Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Orang Sekolah "Dilarang Miskin"

17 Mei 2019   23:15 Diperbarui: 17 Mei 2019   23:28 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Hadiesaputra

Sekilas memang tulisan ini tidak memiliki judul yang berbeda jauh dengan buku Eko Prasetyo "Orang Miskin Dilarang Sekolah". Memang tulisan ini sedikit banyaknya diilhami oleh pemikiran beliau. Ia lebih menyoroti kepada sulitnya akses bagi orang-orang miskin untuk bisa mengenyam bangku sekolah yang saat ini dinilai telah menjadi lahan komersialisasi dan privatisasi. Singkatnya sekolah, terutama yang berkualitas seolah hanya boleh diisi oleh para kaum berduit.

Realita semacam itu saya rasakan sendiri memang benar adanya, banyak sekolah di daerah saya, terutama sekolah swasta yang mematok biaya masuk dengan nilai yang fantastis. Namun dibalik itu semua saya menjadi terpikirkan hal yang sedikit berbeda dengan Eko Prasetyo. Jika ia memberikan imbauan satire kepada pemerintah untuk memperhatikan orang miskin yang susah untuk bersekolah, sedangkan tulisan ini akan memberikan imbauan pula kepada mereka yang berkaitan dengan persekolahan bahwa mereka "dilarang miskin".

Sebentar, maksud kata dilarang miskin disini bukan berarti hanya sedangkal pada aspek materil semata. Saya tidak memfokuskan dilarang miskin ini pada sisi keuangan saja, jauh daripada itu tentu ini pun sebuah harapan besar bagi para mereka yang bersekolah agar tidak menjadi miskin baik secara materil maupun moril. Ya, sekolah harusnya mampu membuat para siswanya sebisa mungkin jauh dari kemiskinan, terutama kemiskinan akal dan moral.

Betapa banyak kita lihat kasus-kasus kemiskinan moral dikalangan pelajar. Kemarin santer terdengar berita tawuran antar SMA di beberapa daerah, bahkan sampai merenggut nyawa. Belum lagi kasus narkoba yang melingkupi pelajar pun tidak sedikit jumlahnya. Mereka yang bersekolah patutnya menjadi tumpuan masa depan bangsa yang lebih baik.

Problema kemiskinan ini tentu tidak bisa bebankan kesalahannya kepada para pelajar semata. Hal ini jelas karena mereka pun berada pada lingkaran sistem pendidikan yang memiliki keterkaitan dengan komponen lainnya di dalamnya. Sebut saja guru, dalam usaha pencegahan kemiskinan ini jelas peran guru sangatlah sentral. Ia adalah sosok yang memfasilitasi para siswanya untuk menemukan kesadarannya, baik itu berupa kesadaran akan kebijaksanaan dan tanggung jawab.

Sebetulnya banyak dari pelajar kita yang cerdas secara akal, namun karena proses pembimbingan guru dalam pembelajaran tidak diorientasikan pada pengembangan diri secara holistik, maka yang terjadi adalah adanya ketimpangan dan ketidakseimbangan dalam diri siswanya, yaitu kuat di akal namun lemah di moral. Ini salah satunya penyebab kondisi bangsa kita menjadi ironis seperti yang dikatakan Ajip Rosidi "Banyak yang pinter tapi keblinger" yang pada akhirnya menyebabkan perilaku tercela terus menggurita.

Proses pendidikan yang terjadi di sekolah lebih banyak dibebankan pada kemampuan kognitif. Selain dari itu ini juga bisa terjadi akibat masih rendahnya kualitas guru kita. Banyak dari para guru yang mau tidak mau kita patut akui masih mengajar dengan gaya konvensional, kurang inovasi, kreasi, bersifat monolog lagi dogmatis. Maka tidak heran jika seperti itu yang akan terkonstruksi adalah generasi "Mingkem" atau dikatakan Freire sebagai generasi "Bisu" yang juga miskin kreatifitas, miskin kepekaan sosial, dan miskin ide.

Setingkat di atas guru yang patut disoroti untuk meminimalisir kemiskinan dari mereka yang bersekolah adalah pemerintah. Ya, pemerintah sebagai pemegang kebijakan tentu harus sadar dan cepat tanggap terhadap permasalahan kemiskinan ini. Harusnya ia segera berbenah ketika melihat skor literasi dan pendidikan dari hasil survey OECD yang menempatkan Indonesia pada klasemen papan bawah. Diluar guru dan pemerintah, agar tidak miskin mereka yang bersekolah pun tetap perlu mendapat sokongan positif dari keluarga dan masyarakat sebagai wahana input dan output.

Maka dengan begitu usaha untuk menghasilkan para pelajar yang tidak miskin memang tidak mudah. Perlu kerjasama dan pengembangan berkelanjutan juga antar setiap komponen dalam sistemnya. Tetapi bagaimanapun harus ada komitmen dari semua untuk bisa mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Karena pada hakikatnya pendidikan dan sekolah memang bertujuan mencegah para pelajar agar tidak "Miskin".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun