Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis: Serangan Balasan dari Kaum Pesakitan

30 Maret 2019   18:36 Diperbarui: 30 Maret 2019   19:08 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Sasint

Ketegangan yang menyelimuti Izal, Ical, dan Iman makin lama makin memuncak. Pandangan sinis dari kaum bro terlihat jelas di pelupuk mata. Tatapan tajam penuh amarah itu dibuktikan dengan merahnya padamnya bola mata mereka. Tidak banyak berkedip, terus memelototi. Wajah datar serta kerutan di dahi menjadi tanda mutlak bahwa para kaum bro coba mengintimidasi para kaum pro yang ada. Maka tidak heran kondisi ini membuat suasana di selasar masjid menjadi sangat mencekam.

"Cepet hubungi Kamerad Wahyu zal" Bisik Ical. Izal mengangguk pelan, dengan segera ia mengirim pesan kepada Wahyu. Tangannya gemetar, sampai-sampai membuatnya sering salah mengetik. "Slow Zal" Ical coba menenangkan. Iman juga terlihat pucat pasi, mulutnya beku tidak berkata sedikit pun. Sorot matanya jelas menunjukan ekspresi kegetiran. Suasana memang masih menegangkan sampai saat ini.

Di lain tempat, rupanya Wahyu, Dede, dan Mou dengan santainya sedang berada di tukang mie ayam. Mereka duduk manis sambil menunggu pesanannya diantarkan. Wahyu dan Dede malah asyik memperbincangkan akhwat yang tengah mereka incar.

"Ituloh Yu, yang kemaren pake kerudung cokelat!" Sergah Dede.

"Oh itu De, gua kira yang kerudung item, tapi dia jomblo kan?" Tanya Wahyu.

"Dari hasil penyelidikan sih jomblo Yu"

"Wah perlu segera dieksekusi De, ntar keduluan Ikhwan bro nyesel lu"

Mou hanya terdiam tanpa kata, ia menatap langit-langit kedai tukang mie ayam. Dede dan Wahyu hanya keheranan, mengapa sikap Mou jadi pendiam.

"Kenapa Mou diem-diem Bae" Dede memulai percakapan.

"Nggak, Cuma ini kita apa nggak bakal telat ke pertemuan di selasar?" Tanyanya

"Wah HP gua lowbat nih, belum tau kabar"

"Sama HP saya juga kamerad Dede" Balas Mou.

Di tengah perbincangan singkat itu, ternyata pesanan mie ayam mereka sudah jadi. "Ini kang" Ujar penjual mie ayam sambil menenteng tiga porsi pesanan mereka. Tidak lama, mereka lantas bersama menyantap mie ayam itu dan melupakan soal pertemuan di selasar masjid. Dede sibuk menambahkan garam dan sambal, sedangkan Wahyu dan Mou saling bergantian menuangkan sedikit cuka. Aroma yang hadir dari mie ayam jelas membuat mereka tidak sabar untuk segera menghabiskannya.

Di tengah kenikmatan menyantap mie ayam, pikiran Dede akhirnya mulai terganggu akan pertemuan sore ini di selasar.

"Yu coba cek HP, apa mereka udah di lokasi?" Tanya Dede

"Bentar lah, HP gua di tas nih" Jawab Wahyu ketus

"Eh cepet lah, ini udah telat, kita izin aja telat dikit gitu"

"Iya telat aja, ini juga masih banyak mie nya" Tambah Mou

"Oke oke deh bentar" Balas Wahyu.

Dengan gerak malasnya, Wahyu mencoba mengambil tasnya, meraba setiap ruang dalam tasnya. Setelah ditemukan, Wahyu segera mengaktifkan Hpnya. "Welahdalah" Wahyu kaget bukan main. Ia bahkan hampir saja terpelanting dari kursinya. Keringat seketika membasahi sekujur tubuhnya, badannya terkulai lemas tak bertenaga. Dede dan Mou tentu kaget melihat reaksi dari Wahyu.

"Lah lah kenapa Yu?" Tanya Dede penuh kebingungan.

"Gawat!" Wahyu menepuk keras bahu Dede.

"Gawat apaan?" Tanya Mou cemas.

Wahyu menunjukan isi pesan Izal, ia mengatakan bahwa dirinya, Ical, dan Iman sedang dalam posisi krisis dan diserbu oleh para kaum bro. Amarah langsung memuncak di ubun-ubun Dede. Segera ia mengajak kedua temannya itu untuk segera berangkat sekarang juga. Terlihat Mou dan Wahyu mengiyakan ajakan Dede, meskipun tidak bisa dibohongi mereka dengan berat hati harus meninggalkan mie ayam yang baru saja mereka pesan, dan baru sedikit pula yang mereka sempat cicipi. Namun perpisahan menyedihkan mereka dengan mie ayam itu segera terganti oleh semangat perjuangan atas nama solidaritas.

Setelah membayar, mereka langsung bergegas menuju selasar masjid. Tidak lupa, Dede mengabari para anggota muda ikhwan pro untuk merapat, diantaranya adalah dua anggota baru kelas berat, yaitu Duls dan Babe. Ia meminta mereka untuk merapat dahulu di sekitar lapangan sebelum langsung menuju ke selasar masjid.

Tidak sampai lima menit, mereka sudah berkumpul di sekitar lapangan. Wahyu, Dede, Mou, Duls, dan Babe. Sambil menyusun strategi, Mou berinisiatif mencari sukarelawan untuk bisa bergabung bersama mereka. Kebetulan Rey dan Setia tengah berjalan menuju ke arahnya. Seketika Mou mengajak mereka, dan untungnya mereka sedang tidak ada agenda, dan akhirnya memutuskan bergabung ke dalam barisan perlawanan.

Dede mulai memberikan arahan kepada para kaum pro yang sudah berkumpul. Matanya merah bergelora, suaranya lantang menggema. "Kita tidak boleh membiarkan para penindas itu dengan enaknya mengeroyok teman-teman kita. Kita buktikan bahwa kaum tertindas kini bangkit. Kita tidak takut hegemoni. Mari hari ini kita tumpaskan status quo. Ganyang kapitalis!"

Semua yang mendengarkan orasi singkat dari Dede langsung terbakar semangatnya. Segera mereka berjalan menuju selasar masjid. "Bala bantuan datang kamerad!" Pesan singkat Wahyu kepada Izal. "Tonenet-tonenet tonenet-tonenet" HP Izal berbunyi, secepat kilat ia membukanya, dan kemudian terlihat binar-binar bahagia di matanya, senyumnya mulai menyeringai. "Bala bantuan datang" Bisiknya pada Iman dan Ical. Mereka mengangguk paham, dan kini menjadikan ketegangan dalam diri mereka luntur seketika.

Sekarang mulai terlihat dari mata Bursh dan Roy, ada beberapa orang yang sedang berjalan menuju ke arah mereka. Semakin lama, suara keriuhan semakin terdengar jelas. "Ganyang borjuis, ganyang borjuis!" Suara itu makin jelas di telinga Izal, Ical, dan Iman. Mereka makin bertambah semangatnya. Di sisi lain kaum bro mula panik dengan keadaan itu.

"Wah mereka balik nyerang nih" Gumam Egi.

"Tenang bro jangan takut, santai aja" Bale mencoba menenangkan, walaupun keringat mulai mengairi wajahnya.

"Ganyang borjuis!" Suara Dede makin lantang terdengar.

Sampai jugalah mereka tepat di depan selasar masjid. Dede dan kaum pro yang lain tidak lantas memasuki area selasar. Mereka berdiam diri sejenak, berdiri sambil menatap para ikhwan bro dengan tajam. Sekitar satu menit mereka hanya berdiri dan menatap mereka, tanpa bicara, tanpa memalingkan wajah. Hal ini jelas membuat para ikhwan bro kelabakan. Sikap ini nyatanya membuat nyali mereka mulai dilanda keresahan. Apalagi Ivan, Eri, dan Edik, ketiganya menjadi anggota paling basah kuyup saking ketakutannya.

Selang dari itu para ikhwan pro mulai memasuki selasar masjid dengan gagahnya. Mereka disambut dengan salam hangat dari Ical, Izal, dan Iman. "Tabik Kamerad, maaf kami terlambat" Ucap Dede sambil menepuk bahu Ical. Mereka kemudian duduk bersama. Kini kondisinya mulai sepadan dari segi jumlah. Ikhwan bro banyak, pun dengan ikhwan pro, mereka masih duduk dalam posisi saling berhadapan.

Ivan, Eri, dan Edik hanya tertunduk di forum itu, mereka enggan bersikap menengadah seperti sebelumnya. Hal yang sama kini juga menimpa Bursh dan Roy. Tinggal Bale yang masih mempertahankan sikap beraninya. Aura menjadi sangat mencekam dari sebelumnya. Terlintas di kepala Bale "Mengapa Yai Izan masih belum datang juga? Apa ia lupa?". Memang diantara mereka tidak ada yang berani mengirim pesan kepada Yai Izan soal kedatangannya. Mereka terlalu takut dan malu kepadanya. Sampai tidak lama kemudian terdengar seseorang memberi salam.

"Assalamualaikum, maaf saya terlambat"

"Waalaikumsalam" Jawab Ikhwan bro dan pro kompak dan suasana pun mulai mendingin.

To be continued!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun