Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dongeng dalam Realitas Krisis Tradisi Lisan

15 Februari 2020   16:38 Diperbarui: 15 Februari 2020   16:32 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/KELLEPICS

Beberapa dekade lalu, saat teknologi belum segencar dan semasif sekarang mungkin kita pernah berada dalam posisi manakala cerita rakyat, dongeng, nasehat, dan legenda menjadi topik yang seru dicarakan oleh generasi muda khususnya anak-anak.

Di bangku sekolah kita dikenalkan dengan berbagai macam dongeng dan cerita dari berbagai macam daerah. Mungkin kita tidak asing dengan cerita Sangkuriang, Bawang Putih Bawang Merah, Timun Mas, dan Maling Kundang. Dulu beberapa cerita di atas begitu hits, mendapat atensi yang besar dari generasi muda, dan juga mampu menjadi buah bibir dikalangan mereka.

Kita juga mungkin sering mendengar cerita bahwa orang tua zaman dulu pandai sekali bercerita. Misalnya ketika hendak menidurkan anak mereka, sehingga belakangan muncul istilah populer dongeng sebelum tidur. Respon anak-anak zaman dulu begitu antusias ketika menyimak paparan cerita dari orang tua, bahkan banyak juga cerita bahwa anak-anak bisa sampai menangis jika tidak dibacakan cerita oleh orang tuanya.

Ya, semua itu menjadi kegiatan yang sangat familiar beberapa dekade lalu. Bagaimana dengan saat ini? Saya kira masih ada orang-orang yang menjadikan dongen sebagai sarana untuk meningkatkan daya kreatifitas anak. Namun, saya cukup sangsi jika masih banyak orang tua yang meninabobokan anaknya dengan menyanyi atau mendongeng.

Dongeng dan tradisi lisan lain memiliki peran penting sebagai sarana penunjang daya imajinasi dan kreasi anak. Mereka diberi wahana untuk bermimpi dan membangun cita-cita. Selain itu tradisi lisan menurut Ajip Rosidi dalam memoarnya "Hidup Tanpa Ijazah" mampu menstimulus dirinya agar menjadi pribadi yang mencintai kegiatan berfaedah seperti membaca dan menulis.

Kegiatan mendongeng meskipun memiliki banyak manfaat, akan tetapi jika dibenturkan dengan zaman dan minat generasi muda saat ini seolah tidak menemukan daya pikatnya lagi. Mendongeng seolah menjadi kegiatan yang tabu untuk dilakukan oleh para orang tua, mungkin karena mereka sendiri jarang dibacakan dongeng saat mudanya.

Krisis mendongeng ini sejalan dengan yang dikatakan Tilaar bahwa tradisi lisan dewasa ini mulai redup karena tidak diwariskan secara baik. Maka tidak heran jika generasi muda sekarang seperti jauh dengan dunia perdongengan, bahkan tak sedikit yang menilai bahwa dongeng adalah kegiatan yang norak dan katro.

Jika kita telusuri lebih jauh, dongeng memiliki banyak muatan positif di dalamnya, baik itu nilai karakter, pengetahuan, sejarah, budaya, dan religius. Semua bisa terdapat dalam sebuah dongeng. Mendongeng juga merupakan sarana pendidikan yang efektif bagi anak. Mereka diajarkan untuk bisa meneladani tokoh protagonis dalam cerita, dan menjauhi sikap tercela tokoh antagonis.

Mendongeng tidak boleh sekedar menjadi dongeng dimasa depan. Ia harus terus bergelut dan menyesuaikan diri dengan zaman. Mungkin anak-anak sudah bosan dengan cerita zaman dahulu, maka kini saatnya kita membuat formula baru dongeng dengan cerita sesuai dengan zaman generasi muda saat ini hidup.  

Mendongeng sama seperti puisi atau fiksi pada umumnya. Ia memilki nilai sastra yang tak sembarang orang mampu mengolahnya dengan apik. Tetapi tentu tidak berarti hanya orang-orang tertentu saja yang boleh mendongeng. Bahkan pada umumnya semua dari kita perlu membudayakan lagi tradisi lisan ini agar tidak punah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun