Mohon tunggu...
Rahma Roshadi
Rahma Roshadi Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Bahagia

Penikmat tulisan dan wangi buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Batas Aurat Suara Perempuan

10 Maret 2021   05:15 Diperbarui: 11 Maret 2021   02:01 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan sampai ada perempuan yang tinggal di rumah hanya semata-mata karena kepatuhan kepada suami, sementara sebagai individu dia menginginkan kebebasan dan kesempatan berpendapat yang setara. 

Suara perempuan adalah aurat, manakala dia mengumbarnya dengan nafsu di hadapan para lelaki hidung belang. Suara perempuan dalam berpendapat sama sekali bukan aurat, melainkan bentuk penghormatan yang seharusnya dari seorang laki-laki terhormat.

Penghormatan kepada istri yang diteladankan oleh baginda nabi, bukan berarti perempuan tidak memiliki ruang gerak di masyarakat. Perhatikan Hadhrat Khadijah yang tetap berniaga dengan tekun setelah menikah, dan Nabi pun tetap mendapat penghormatan yang layak sebagai suami meskipun keadaan ekonomi beliau berada jauh di bawah sang istri. 

Baginda Nabi juga tidak semena-mena memperlakukan Hadhrat Aisyah meskipun menikahinya di usia muda. Semua semata karena penghormatan yang logis, murni bertujuan kepada sang ilahi, bukan karena birahi.

Sampai sejauh ini, saya memandang bahwa ekstremisme kekerasan kepada perempuan, hanya dapat dilawan dengan suara perempuan juga. 

Kendatipun seorang perempuan tidak memiliki waktu yang cukup untuk berorganisasi atau berorasi, setidaknya dia memiliki keberanian untuk bersuara kepada orang terdekatnya, yaitu sang suami. 

Perlawanan tidak identik dengan turun ke jalan atau mengubah undang-undang, melainkan hanya dengan menjadi seorang perempuan yang mampu dan mau berpikir kritis, menolak patuh kepada hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain, bersikap terbuka kepada kritik dan cerdas dalam menangkap serta memahami informasi. 

Hal-hal tersebut sudah sangat cukup untuk mengikis kekerasan kepada perempuan, setidaknya bagi diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun