Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kegetiran

21 November 2019   20:30 Diperbarui: 21 November 2019   20:34 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay

Jemu, mungkin pernah terbersit hal itu dalam pikiranmu. Bosan, seringkali mungkin hinggap di benakmu. Entah mengapa setiap kali merefleksi diri, aku merasa lemah dan tak berdaya. Seolah semua kekuatan lenyap, hilang tersapu ketidaktahuan.


Minim, memang yang kupunya hanya ketidakpunyaan. Cukup lama aku terjerembab dalam kealpaan, bahkan hingga saat ini. Modal untuk berubah sering tergerus labilnya emosi, kadang naik, banyak turunnya. Tapi, niat membahagiakan bukan sekedar gumaman belaka. Itu benar, meski aku belum tau bagaimana melakukannya.


Gagal, aku rasa banyak kekurangan dalam upaya mulia itu, jelas karena kedunguanku dalam bertindak. Kebodohan terlalu lama bersemayam dalam hidupku sampai pengelihatan dan kejernihan dalam bertindak demi pembahagiaan menjadi bias, kabur, keluar dari tujuan, menjauh, tidak menemui sasaran yang diinginkan.


Masih, saat ini belum banyak memang yang kulakukan, yang kuberikan. Sebatas kata jelas takkan memuaskanmu, sebatas paragraf tentu kurang meyakinkamu. Aku paham. Untaian kalimat pun rasanya akan tetap menghasilkan keraguan.


Kisah, cukup sering aku berbagi kisah, sesekali terkesan berlebihan dan dramatis. Aku bisa mengerti jika ada bosan yang menyeruak. Namun, pengelihatan atas hal itu belum nampak, itu patut disyukuri.


Obral, ya memang itu keseharianku selama ini. Berkata ini itu dimana pun dan pada siapa pun. Memastikan untuk menerima ocehanku tentu tak bisa kulakukan. Aku hanya bisa merasa puas, karena ocehanku selama ini ada yang bisa menampung dan berterima.


Jelak, tak terhindarkan, ini terus menjadi kekhawatiranku selama ini. Apakah kejemuan ini akan memuncak menjadi kepasifan atau akan merubah arah pandangmu. Sekilas aku menikmati setiap ujaranku, disisi lain aku was-was akan perubahan yang akan dihasilkannya jua.


Yakin, hanya ini modal utama yang bisa kupercayai. Tiada hal lain selain keyakinan yang bisa menjadi patokan untuk tetap berusaha, biarpun dirundung ketidaktahuan, dengan keyakinan kuharap semuanya baik-baik saja. Ya, sampai nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun