Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Manusia, Teknologi, dan Nusantara

23 Maret 2021   00:06 Diperbarui: 23 Maret 2021   00:34 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay/Anemone123

Entah bagaimana bisa negeri yang kata orang dulu disebut berisikan manusia ramah tamah, baik akhlaknya, sopan bicaranya pada beberapa tahun belakangan justru seperti menolak klaim dan sanjungan yang diberikan tadi. Amat memilukan melihat fenomena "keberingasan" yang sayangnya telah kadung dianggap kebiasaan ini menjadi hal yang seolah lumrah dan keharusan untuk terus dilakukan. Mereka menjatuhkan lawan-lawannya di kolom komentar dengan  penuh gagah berani, lewat emoticon yang penuh amarah, dan dengan reply yang teramat menohok dan keras, serta tombol dislike yang dilandasi tak jarang dilandasi iri dengki.

Identitas dan jatidiri kemanusiaan manusia penghuni nusantara agaknya kini mencapai meja hijau pertaruhan yang penting untuk segera dapat disikapi dengan pikiran dan hati yang jernih. Pernyataan tersebut perlu direnungi bersama, perlu juga kiranya pertanyaan tentang apa yang telah dilakukan selama ini dengan bersikap yang cenderung mengedepankan arogansi itu dapat dibenarkan.

Disinilah konsep bener lan pener perlu menjadi perhatian untuk lantas direfleksi. Senada dengan itu, konsep halallan thayibban pun sedikitnya mengarah pada makna yang sama, yakni bahwa meskipun apa yang kita lakukan itu benar baik itu secara hukum atau teoretis, tetapi pertimbangan lain pun perlu diperhatikan agar apa yang menjadi kebenaran itu tidak lantas rusak karena cara pengaplikasian kebenarannya justru kurang atau bahkan tidak menunjangnya.

Benar bahwa di saat-saat krisis dan kemajuan berada pada garis yang sama dewasa ini, kita memerlukan penyikapan yang lebih ekstra agar mampu melangkah melalui jalan kebijaksanaan yang pada hakikatnya tidak mudah. Akan tetapi, mau sampai kapan kehidupan kita terus dipenuhi oleh perpecahan, ketidakharmonisan, dan saling serang? Menjemukan tentunya, dan terlebih jika dibiarkan hal tersebut akan terus merongrong unsur esensial kemanusiaan kita yaitu akal yang jernih dan hati nurani.

Dua hal esensial itulah yang perlu secara sungguh-sungguh diperjuangkan, khususnya manusia negeri yang konon ramah tamah dan cerdas ini. Namun upaya mencapai cita-cita luhur ini memang tak semudah yang terkira, perlu sebuah upaya extraodinary demi menjaga marwah kemanusiaan kita yang teramat mahal harganya.

 Pada akhirnya, seperti yang dikatakan Naisbitt bahwa kemajuan peradaban yang khususnya didominasi oleh pesatnya perkembangan teknologi perlu juga diimbangi oleh kehalusan budi serta nalar kritis agar kesetimbangan antara modernitas dan humanitas itu sedikitnya dapat kita cicipi buah manisnya. Manusia nusantara pun memiliki peluang yang sangat besar untuk ikut menjadi pelopor dalam membangun tatanan dunia yang lebih baik. Kini pertanyaannya, maukah kita mengevaluasi diri, menginsyafi setiap kesalahan, dan secara bijaksana dengan jiwa ksatria mengaku bersalah dan lantas bersama-sama kita memperbaiki diri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun