tersebut bermuatan pembelajaran didalamnya, misalkan punishment menghafalkan surat-surat pendek atau doa-doa harian.
3. Berikan Apresiasi Pada Anak Setelah Mengelola Emosinya
Jika masalah sudah selesai, orang tua tidak perlu lagi kesal atau marah. Kita bukan tidak menyukai anak, tetapi yang tidak kita sukai adalah perilakunya. Alangkah bahagianya kalau komunikasi dengan anak diakhiri dengan kecupan dan pelukan atau dengan ungkapan lain seperti memberikan apresiasi kepada anak sebagai tanda bahwa masalah sudah selesai dan anak bisa mengelola emosinya dengan baik.Â
Contoh ayah dan bunda bisa memberikan apresiasi kepada anak dengan ungkapan pujian "Kamu anak hebat" atau bisa dengan sebuah hadiah yang tidak harus mahal namun hadiah tersebut bisa berkesan dan bermanfaat untuk anak.
Pada kebanyakan kasus, orang tua menyesali perbuatannya akibat terbawa emosi hingga akhirnya melakukan kekerasan pada anak. Oleh karena itu, mari terapkan cara mengendalikan emosi pada anak agar anda tidak menyesal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI