Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Jalan di Tempat

27 Mei 2019   17:23 Diperbarui: 27 Mei 2019   17:37 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurang bijak rasanya jika mengatakan tidak ada pembaharuan dan kemajuan dalam sistem pendidikan nasional kita. Dari segi anggaran pendidikan jelas dewasa ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Track record membuktikan bahwa setiap tahun anggaran pendidikan terus naik. Begitu pula jumlah perbaikan sekolah terus digenjot untuk memenuhi kebutuhan belajar murid.

Tidak hanya itu usaha dalam memberikan akses pendidikan yang merata ke seluruh pelosok negeri juga terus diupayakan. Meskipun usaha-usaha pembenahan tadi terus dilakukan namun hal tersebut juga dibarengi dengan munculnya masalah lain yang mana menggerogoti marwah dunia pendidikan kita hingga hampir menemui ajalnya.

Baru-baru ini kita lihat berita mengenai korupsi dana pendidikan, peredaran ijazah palsu, tawuran remaja, problem guru honorer, dan sekelumit masalah pendidikan lainnya masih terus menerjang. Dalam menghadapi persaingan global di era revolusi industri 4.0 yang cepat ini, pendidikan kita masih sibuk melakukan pembenahan diri dari setiap permasalahan yang ada.

Hal ini jelas membuat kondisi bangsa di dalam percaturan dunia menjadi terhambat. Bukan tanpa alasan, jika pendidikan sebagai produsen SDM bangsa saja masih belum mampu memberikan output yang berkualitas dengan menguasai keterampilan manusia abad ke-21, apakah mungkin dapat secara optimal membawa bangsa kita menjadi salah satu roda penggerak peradaban layaknya China atau Amerika?

Sulit rasanya membayangkan peran besar bangsa di kancah dunia jika pendidikannya belum bermutu. Benang kusut masalah pendidikan yang sampai saat ini belum terselesaikan dan malah menjadi bola salju kian mempersulit dalam mencari solusi permasalahannya. Ini diakibatkan karena berbagai macam faktor, terutama dari tri-pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Keluarga sebagai ranah pendidikan pertama dan utama masih belum dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mengembangkan akal budi, terutama dalam pengembangan karakter dan sikap spiritual. Banyak orang tua yang lepas tangan dalam urusan membina anaknya dengan dalih sudah percaya penuh kepada pihak sekolah. Tentu pandangan ini tidak bisa dilihat sebagai suatu kewajaran, karena pada dasarnya meskipun sudah ada sekolah orang tua tetaplah sekolah pertama dan utama bagi siswa.

Banyak siswa yang akhirnya menjadi lemah dalam karakter diakibatkan kurangnya peran orang tua dalam membina, memotivasi dan menasehati. Oleh karena itu kita lihat bahwa memang sekolah sudah makin banyak, namun tindak kekerasan baik secara verbal maupun non-verbal, secara online maupun offline malah makin menjamur. Tentu pihak sekolah, terutama guru tidak bisa kita salahkan sepenuhnya, karena esensinya pendidikan adalah sistem, maka jika ada seorang anak yang buruk perangainya, kita bisa katakan bahwa itu bisa saja salah di orang tua, sekolah, atau lingkungan masyarakat ataupun secara bersamaan salah dari ketiga sentral pendidikan tersebut.

Kondisi stagnan masyarakat pun yang seolah tidak tersentuh pendidikan patut juga menjadi refleksi. Kita lihat dari perilaku keseharian sederhana masyarakat yang masih gemar membuang sampah dimana saja, tidak taat berlalu lintas, dan membudayakan praktek KKN dapat kita jadikan sebagai tolok ukur stagnannya kondisi masyarakat yang jelas jauh dari ciri masyarakat madani yang kita idam-idamkan itu.

Sekolah menaruh peran besar di dalam hal ini. Sebagai salah satu sentral pendidikan sekolah masih belum mampu menjadi garda terdepan penanam nilai moral dan sikap yang baik kepada para siswa. Orientasi sekolah kita masih berkutat pada pengembangan pikir (kognitif) siswa saja. Kemudian hal ini diperparah pula dengan cara penyampaian gurunya dalam proses pembelajaran yang monoton dan terlalu teacher center.

Pembelajaran seperti itu yang membuat siswa menjadi unggul dalam pemikiran, namun lemah dalam perasaan dan tindakan. Lebih jauh hal itu nantinya berkorelasi dengan misalnya perilaku korupsi, perampokan, dan tindak kejahatan lainnya, yang mana mereka memanfaatkan kepintarannya untuk melakukan pendasan kepada orang lain.

Sejumlah sebab-sebab diatas yang menjadikan output dari pendidikan kita kurang dapat memberikan dampak optimal dalam pembangunan bangsa yang progresif. Sinyal bahaya ini perlu dipahami oleh semua pihak terkait agar bangsa kita tidak semakin tertinggal oleh bangsa lain yang secara jelas telah lebih dahulu membenahi sistem pendidikannya sehingga mampu membawa taraf bangsanya naik tingkat.

Hal yang perlu diyakini adalah bangsa yang hebat berasal dari SDM bangsanya yang hebat, dan SDM yang hebat itu merupakan produk dari sistem pendidikannya pula yang bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun