Pemerintah di sana memang sangat begitu memperhatikan profesi guru sebagai "anak kesayangan" yang semua kebutuhannya harus terjamin dan tercukupi, baik itu secara materil maupun non materil. Bahagianya mereka.
Sementara di Indonesia guru-guru senior mayoritas enggan belajar dan meningkatkan kompetensinya. Tak jarang pula melimpahkan tugas yang juga menjadi kewajibannya kepada para guru muda. Ya, inilah derita guru muda di Indonesia, menjadi bulan-bulanan guru senior, babak belur pun tak jadi soal, wong badannya masih kuat - kuat toh!.
Ironisnya guru di Indonesia bukanlah tipe "tua-tua keladi", tetapi makin tua makin "melehoy". Apakah arti dari makin melehoy? Ya, bisalah kita artikan bahwasanya makin tua guru kita semakin lemah daya nalarnya, lesu dalam mengajar, dan lenyap kreatifitasnya.
Perlunya segera dilakukan upaya revitalisasi profesi guru di  Indonesia, karena tanpa seorang guru yang profesional jangan harap pendidikan dan negara ini akan maju. Guru tentunya perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah, guru tidak boleh tertindas, ditelantarkan, dan dibiarkan kehausan akan ilmu pengetahuan.
Sebagai pewaris peradaban guru mestinya mendapat jaminan atas kelangsungan hidupnya. Kebutuhan fisiknya harus terjamin, pun kebutuhan psikisnya perlu juga diperhatikan. Kasus keberhasilan pemberdayaan guru di Jepang seharusnya dapat menjadi referensi yang baik bagi pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru di Indonesia.
Referensi :
Sapa'at, Asep. (2012). Stop Menjadai Guru!. Jakarta: PT. Tangga Pustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H