Akan tetapi, akhir-akhir ini ahli ilmu bahasa memahami bahwa berbicara adalah fenomena terpisah dari menulis dengan peraturan dan polanya sendiri. Sebagian besar dari kita belajar bicara di usia dini yang bahkan tidak kita ingat. Kita membentuk daftar tutur melalui kebiasaan bawah sadar, bukan aturan yang dihafalkan karena berbicara juga menggunakan suasana hati dan intonasi agar bermakna,
Struktur bahasa menjadi lebih fleksibel, menyesuaikan dengan kebutuhan pembicara dan pendengar. Hal ini bertujuan menghindari klausa rumit yang sulit diuraikan pada waktu nyata, membuat perubahan untuk menghindari pengucapan ganjil, atau menghilangkan suara untuk mempercepat berbicara.Â
Pendekatan linguistik yang mencoba memahami dan memetakan perbedaan tersebut tanpa mendiktekan perbedaan yang benar disebut dengan deskriptivisme. Daripada menentukan bagaimana bahasa harus digunakan, pendekatan ini menguraikan cara sesungguhnya orang menggunakan bahasa dan melacak inovasi yang muncul dalam proses tersebut.Â
Kesimpulan
Meskipun debat antara preskriptivisme dan deskriptivisme berlanjut, keduanya tidak eksklusif satu sama lain. Ringkasnya, preskriptivisme berguna untuk memberi tahu orang tentang pola yang paling berterima pada saat itu. Hal ini penting, tidak hanya untuk konteks formal, tetapi juga memudahkan komunikasi antar pembicara non-asli dari latar belakang berbeda.Â
Sebaliknya, deskriptivisme memberi kita wawasan tentang cara kerja pikiran kita dan cara naluriah saat kita membentuk pandangan tentang dunia. Akhirnya, tata bahasa adalah pemikiran terbaik sebagai rangkaian pola linguistik yang terus-menerus dirundingkan dan ditemukan kembali oleh seluruh kelompok pengguna bahasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H