Mohon tunggu...
Rahma Roshadi
Rahma Roshadi Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Bahagia

Penikmat tulisan dan wangi buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keterbukaan, Cara Ahmadiyah Dinginkan Fitnah

7 Oktober 2019   08:53 Diperbarui: 7 Oktober 2019   09:18 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu pagi di kota Semarang. Seperti biasa, tumpah ruah masyarakat di arena car free day kawasan simpang lima menggantikan tumpukan kendaraan. 

Bukan hanya untuk berdagang, arena car free day sudah lazim digunakan pula untuk mereka yang ingin berbagi informasi tentang kegiatan organisasi atau pentas seni. Mulai dari kegiatan mahasiswa, orasi dan aksi teaterikal, kegiatan sosial, dan beberapa stan organisasi yang memperkenalkan eksistensi.

Ada yang menarik di arena CFD minggu ini, yaitu sebuah stan informatif dari organisasi keagamaan, Jemaat Ahmadiyah Cabang Semarang. Berdiri di sekitaran jalan Pahlawan, mereka membawa serta informasi dari literatur internal berupa buku dan brosur, tak lupa hadir pula beberapa pengurus yang melayani dengan ramah setiap pengunjung yang berkenan menghampiri.

Sebuah standing banner bertuliskan "Love For All, Hatred For None", sepertinya menjadi daya tarik yang kuat bahwa mereka bukan sekte ekstremis yang menutup diri dari yang berbeda pendapat. Mengapa? 

Tanpa perlu orang tahu bahwa mereka adalah organisasi keagamaan, pesan tersebut secara tersirat menyampaikan makna damai dan ajakan untuk menebarkan benih cinta kasih kepada sesama, menggantikan syak wasangka di antara semua manusia.

Jemari ini sejenak terusik untuk mencari informasi lebih dalam lewat 'mbah google' dengan kata kunci 'ahmadiyah'. Beberapa informasi berita dan situs rujukan banyak terpampang di banyak laman, dan hampir berimbang antara suguhan data objektif dengan kritikan negatif. 

Beberapa situs berita bahkan belum menarik tulisannya tentang ahmadiyah sebagai aliran menyimpang.Tidak puas hanya membaca, kaki ini seperti meronta untuk, lebih baik, langsung bertanya.

Ternyata rasa penasaran ini juga menular ke beberapa penikmat CFD yang lain. Beberapa dari mereka sudah lebih dulu merapat untuk sekedar membaca buku dan brosur yang terpajang di meja. Sekilas terbaca judul-judul buku yang islami, tetapi tetap objektif dan informatif. 

Lebih dalam dari itu, slogan damai yang terpampang didukung pula oleh tampilan banner serupa yang menampilkan berita penyebaran ajaran Islam ke berbagai sudut dunia oleh pimpinan internasional jemaat ini, yang mereka akui sebagai khalifah rohani.

Mendengar kata khalifah, telinga ini seperti tidak asing dengan ingar-bingar permintaan beberapa organisasi keagamaan di Indonesia yang meneriakkan hal serupa. Tapi rasanya ada yang berbeda dengan khalifah yang mereka maksud, dengan khalifah yang ada di ahmadiyah ini. 

Karena tidak pernah terdengar mereka meminta 'porsi' negara, melainkan tetap tunduk pada kedaulatan NKRI. Begitu pula ahmadiyah di negara-negara yang lain, yang menurut informasi dari obrolan dengan penjaga lapak, saat ini jemaat ahmadiyah sudah tersebar di 213 negara. Wow!

Dan benar saja, sebuah buku yang berisi kumpulan riset ilmiah beberapa peneliti, yang notabene bukan anggota jemaat ahmadiyah, memaparkan sistem kekhalifahan dalam jemaat ini yang hanya mengikuti bayang-bayang kenabian sebagai pedoman hidup. 

Sama sekali bukan menginginkan kekhalifahan sebagai sebuah kedaulatan mutlak untuk menggantikan sistem kenegaraan yang sah, di mana pun mereka berada. Dan hal ini, menurut informasi dari pelapak juga, adalah nasihat dari Huzur (sebutan untuk khalifah ahmadiyah -- pen) untuk seluruh jemaatnya.

Satu hal lagi yang bagi saya menarik adalah, sebuah kitab Alquran yang juga turut dipamerkan. Dalam hati saya bertanya, 'kenapa harus memamerkan Alquran?'. Kan sudah jelas kitab suci agama Islam adalah Alquran, apa lagi yang harus dijelaskan?

Pertanyaan saya pun terlontar sederhana. "Ada yang berbeda dari Alquran yang itu?". Jawabannya pun sama simpelnya. "Tidak ada."

Sepertinya mas-mas penjaga lapak sedikit membaca kerutan di kening saya. Sampai akhirnya mereka menjelaskan bahwa tidak sedikit dari masyarakat yang belum sepenuhnya menerima keberadaan mereka. 

Alih-alih melakukan tabayyun, tidak sedikit yang justru langsung membentuk dan menggiring opini tentang kesesatan ahmadiyah, salah satunya melalui pemberitaan bahwa mereka tidak berpedoman pada kitab suci Alquran, melainkan memiliki kitab sucinya sendiri.

Bukan hanya itu, beberapa poin penafsiran tentang kedatangan imam mahdi juga kerap menjadi perbincangan hebat di beberapa kalangan pengamat. Tapi hal itu tidak terlalu membuat saya terusik, karena berkeyakinan Islam bagi saya adalah sekadar cara untuk memperbaiki diri, bukan menghakimi. Satu-satunya yang perlu saya berikan penghakiman mendalam adalah, apakah saya sendiri sudah benar-benar berislam?

Di akhir penjelasan, sebelum saya meninggalkan stan jemaat ahmadiyah karena matahari mulai menyengat, ajakan damai dalam tubuh mereka sebenarnya bukan sekadar slogan belaka. 

Kalimat itu adalah roh penyemangat bagi setiap anggota ahmadiyah, bahwa sedalam apapun fitnah yang dihantamkan, para ahmadi tetap harus berpegang teguh pada ajaran untuk berdakwah dengan damai, santun, dan mengedepankan ilmu di atas ego untuk sebatas memenangkan perdebatan.

Saya meninggalkan 'lapak damai' ini dengan senyuman dan sebuah pelajaran. Andai pun mereka tetap dianggap sekte sesat, tapi pesan Islam damai demikian apik disampaikan, yang justru mulai jarang terdengar dari organisasi lain yang juga mengaku paling Islam. 

Jemaat Ahmadiyah Cabang Semarang sudah demikian membuka diri dengan sangat santun kepada khalayak, dan ini adalah sebuah langkah yang sangat positif untuk ditanggapi dengan cara yang elegan dan tak kalah santun bagi mereka yang ingin tabayyun. Apa salahnya bertanya, daripada langsung percaya dari berita belaka.

Love for All, Hatred for None.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun