Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babad Ikhwan Mistis: A Man Called Ical

16 Oktober 2019   19:53 Diperbarui: 16 Oktober 2019   20:07 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Free-Photos

"Kita sebagai kaum tertindas, sudah seharusnya bergerak dan melawan, bukan saatnya lagi kita terus menerus seperti ini, kita jangan mau menjadi kaum fatalis" Seru Wahyu

"Benar, kita harus terlepas dari jerat kesadaran naif dan magis" Tambah Dede

Ical termenung sebentar, ia berpikir bahwa haruskah revolusi dicetuskan guna menyelamatkan masa depan mahasiswa di kampus dari jerat konglomerasi dan ekspansi kaum kapitalisme, terutama dalam urusan pergaetan akhwat kampus. setelah berpikir, ia memantapkan pendirian dan sikapnya.

"Betul kawan-kawan, revolusi kita mulai sejak detik ini!" Ujar Ical dengan bersungut-sungut

"Kita sudah selaknya lepas dari jerat kaum kapitalis, mereka kaum borjuis yang dengan semena-mena melakukan ekspansi dengan kekuatan modal sudah seharusnya kita ganyang. Kita sebagai manusia yang beradab sudah seharusnya memiliki kesempatan yang sama dan setara dalam usaha mendapatkan akhwat!" Tambahnya

Atas dasar konvensi tersebut, maka dicetuskanlah upaya revolusi dari golongan yang mereka katakan sebagai kaum ikhwan mistis proletar. Yaitu kaum tertindas yang melawan ketidakadilan. Ical sebagai pionir dalam pendirian ikhwan mistis proletar, menjadi sosok yang penting dan sangat berpengaruh, baik itu dalam perumusan renstra, pembuatan agitasi, dan pengembangan kader.

Ical lewat gagasan-gagasan pentingnya, telah mampu menyebarkan virus perlawanan kepada para kaum yang tertindas untuk bangkit dan melakukan perlawanan. Bukti kerja keras Ical itulah yang kemudian menjadikan dirinya menjadi orang yang sangat diperhatikan gerak-geriknya oleh lawan politiknya yaitu kaum borjuis. Ya, Ical si cendikiawan kesepian patut diawasi, tak boleh diabaikan.          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun