Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babad Ikhwan Mistis: A Man Called Ical

16 Oktober 2019   19:53 Diperbarui: 16 Oktober 2019   20:07 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, banyak hal yang luput terhadap seluk beluk Ical. Kebanyakan orang hanya melihat yang tampak saja diluarnya, tidak dengan dalamnya, perasaannya, batinnya. Ical walaupun di puja-puji, tinggi eksistensi dan berprestasi tetap memiliki sisi kelamnya pula sebagai manusia. Dan, hal itu adalah dalam urusan cinta.

Untuk persoalan ini, Ical seringkali menghindarinya. Jelas ini mengindikasikan bahwa ada yan tidak baik-baik saja dalam benak dan batin Ical, ya, itu soal cinta. Asal muasalnya tidak terlepas dari pengalaman kegagalan untuk mendambakan pujaan hati. Tetapi persoalan ini tidak sekedar ihwal cinta ditolak, jauh lebih dalam, kejadian ini merupakan akibat pertentangan kelas dan efek kapitalisme yang mulai merambah dan meracuni otak para mahasiswa.

Supaya lebih jelas dan paham ceritanya begini. Ical pada suatu kala sudah jatuh cinta pada seseorang, ia cantik, berwajah khas wanita ras melayu, dengan lesung pipinya yang indah. 

Tubuhnya tidak terlalu tinggi, sekitar sebahu Ical, meski begitu ia tetap terlihat mempesona. Matanya indah berbinar, dengan alis matanya yang lentik semakin menampilkan rona anggun dalam pengelihatan. Itu yang Ical rasakan.

Singkat cerita, Ical tahu bahwa ia masih sendiri dan dengan alasan begitulah ia berani untuk mengungkapkan perasaannya. Nahasnya, saat ia menyampaikan niat sucinya, Ical harus menerima pil pahit, ia harus kecewa

"Maaf, bukan saya tidak suka, tetapi kalau boleh jujur saya sudah bersama orang lain, maafkan"

Ical tertegun, darahnya terkesiap. Kemudian dengan tatapan nanar dan sabar Ical bertanya "Baiklah kalau begitu saya turut bahagia. Terakhir, lantas siapakah ia yang kini sudah bersamamu?"

"Maafkan saya, untuk hal itu saya tidak bisa menjawabnya"

Sampai disana, Ical hanya bisa menahan rasa kecewa melalui sebuah garis senyuman kecil lalu tak lama pamit undur diri dihadapannya. Langkahnya berat, sendi-sendinya lemas, dan tentu, dengan kepala yang tertunduk lesu. Tak berselang lama, kekecewaannya lagi harus bertambah. Baru saja ia sampai di kantin dengan lemah, saat ia membuka HP dan membuka instagram, ternyata pertanyaannya yang tidak dijawab tadi telah menemukan titik terang. Ya, temannya, baru saja mengupload foto bersama wanita pujaannya dengan caption "Akhirnya ku memilikimu <3"

Hawa emosi langsung mengepul di ubun-ubun Ical, adrenalinnya untuk marah mengeggebu-gebu dalam sukma. Tetapi mau bagaimana lagi, ia tidak akan mungkin bisa merubah keadaan yang sudah terjadi. Darisanalah persepsi Ical terhadap cinta menjadi ambyar, dan persepsi terhadap tukang tikung menjadi sangat sensitif.

Ada hal yang selanjutnya merubah lagi cara pikir Ical terhadap kasus yang menderanya. Hal ini terjadi manakala ia bertemu dengan Wahyu dan Dede. Berdasarkan kesamaan nasib, kelas dan tragedi mereka jadi sering berkumpul. Hal-hal yang menjadi topik pembicaraan tidak jauh seputar bacaan, pergerakan dan tentu percintaan. Hingga pada suatu saat mereka memiliki kesamaan visi dan gagasan pada rencana pergerakan perlawanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun