Korupsi. Sebuah kata yang amat memuakkan. Di tengah cita - cita negeri ini untuk bangkit dari keterpurukannya, korupsi seolah menjadi batu ganjalan besar yang menghambat tercapainya cita - cita mulia itu.
Korupsi adalah candu bagi masyarakat kita. Ia bukan hanya tindakan yang gemar dilakukan oleh oknum elit politik saja. Jangan salah, elit pendidikan pun tak terlepas dari perilaku korupsi juga rupanya.
Sebagai gambaran awal, berdasarkan laporan Indonesian Coruuption Watch (ICW) terhitung sejak tahun 2006 - 2015 menyatakan bahwa korupsi pendidikan telah merugikan negara sebesar Rp. 1,3 Triliun. Sungguh miris.
Sebagai lembaga yang katanya paling suci, paling berakhlak, dengan tujuan mencerdasakan kehidupan bangsa rupanya hanya sebatas isapan jempol belaka.
Masih berdasarkan laporan ICW, dari dana yang dikorupsi sebesar Rp. 1,3 Triliun itu, dinas pendidikan menjadi lembaga paling korup, dengan merampok Rp. 900 miliar uang negara. Selanjutnya sebagai lembaga pendidikan terkorup disusul oleh universitas, sekolah, pemkot, dan kemudian pemprov.
Kita dapat melihat dengan jelas, bahwa ternyata semua lembaga pendidikan tadi tidak ada yang sama sekali bersih dari perilaku korupsi.
Oke, kita tidak dapat menafikan bahwa memang tidak ada satupun lembaga negara yang bersih dari tindakan korupsi, namun yang patut disayangkan adalah jumlah dana yang dikorupsi tak main-main jumlahnya.
Hal yang patut disayangkan lainnya adalah sudah terbentuknya semacam kebenaran kolektif dari semua lembaga pendidikan bahwa tindakan korupsi seolah-olah merupakan keniscayaan.
Modus-modus yang sering dipakai para oknum elit pendidikan ini antara lain penggelapan, mark up anggaran, proyek fiktif, penyalahgunaan, suap, dan pemotongan anggaran.
Para oknum ini terjebak dan terperangkap dalam kesadaran magis. Mereka gelap mata melihat rasionalitas yang sebenarnya. Idealisme mereka untuk memajukan pendidikan luntur begitu saja, mereka mudah tergoda setan, mereka mudah terbuai rupiah.
Melihat realitas dunia pendidikan yang muram akibat marak bau-bau korupsi didalamnya tentu harus segera di sterilisasi. Jangan sampai pendidikan yang pada hakikatnya suci malah ternodai oleh hal-hal yang menjijikan seperti tindakan korupsi.
Bagaimana mungkin pemerataan pendidikan yang berkualitas itu akan terwujud jika hari ini dunia pendidikan masih bergumul dalam pusaran korupsi yang tiada henti. Harapan-harapan pendidikan sebagai alat pencerdasan bagi kehidupan bangsa takkan terwujud.
Sudah jatuh terimpa tangga, sudah banyak masalah pendidikan yang belum terselesaikan, eh ditambah pula dengan perilaku korupsi dari oknum elit pendidikannya pula.
Jika keadaannya sudah sedemikian darurat seperti ini, sudah sepantasnya jika lembaga pendidikan mendapat sorotan khusus dari lembaga penegak hukum macam KPK.
Saya kira sudah saatnya KPK juga membuka mata seraya melakukan penyelidikan untuk membongkar mafia dan lahan basah pendidikan yang sejak lama adem ayem tak terperhatikan.
Barangkali memang mengapa korupsi lembaga pendidikan langgeng berjalan, ya bisa jadi karena lemah atau bahkan tidak ada pengawasan dan penegakan oleh lembaga penegak hukum. Tangkap, adili, dan hukum oknum pendidikan yang korupsi itu!
Pendidikan harus kita selamatkan. Kita harus bersama-sama mengembalikan pendidikan kepada fitrahnya. Pendidikan dengan kemuliaannya tidak pantas jika harus dinodai oleh korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H