Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis: Mengharu Biru bersama Kesedihan Baru

10 Juli 2020   07:57 Diperbarui: 10 Juli 2020   07:55 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Photos_kast

Bersama dengan berjalannya untaian kehidupan dalam keseharian laku hidup para anggota KIMBERLI terus bermetamorfosa dari kelakuannya yang semula primitif menuju peradaban cukup modern. Hanya saja seperti galibnya, ikhwan mistis yang dalam hal ini terakumulasi dalam KIMBERLI selalu lekat dengan kepedihan hidup, terutama persoalan seputar akhwat.

Hari-hari ini, setelah Ical dan Wahyu mulai melepaskan diri dari jeratan status social sebagai kaum proletar, tentu saja secara tidak langsung cukup membuat sebuah ketidakseimbangan social. Kondisi ini mungkin terlihat biasa saja dan oleh banyak orang dianggap sebagai kewajaran atas akselerasi kelas. Tetapi secara filosofis dan tidak langsung jika diperhatikan kembali sebetulnya memberikan dampak yang cukup signifikan.

Contoh konkrit yang dapat dilihat secara kasat mata adalah tentang pembagian beban kecemasan secara tidak merata. Jika biasanya beban berat itu ditanggung oleh para kaum proletar yang ditopang oleh tiga sosok utama yaitu Dede, Ical, dan Wahyu, kini penanggungan beban tertumpu kepada Dede. Oleh karenanya jika tetap dibiarkan begitu, maka lama kelamaan pembagian beban kerja yang tidak seimbang akan berimbas kepada tingkat focus dan konsentrasi para anggota KIMBERLI dalam mengawal dan menjaga keamanan kampus, terutama ekosistem yang nyaman bagi para akhwat.

Dalam situasi yang penuh ketidakpastian tersebut, Dede beruntung menemukan Izal yang kini mulai cukup sering menemani kegundah gulanaannya selepas mulai jarang bersua Wahyu dan Ical. Kurang lebih selama dua minggu ini Izal cukup sering bersama Dede, tentu Dede pun merasakan sesuatu yang janggal, bukan karena ia tidak nyaman bersama Izal, hanya saja Dede merasa aneh karena biasanya Izal lebih banyak berkumpul bersama Babe dan Duls.

Pada sebuah kesempatan, saat Dede tak dapat lagi menahan rasa penasarannya ia mencoba mencari celah untuk menanyakan motivasi dan alasan Izal menjadi lebih sering bersamanya.

"Zal ko keliatannya lu sekarang jarang banget buka HP" Tanya Dede.

Izal terdiam sejenak, lalu menengok perlahan "Lagi males aja"

"Wah masa sih, biasanya HP udah kaya pake lem ditangan lu, nempel banget" Oceh Dede.

Izal menarik nafas dalam-dalam, pandanganya mendadak tertunduk, kedua tangannya mengepal perlahan "Hmmmm, sebenernya sih lagi mau cari ketenangan aja De" Jawab Izal dengan suara nyaris seperti berbisik.

Mendengar jawaban itu Dede mulai menegakan posisi duduknya, ia juga menggeser posisi bangku kantin agar lebih dekat dengan Izal. Cara bicaranya pun sedikit dirubah menjadi lebih bersahaja.

"Ada masalah kah Zal?" Tanya Dede.

"Biasa De"

"Biasa gimana?" Dede heran.

"Ah lu juga tau masalah apa kan?"

Dede sebetulnya sudah tau masalah yang dikeluhkan oleh Izal, hanya saja demi menjaga perasaan, Dede mencoba bertindak dengan etis dan berwibawa.

"Masalah keluarga?"

"Bukan De"

"Masalah ekonomi?"

"Itumah kan dari dulu sih De"

"Masalah kuliah?"

"Kalo itu nggak gua anggap masalah?"

"Ee ee ee hmm" Suara Dede tertahan sejenak "Soal akhwat?"

Izal menghembuskan nafas perlahan-lahan dan seolah terasa bahwa hembusan nafasnya mengeluarkan kegundahan yang selama ini menjadi benalu di benaknya.

"Mungkin sepertinya itu De"

Tak disangka oleh Dede, ternyata berawal dari jawaban singkat tersebut Izal selanjutnya makin terbuka. Awalnya Izal berbicara tentang masalahnya dengan seorang akhwat kampus adalah karena perbedaan pandangan semata, namun setelah diusut lebih jauh dengan beberapa bantuan intel, rupanya data dan fakta yang diperoleh ternyata cukup membuat Izal tidak dapat tidur dan tidak enak makan. Persoalan ternyata boleh dikatakan cukup serius, dan nampaknya akan menjadi bom waktu yang di waktu-waktu ke depan akan cepat meledak. Dari situlah Dede menjadi cukup tertarik untuk menanggapi masalah yang didera oleh Izal secara lebih intens dan serius.

 Selain menjelaskan masalah yang dialami oleh Izal sendiri, ia juga mengungkapkan beberapa masalah yang juga dialami oleh yang lain, di sinilah Dede juga berkenalan dengan ikhwan kampus garis tengah yang selama ini kurang begitu terekspos kabar beritanya, di antaranya adalah Heru, Iyan, dan Ganjar. Untuk kasus Heru misalnya ia menjadi korban dari penikungan di garis akhir saat hendak melakukan pendekatan dengan seorang akhwat, Iyan dan Ganjar kasusnya pun tak jauh berbeda. Pelakunya sendiri tentang sabotase pendekatan akhwat seperti yang sudah diduga oleh Dede tidak lain adalah ikhwan borjuis.

Tuturan Izal pun makin meluas kepada orang-orang baru yang sebelumnya tidak disangka-sangka oleh Dede, satu di antara yang cukup membuat geger adalah munculnya nama Bos Aman. Namanya memang tidak banyak muncul dalam pergumulan ikhwan mistis selama ini, tetapi jika ditilik dari segi pengaruh, sejarah membuktikan bahwa ia merupakan salah satu orang paling berpengaruh dalam kehidupan kampus. Bos Aman merupakan the invisible hands layaknya konspirasi elit global soal tatanan dunia, dan di lingkungan kampus ialah gambaran atau analoginya.

Sebagaimana informasi yang diperoleh itu, maka Dede makin dibuat was-was, pasalnya ketika Bos Aman mulai terganggu dari zona nyamannya selama ini sepertinya akan membuat suasana makin panas, karena pengaruh Bos Aman dapat membuat suasana makin runyam. Dalam pikirannya mungkin akan terjadi semacam perang dingin atau bahkan lebih buruk adalah perang terbuka antara ikhwan proletar dan borjuis kembali terjadi. Hal ini semakin jelas mungkin terjadi karena informasi Heru dan Iyan menyatakan bahwa nama-nama seperti Bale, Egi, dan Roy terlibat dalam skandal sabotase pendekatan akhwat.

"Jadi yang terlibat di antaranya ada Bale, Egi, sama Roy, mereka setau gue main belakang, padahal mereka juga tau kalo akhwat itu udah jadi inceran seseorang di antara kita-kita, tapi sikap mereka seolah nggak menghargai kita juga yang susah payah berjuang" Ujar Heru pada Izal.

Pada situasi tersebut Dede menilai bahwa pikirannya soal kemungkinan terburuk bisa jadi benar adanya. Dede saat ini berada pada situasi yang cukup sulit nan dilematis. Di satu sisi ia kecewa juga dengan ikhwan borjuis dan di satu sisi ia juga ingin menjaga kedamaian situasi kampus, terutama antara ikhwan borjuis dan proletar yang selama ini ia perjuangkan. Semuanya menjadi tidak pasti dan membingungkan.

To be continued!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun