Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Demokrasi, Menjaga Nurani

29 September 2019   10:23 Diperbarui: 29 September 2019   11:17 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasan seharusnya menjadi hal yang mutlak perlu disadari oleh bersama sebagai ruh utama sebuah negara berasas demokrasi. Tentunya kebebasan disini bukan semata-mata bebas bablas. Kebebasan dalam tatanan masyarakat dan kultur multidimensi seperti Indonesia, adalah kebebasan yang berkeadaban.

Kata kebebasan akhir-akhir ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan di beragam lini. Mulai media sosial, radio dan televisi, semua kompak membicarakan ihwal kebebasan. Para peneliti, tokoh bangsa, aktivis, akademisi dan mahasiswa kerap menyuarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebabasan.


Apalagi dengan adanya isu pengesahan RKUHP yang menghebohkan itu. Diskursus mengenai kebebasan menjadi lebih kuat lagi arusnya. Hawar ketidaksetujuan datang dari mana-mana dalam menyikapi pengesahan RKUHP. Penolakan yang digaungkan datang atas dasar kekhawatiran terhadap pasal-pasal kontroversial yang ada di dalamnya.


Misalnya mengenai penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara lainnya yang bisa berujung pidana. Keadaan pasal itu seperti membawa kembali nuansa orde baru ke zaman sekarang. Kondisi saat para aktivis zaman orde baru dengan mudah dapat dikriminalisasi dan pada akhirnya dijebloskan ke dalam penjara begitu saja.


Sekarang, suasana seperti dulu, anginnya seperti mulai terasa kembali hadir. Upaya pelemahan terhadap sikap kritis masyarakat agaknya tertuang dalam RKUHP edisi revisi itu. 

Kita mungkin ingat, sebelum RKUHP ini, UU ITE begitu ganas dalam mengkerdilkan sikap kritis masyarakat. Banyak orang terjerat oleh berbagai pasal dalam UU ITE hanya karena ucapan bernada mengkritik di media sosial.


Sekarang, upaya pelemahan itu sepertinya coba digencarkan lagi dengan adanya RKUHP yang baru. Saya hanya tak bisa membayangkan bagaimana nanti para akademisi, aktivis, dan tentunya masyarakat luas akan begitu ketakutan dalam menyampaikan aspirasinya jika ancaman pidana begitu nyata di pelupuk mata mereka.


Tolak ukur seseorang menyatakan kritik dan menghina terkadang sukar sekali dibedakan. Ada yang mengkritik bernada sarkas dan menghina, ada pula yang satire, tapi dalam beberapa kasus keduanya ditangkap juga. 

Lalu harus bagaimana cara masyarakat agar bisa mengkritik dengan aman? Belakangan aksi penyampaian aspirasi oleh mahasiswa pun kerap dituding ditunggangi dan tidak relevan.


Ada pula yang beropini tentang kasus kekerasan di papua malah disangka menebar kebencian dan permusuhan. Ya, ujung-ujungnya di bui. Kembali pada kalimat awal pada tulisan ini. 

Kebebasan yang berkeadaban perlu kiranya dipahami oleh bersama adalah sebagai tugas dari masyarakat dan pemerintah. Keduanya punya peran yang sama sebagai agen kebebasan yang berkeadaban.


Masyarakat tentu sebagai pemberi masukan terhadap pemerintah harus diberikan ruang terbuka untuk menyampaikan aspirasi, baik itu secara lisan maupun tulisan. 

Kebebasan masyarakat untuk berpikir dan menyatakan pendapat tanpa dihantui oleh hukuman dan bui sangat perlu diutamakan. Lalu masyarakat pula perlu melandaskan aspirasinya pada asas kejujuran, dalam arti yang disampaikannya adalah hal yang dapat dipertanggungjawabkan.


 Di sisi lain, pemerintah sekiranya perlu lebih tenang dan tidak phobia terhadap segala kritik yang disampaikan oleh masyarakat. Yaitu dengan tidak buru-buru menjustifikasi apa yang dikatakan orang lain sebagai ujaran kebencian atau penghinaan. 

Sekali lagi membedakan krtitik dan penghinaan sukar sekali, maka jangan sampai pemerintah malah menangkapi semuanya, baik itu pengkritik yang murni atau penghina sekaligus.


Jelas hal tersebut apabila terjadi merupakan sebuah kemunduran demokrasi bangsa kita. Maka dari sini kita memerlukan kedewasaan berpikir dari masyarakat, dan kematangan pengambilan kebijakan dari pemerintah agar proses demokrasi kita bisa berjalan lancar dan selaras dengan amanat konstitusi. Ya, demokrasi yang tidak kebablasan, dan demokrasi yang tidak baperan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun