Apalagi dalam konteks Indonesia, seperti juga dikatakan misalnya oleh Koentjaraningrat bahwa masyarakat tanah air cenderung memiliki semangat kolektif kolegial yang tinggi di setiap daerahnya.
Sejarah telah bukti dan dampak positif yang pula bahwa negara Indonesia pun bisa merdeka atas jiwa sosial dan kolektif yang tinggi. Hal yang tidak boleh dilupakan juga bahwa tingginya jiwa dan semangat kebersamaan itu tidak lain merupakan hasil dari pendidikan yang progresif.
Sekilas terlihat bahwa pendidikan dan keterampilan sosial telah secara gamblang menampakan pengaruhnya dalam percaturan peradaban manusia. Sebagai sebuah puzzle dari roda peradaban tentu saja dalam perjalanannya akan selalu menemui tantangan. Buktinya pada era sekarang yang banyak disebut masa emas perkembangan teknologi, jiwa sosial dan kolektif manusia justru makin lama makin tergerus.
Nietzche secara futuristik pernah mengatakan bahwa di masa depan pola kehidupan manusia akan berubah menjadi lebih individualitis. Percaya atau tidak namun agaknya dugaan Nietzche memang menjadi realita saat ini.Â
Perkembangan teknologi seperti gawai dan komputer telah jauh membawa tingkat kehidupan manusia menjadi lebih tinggi. Pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Kegiatan ekonomi bisa dengan mudah terjadi hanya lewat sentuhan di layar gawai masing-masing. Semuanya hampir bisa dilakukan tanpa perlu beranjak dari tempat tidur, sofa, atau keluar rumah.
Tua muda seperti yang digambarkan oleh Don Tapscott telah menjadi manusia yang serba digital dalam artian lebih ingin serba praktis tanpa repot kesana dan kemari. Kondisi dunia saat ini yang demikian itulah yang membuat aktivitas sosial secara tatap muka menjadi lebih berkurang.Â
Apalagi dengan berkembangnya banyak platform hiburan di jagad digital seperti game online, streaming video, dan sosial media makin membuat manusia jarang berkumpul dalam ruang nyata.
Lantas mengapa hal-hal yang bernilai kemajuan dan modern ini bisa dimaknai mengurangi jiwa sosial manusia, benarkah demikian? Tentu saja banyak hal baik dan buruk dengan pola interaksi sosial pada jagad digital ini.Â
Hanya saja seperti yang dialami pada masa pandemi seperti sekarang, secanggih-canggihnya teknologi tetap tidak dapat menggantikan rasa dan momen pertemuan dan aktivitas langsung.Â
Selain dampak peradaban modern, lunturnya jiwa sosial juga tak lain disebabkan oleh maraknya tragedi dan krisis kemanusiaan yang kini makin menjamur seperti korupsi, genosida, rasisme, dan banyak tragedi lainnya.
Kembali pada topik peraban sosial manusia modern, memang perlu diakui bahwa manusia saat ini meminjam istilah Freire yaitu manusia yang "teralienasi" atau manusia yang asing.Â