Di kantin belakang kampus, Ical sibuk memainkan gawainya. Ia nampak begitu serius, lirikan matanya seolah tertancap pada layar. Hampir setengah jam Ical berdiam pada posisi itu tanpa gerak gerik sebagai tanda ketidaknyamanan. Desir angin yang cukup kencang siang itu bahkan tak sanggup mengganggu kekhidmatannya. Angin hanya mampu menghempaskan poni rambutnya yang panjang itu sampai bergoyang ke kanan dan ke kiri.
Wahyu dan Dede yang datang kemudian dan duduk di samping Ical juga tak mampu melerai fokusnya. Padahal tiga kali Dede sudah memanggil-memanggil namanya.Â
Saat sudah berada persis di samping Ical, Dede mencondongkan wajahnya tepat di samping wajah Ical, tampak seperti seorang kekasih manja yang usil dan penasaran dengan apa yang dilakukan pasangannya. Tak lama setelah itu terdengar suara "Treenggg" sebuah ranting pohon yang cukup besar jatuh tepat di atas kanopi kantin.
Sontak hal tersebut membuat Ical "terjaga" dari fokusnya, dan saat ia memalingkan wajah ke arah kiri, ia kaget bukan main.
"Innalilahi" Seru Ical kala melihat wajah Dede yang tepat di pinggir pipi kanannya.
"Waduh!" Balas Dede sambil memegang dagunya yang terkena sikut tangan Ical.
"Wah wah maaf bro, lu sih ngagetin!"
Wahyu tertawa terbahak-bahak melihat tingkah konyol kedua rekannya. Sambil masih menahan tawa, Wahyu bertanya.
"Lagi apa sih Cal, serius amat lu"
"Iya, gua panggil nggak noleh juga lu" Gumam Dede kesal.
"Ah kalo bukan suara akhwat nggak bakal kedengeran" Balas Ical sambil terkekeh.