Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Keantapan

4 Desember 2019   21:31 Diperbarui: 4 Desember 2019   21:32 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senyap, sunyi, sepi. Gelap gulita jalur yang ditempuh. Penuh kekelaman, tersita pekatnya kegelapan, tersandra muramnya pengelihatan. Bergerak dengan ketenangan, mengalir dengan khidmat, sampai tak ada riak yang dihasilkannya. Amat hati-hati dan teratur.

Keselarasan gerak buat perlakuan jadi Nampak bias. Terhindar dari sorotan, jauh dari keriuhan. Semua nampak tersusun dalam keterpaduan yang ciamik. Betapa gembiranya ada dalam kondisi yang menghibat. Betapa dukanya pula ada dalam kondisi yang seolah tiada.

Sahaja terasa berlaku secara biasa, tanpa ciri istimewa, tanpa ciri mendamba. Hanya diam, menarik diri di remang sorot pencahayaan. Sembunyikan diri dalam gorong kehampaan. Prinsip relung hati bersabda demikian, hilanglah saat dan setelah kebaikan.

Biar sebaran kabar yang jadi penawar. Bahwa keantapan bawa kebestarian, bawa kealiman. Biar dentuman tawa, merekahnya senyuman, juga luwesnya kelakuan jadi bayaran. Atas semuanya, itu lebih dari cukup menentramkan, menenangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun