Ical terlihat lebih murung dari biasanya. Sejak pagi tidak tampak roman senyum menyeringai dari wajahnya. Badannya lesu, mukanya lusuh. Seperti ditimpa cobaan hidup yang begitu berat. Bertegur sapa dengan sesama ikhwan mistis pun tidak. Saat makan siang menjelang, Ical hanya melengos pergi tanpa permisi, menuju parkiran, menyalakan mesin, dan secepat kilat memacu motornya meninggalkan kampus.
Pikiran aneh mulai menggerayangi Wahyu, ia tidak habis pikir dengan kelakuan temannya itu. "Sakit kali Yu" Ujar Dede. Selintas pikiran itu memang ada pada benak Wahyu. Namun anehnya kemarin dia terlihat baik - baik saja, tidak ada gejala akan sakit atau sebagainya. Pikir Wahyu. "Halah paling urusan cinta lagi si Ical mah" Bursh yang sedang makan pun ikut menimpali.
 Urusan cinta memang kadang tidak masuk akal. Badan yang asalnya sehat bisa mendadak sakit tak karuan kalau virus cinta sudah menjalar. Bahkan di banyak film diceritakan orang - orang sampai bisa gila dan bunuh diri gara-gara cinta. Malahan tak sedikit diceritakan kalau sakitnya hanya bisa sembuh oleh cinta lagi. Ya, cinta harus dibalas cinta singkatnya.
Atas dasar itu Wahyu mulai menemukan benang merah dengan apa yang terjadi dengan Ical. Mengingat pula kedudukan Ical sebagai ikhwan mistis proletar jelas menambah keyakinan Wahyu akan kemungkinan buruk yang diduganya. Bisa jadi Ical sedang patah hati. Lagi!. Sebagai ikhwan proletar, begitulah jamak dipanggil, mereka merupakan sosok manusia yang paling banyak menderita soal cinta. Mulai dikhianati, diabaikan, dan korban terbanyak dari aksi tikung menikung akhwat.
Apalagi di tengah pecah kongsinya ikhwan mistis kedalam dua kubu makin memberi isyarat bahwa mungkin kondisi Ical ini ada hubungannya dengan ikhwan mistis lain, khususnya dari sisi borjuis. Memang setelah ikhwan mistis pecah, persaingan dalam menggaet akhwat makin tidak sehat. Para borjuis semakin rakus dengan menarik siapa saja secara membabi buta. Bahkan yang sedang diintai oleh para proletar sekalipun.
Lagi - lagi Wahyu seolah menemukan benang merah selanjutnya dari keadaan ini. Bisa saja Ical memang ditikung. Lagi!. Karena kalau memang sakit atau kehabisan duit, Ical tidak akan sampai enggan menyapa siapa pun, dan menunjukkan wajah lusuh sebegitunya. Dede dan Wahyu sudah paham, kalau sudah seperti itu Ical memang sedang kena Overtake.
Dede kemudian duduk mendekati Wahyu "Ada musuh dalam sarung Yu". Nampaknya perang dingin di tubuh ikhwan mistis kian berlanjut. Korbannya lagi - lagi dari pihak ikhwan proletar. "Ical kalao ditanya pasti nggak akan ngaku, yah kita simpulkan dulu aja begitu, kita harus buru - buru bikin sikap, ini udah nggak bener" Imbuh Wahyu. Diam cukup lama, beberapa saat sambil menyeruput kopi "Ya sudah bikin memorandum" Tegas Dede.
Usulan memorandum memang sudah tepikir sejak jauh - jauh hari, namun melihat konteks saat ini yang makin tidak karuan, dan tentu tidak tega melihat kondisi ikhwan proletar yang banyak menjadi korban, pembuatan memorandum memang sudah harus segara dilaksanakan. "Stabilitas kampus nomer satu Yu" Sambar Dede.
Keesokan harinya, Dede, Ical, dan Wahyu selaku pengayom utama kaum proletar berembuk di sudut kampus membahas usulan dari Dede. Pergulatan pemikiran cukup lama berlangsung, hingga akhirnya disepakati poin - poin memorandum yang akan ditujukan kepada ikhwan borjuis untuk disepakati. Poin pentingnya seperti ini.
- Ikhwan mistis proletar dan borjuis membagi wilayah teritori pegerakan.
- Sesama ikhwan mistis hanya diperbolehkan memiliki satu incaran yang berbeda dalam satu kali periode perburuan.
- Sesama ikhwan mistis dilarang saling menjatuhkan baik secara maya maupun nyata dalam bentuk apapun kepada para intaian.
- Jika poin diatas dilanggar maka, hukuman akan dimusyawarahkan pada waktu dan tempat sesuai kesepakatan.
Keceriaan mulai tumbuh dari para ikhwan proletar dengan selesainya rancangan memorandum yang mereka susun. Sore nanti, Wahyu telah menyepakti untuk bertemu dengan perwakilan dari ikhwan borjuis untuk membahas dan menyepakati draf memorandum  yang mereka susun.
Tepat jam empat sore, kedua belah pihak telah berkumpul di selasar masjid untuk membahas memorandum yang diajukan oleh ikhwan proletar. Draf tersebut langsung dibawa oleh Wahyu, Ical, dan Dede dari kubu proletar, dan Bursh, Bale, Roy, Ivan, dan Egi dari kubu borjuis. Tak ketinggalan para ikhwan dari non blok atau kaum abu-abu, dan belakangan sering disebut The Grey Man, turut serta hadir seperti Dul, Izal, Babe, Kiki dan Setia.
Kegiatan awal dimulai dengan menunjuk salah seorang dari kaum abu untuk menjadi moderator karena dinilai sebagai pihak yang netral dalam urusan ini. setelah sedikit bertukar argumen, Izal terpilih menjadi moderator, dan Babe diperlukan sebagai notulen dalam rapat ini, walau sedikit disadari tulisan Babe cukup ambyar tapi toh setidaknya dia menyanggupi.
"Langsung aja ke pokoknya yah Wa, Sok silahkan dikaji aja drafnya selama 5 menit, kalo bisa jangan banyak komen, gue laper belon makan!" Ujar Izal sambil cekikikan. Lepas dari itu wajah para ikhwan mistis mendadak kompak mengerenyitkan dahi, mereka cukup serius membaca draf yang sengaja telah diperbanyak itu.
Waktu sudah cukup lama berlalu, suasana hening masih terjadi, para ikhwan mistis diselimuti keseriusannya dalam membaca draf memorandum itu. Saking heningnya, Duls sampai tertidur dengan draf menempel di dahinya. Suara burung menjadi begitu nyaring terdengar, begitupula suara kodok, jangkrik, dan suara orang pacaran yang lagi berantem pun samar terdengar.
Izal melihat jam masjid, dan kemudian mencocokan dengan arlojinya "Waktu habis Wa, sok jadi gimana putusannya ? Sok dari ikhwan proletar kumaha ?"
"Sepakat, Sesuai draf!" Tegas Wahyu, Dede, dan Ical.
"Ikhwan borjuis ?"
"Setuju!" Ujar Egi dan Ivan
"And The Grey Man ?"
"SAH!1!1!1" Teriak Babe, Duls, Setia dan Kiki.
"Ah, muka lu kaya yang serius baca draf, kaya bakal interupsi ini itu!" Ucap Izal jengkel.
Memorandum dengan mudah disepakati, tanpa adu mulut, tanpa lempar kursi ini itu, tanpa saling hina atau ejek. Berjalan lancar dengan kekeluargaan meski berbeda pandangan. Sebagai sesama ikhwan mistis mereka lebih mementingkan persatuan dari pada peseteruan. Tidak lama setelah kesepakatan terjadi, telihat Ibu kantin menenteng 3 buah rantang, kemudian memanggil dari halaman masjid.
"A sini, ini ada nasi sisa, sayang kalau dibuang, dibagi-bagi aja buat semuanya"
"Alhamdulillah!" Ujar ikhwan mistis kompak.
To be continued!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI