Tentu saja aku memilih diam. Sudah kukatakan aku terlalu malu untuk bangkit dan menawarkan bantuan padamu. Akhirnya engkau memang benar-benar kebingungan sendiri atas keputusanku ini. Maafkanlah. Lalu kemudian, kejadian itu ada dan merubah semuanya, menjadi tonggak sejarah perjalanan hidupku. Hingga sekarang.
Engkau yang kebingungan, lantas mondar-mandir, dan lalu pada satu saat kau menatapku. Tatapan yang takkan terlupa. Mungkin. Engkau lantas berjalan mendekatiku dengan pasti. Aku sendiri, tidak terlalu berharap pada momen itu. Kukira kau tak sengaja saja menatapku dan akan berjalan melewatiku saja. Tetapi tak kusangka, engkau menyapaku.
"Maaf, Mas" Katamu tergagap "Numpang tanya, kalau barisan buku bisnis sebelah mana ya?"
Darahku terkesiap, aku yang kala itu pura-pura membaca buku, lagi-lagi karena aku malu padamu, hanya menjawab dingin "Itu di lantai 2, ada di klass E"
Aku sadar, pasti engkau bingung dengan jawabanku, sehingga kau perlu lagi bertanya "Maaf, itu di sebelah mana ya mas?"
Baiklah Rena, aku kalah untuk tidak peduli padamu. Sebetulnya bisa saja aku jelaskan dengan kata-kata, lalu engkau melengos sesuai arahanku. Tapi kala itu aku bangkit, entah mengapa.
"Mari, saya antar mba" Jawabku dengan ramah
"Oh maaf, terimakasih ya mas" dan engkau membalasku dengan malu
Sepanjang jalan di perpustakaan itu, hatiku berdebar Rena. Engkau rasanya terlalu menimbulkan dampak yang berlebihan padaku. Bahkan aku sama sekali tidak berani melihat ke belakang. Ya, ke arahmu. Perasaanku mengatakan engkau masih berjalan di belakangku, itu dibuktikan dengan suara berjalanmu yang lembut.
Tak lama, tugasku selesai untuk mengantarmu ke tujuan. Aku rasa tidak ada hal lagi yang bisa kubantu padamu. Sehingga aku bergegas pergi. Saat hendak melangkah pergi, suaramu selama beberapa saat menahanku berjalan menjauh
"Mas, maaf merepotkan, terimakasih sudah membatu" Katamu