Seberapa sering kamu makan micin dalam seminggu? dua kali, empat kali, atau bahkan setiap hari? Terlepas dari itu semua, kita tahu bahwa micin memberikan cita rasa umami atau gurih yang kita cintai.
Namun, banyak prasangka buruk yang muncul terhadap salah satu jenis penyedap rasa ini. Misalnya seperti micin dapat menyebabkan kita menjadi bodoh. Tetapi, apakah memang benar demikian? Apakah micin atau istilah ilmiahnya Monosodium glutamate (MSG) seburuk itu untuk tubuh kita?
Apa Itu Micin?
Micin atau MSG merupakan campuran dari dua molekul sederhana. Sodium, yang sudah terbukti sebagai bagian penting dari diet kita, dan glutamat, asam amino yang sering ditemui di protein nabati dan hewani. Glutamat berperan penting dalam pencernaan, fungsi otot, dan sistem imun kita.
Tubuh kita menghasilkan cukup glutamat untuk semua proses ini, namun molekul itu juga terdapat pada makanan kita. Kamu dapat merasakan rasa khasnya dalam makanan seperti jamur, keju, tomat, dan kaldu.
Sejarah Lahirnya Micin
MSG ditemukan oleh seorang kimiawan Jepang bernama Dr. Ikeda Kikunae pada tahun 1908. Ia mencoba mengisolasi molekul yang berperan dalam menciptakan rasa unik yang ia sebut sebagai "umami," yang artinya "rasa gurih yang enak."Â
Sekarang, umami diakui sebagai salah satu dari lima rasa dasar dalam ilmu pangan. Tiap rasa dasar dihasilkan oleh mekanisme molekular yang unik yang tidak bisa ditiru dengan mencampurkan rasa lain.Â
Dalam kasus umami, mekanisme itu muncul ketika kita memasak atau memfermentasikan makanan tertentu, memecah proteinnya sehingga memunculkan asam amino seperti glutamat. Tetapi Ikeda menemukan jalan pintas untuk menghasilkan reaksi kimia ini.Â
Dengan mengisolasi glutamat dalam jumlah tinggi dari semangkok kuah mie dan mencampurnya dengan penyedap rasa lain seperti sodium, ia membuat bumbu yang bisa menambah rasa umami terhadap semua macam jenis makanan secara instan.
Hingga tahun 1930-an, MSG merupakan bumbu pokok dapur di sebagian besar penjuru Asia. Bahkan di pertengahan abad 20, MSG bisa ditemui dalam produksi makanan komersil di seluruh dunia.
Awal Mula Micin Mulai Dibenci
Pada 1968, Dr. Robert Ho Man Kwok merasa sakit setelah makan di sebuah restoran Cina. Ia pun lalu menuliskan gejala yang ia rasakan secara mendetail dalam sebuah jurnal medis bergengsi, menyiratkan bahwa gejalanya adalah akibat dari konsumsi monosodium glutamat, umumnya disebut MSG.Â
Pengaitan Dr. Kwok antara gejala pusing yang ia derita dengan bumbu yang umum ditemukan di masakan Cina-Amerika ini hanyalah firasat saja. Namun, suratnya mengubah secara dramatis hubungan dunia dengan MSG, mengundang kepanikan internasional, sains bias, dan jurnalisme sensasional.
Setelah surat Dr. Kwok itu terbit, sontak langsung terjadi kehebohan. Ilmuwan dan masyarakat menuntut penyelidikan ilmiah mengenai zat aditif populer itu. Di satu sisi, reaksi ini masuk akal. Zat ini belum diuji toksisitasnya pada saat itu dan dampak kesehatannya sebagian besar belum diketahui.Â
Namun, kemungkinan besar masyarakat bereaksi bukan karena kurangnya regulasi keamanan pangan terhadap MSG, namun terhadap judul dari surat itu, yang mana berjudul Sindrom Restoran Cina atau Chinese Restaurant Syndrome.Â
Meski MSG umum digunakan dalam berbagai hidangan, banyak orang Amerika yang sudah lama memiliki prasangka buruk terhadap budaya makan orang Asia.Â
Mereka melabeli makanan asia sebagai makanan yang eksotis atau berbahaya. Prasangka ini memicu munculnya jurnalisme berunsur SARA, dan menyebarkan ketakutan jika makan di restoran Cina akan menyebabkan penyakit.
Setelahnya...
Berbagai studi mengenai MSG dan umami pun bermunculan dan hasilnya kurang konklusif dari apa yang termuat di berita. Contohnya, ketika sebuah studi tahun 1969 menemukan bahwa menyuntik tikus dengan MSG menyebabkan kerusakan pada retina dan otaknya, beberapa sumber berita menyimpulkan bahwa konsumsi MSG menyebabkan kerusakan otak.Â
Meskipun beberapa studi melaporkan bahwa kelebihan glutamat dapat memicu penyakit seperti Alzheimer, hal ini kemudian ditemukan disebabkan oleh ketidakseimbangan glutamat internal, tidak ada hubungannya dengan MSG yang kita konsumsi.
Namun, berita-berita ini tidak hanya datang dari reportase sepihak. Dari akhir tahun 60-an hingga awal tahun 70-an, banyak dokter yang menganggap "Sindrom Restoran Cina" sebagai penyakit yang nyata.
Jadi Apakah Micin Baik Atau Buruk Untuk Kesehatan?
Ilmuwan-ilmuah saat ini tidak lagi menganggap zat aditif MSG itu secara diskriminatif. Studi terkini telah membuktikan pentingnya glutamat dalam metabolisme kita, dan beberapa ilmuwan bahkan berpikir bahwa MSG adalah alternatif sehat dari lemak tambahan dan sodium.Â
Ilmuwan lain menyelidiki keterkaitan konsumsi rutin MSG dengan obesitas, dan kemungkinan jika konsumsi MSG berlebih menyebabkan sakit kepala, sesak dada, atau debar jantung pada beberapa orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H