Perkembangan penerimaan wakaf di Indonesia mencatatkan sejarah transformasi yang bergerak pasti. Hantaman pinjaman daring yang sempat memberi sentimen negatif pada teknologi finansial tak menggoyahkan lembaga penerima wakaf untuk berkiprah di platform digital. Meskipun belum juga mencapai titik kemanfaatan optimal, namun sinergi lembaga terkait menujukkan optimisme, khususnya dengan target wakif kaum milenial.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun dalam kenyataannya, wakaf sebagai salah satu sektor penggerak perekonomian Islam belum terlaksana dengan sempurna. Di samping penggerak perekonomian negara yang memang bukan berlandaskan syariat Islam, paradigma di masyarakat masih berkutat pada aset tetap sebagai satu-satunya harta yang bisa diwakafkan.
Mengambil data dari Bimas Islam Kementerian Agama tentang statistik harta wakaf di Indonesia, sebenarnya cukup membuat kita sebagai umat Islam sejenak berbangga. Mengapa tidak? Karena luasnya tanah wakaf yang dikelola sudah hampir tiga kali lipat luas negara Singapura. Bisa dikatakan bahwa sudah banyak masyarakat yang ingin berkontribusi membantu umat dengan memberikan harta wakaf dan menyerahkan pemanfaatannya kepada lembaga wakaf, dalam bentuk rumah ibadah, sekolah, pesantren, atau sarana kesehatan.
Namun sayangnya, kondisi ini berbanding terbalik dengan pengelolaan harta wakaf itu sendiri. Penelitian kembali menyajikan data bahwa 77% harta wakaf bersifat diam atau tidak produktif. Alih-alih menggerakkan perekonomian umat, pengelolaannya saja masih kurang tepat.
Kondisi ini seharusnya tidak terjadi jika lembaga wakaf yang ada di Indonesia bersinergi dalam hal pengelolaan aset tetap. Bahkan, seharusnya lembaga-lembaga tersebut melakukan inventarisasi, manakala harta wakaf berupa aset tetap sudah mulai 'mangkrak', maka optimalisasi wakaf harus sudah mulai diarahkan kepada prospek penerimaan wakaf uang.
Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, disebutkan bahwa salah satu harta benda wakaf adalah benda tidak bergerak yaitu uang. Dasar hukum ini seperti membuka solusi, karena harta wakaf berupa uang adalah salah satu yang relevan dengan perkembangan teknologi di era digital.
Lebih dalam, jika kita menilik makna wakaf sebagai sumber kekuatan ekonomi Islam, maka seharusnya penerimaan dan pengelolaan wakaf sudah sangat membantu masyarakat Indonesia dalam menggerakkan dan meningkatkan ekonominya. Sejalan dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, kita bisa membuat simulasi sederhana andai setiap individu berpartisipasi dalam menyalurkan wakaf.
![sumber: Bimas Islam Kementerian Agama](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/15/slide7-jpg-5da59e5b0d823021ef435152.jpg?t=o&v=770)
Senada dengan penerimaan uang sebagai salah satu harta wakaf yang bisa dimaksimalkan, teknologi pun memberikan angin segar berupa tawaran kemudahan bagi para wakif. Adanya platform digital yang mulai dikembangkan, akan sejalan dengan salah satu program prioritas Kementerian Agama yaitu penerimaan wakaf. Maka, pemerintah pun harus turut terlibat dalam sinergi hubungan fungsional antar lembaga terkait yang dibentuk dan diberi lisensi. Termasuk juga, menjadi sumber literasi wakaf terkait penggunaan dan pemanfaatannya di Indonesia.
Perlahan tapi pasti, ekonomi Islam akan kembali bangkit memajukan umat, dan menyejahterakan masyarakat Indonesia. Karena, kemudahan-kemudahan yang dibawa oleh teknologi justru membuat alur penerimaan dan pengelolaan wakaf kompatibel dengan syariat. Wakif akan menyalurkan uangnya melalui lembaga wakaf dengan cara yang aman, praktis, serta moderen. Di sisi lain, para nazhir juga bisa segera menindaklanjuti harta wakaf yang diamanahkan dengan tepat dan akurat.
Pemanfaatan teknologi finansial yang menyadur teknologi perbankan akan meredam gejolak masyarakat yang bias dengan penggunaan jasa bank karena perkara riba. Karena teknologi ini, hanya digunakan sebagai media perantara saja, dari wakif ke lembaga wakaf, untuk kemudian dikelola langsung oleh nazhir yang kompeten.
BACA JUGA KOMPETENSI NAZHIR PROFESIONAL
Para nazhir, melalui aplikasi penerimaan wakaf ini, diharapkan pula akan dengan mudah memberikan pembaruan informasi kepada para wakif perihal uang yagn diwakafkan. Pengembangan aplikasi wakaf, harus sampai kepada pengembangan fitur-fitur layanan yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, khususnya wakif. Dalam hal ini konstelasi para penyedia jasa layanan harus benar-benar berfungsi.
Dalam merancang aplikasi yang berorientasi pada produktivitas wakaf secara profesional, setidaknya ada konsep dasar yang harus termaktub, yaitu manajemen dan transparansi. Aspek manajemen dalam hal ini, haruslah yang terintergrasi. Selain memudahkan akses informasi bagi masyarakat, pola integrasi juga akan memudahkan lembaga-lembaga terkait dalam menjalin komunikasi sekaligus melakukan fungsi silang evaluasi, hanya dalam sentuhan jari.
Konsep kedua yaitu transparansi. Kita bisa membandingkan dengan rumitnya transparansi harta wakaf berupa tanah atau rumah. Sekalipun digunakan untuk kepentingan bersama, namun tidak akan ada kejelasan dan kepastian terkait fluktuasi harga dan nominal kebutuhan perawatan dan pengelolaan harta wakaf. Maka dari itu, platform digital yang juga menfasilitasi penerimaan wakaf uang akan lebih menitikberatkan pada transparansi laporan penerimaan dan pemanfaatan uang yang diamanahkan.
Persoalan harta wakaf yang diam, dengan fleksibilitas uang sebagai alternatif harta wakaf pun akan terselesaikan. Produktif, dalam konteks berdaya guna dan berhasil guna, akan lebih mudah karena pemanfaatan wakaf uang tidak terikat bentuk dan lokasi bangunan yang tujuan pemanfaatannya lebih sempit, sebatas menjadi masjid, pesantren, atau sekolah. Lembaga bisa memanfaatkan sebagai bantuan kemanusiaan atau permodalan tanpa riba kepada masyarakat. Dengan demikian, akan segera terwujud ekonomi masyarakat Indonesia tanpa riba, melalui optimalisasi pemanfaatan wakaf yang produktif, melalui platform digital yang moderen, dan sesuai syariat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI