Ya, sebuah angka. Tak lebih. Kita bukanlah 'manusia'-sebagaimana maksud Garin-saat berbelanja di pasar modern. Pemilik swalayan hanya peduli dengan uang di dompet kita. Tapi di pasar tradisional tidak.
Di pasar rakyat ini kita bisa ngobrol banyak dengan pedagang. Berdiskusi tentang harga cabai yang kian melambung, atau harga beras yang sudah turun. Kadangkala si penjual malah curhat dan kita menjadi pendengar yang baik.
Tapi dengan segala kelebihannya, bukan berarti pasar tradisional tetap dibiarkan kumuh. Ada banyak contoh pasar tradisional yang dipoles secara modern, seperti Pasar Tanggul di Solo atau Beringharjo di Yogyakarta.
Atas dasar itu pula lah ide Hari Pasar Rakyat Nasional menjadi sebuah ide yang kece. Momentum seperti ini penting, lebih-lebih di era milenial seperti sekarang. Mungkin saja anak-anak muda yang lahir di era ini tak lagi tertarik berbelanja di pasar tradisional karena kesan kumuhnya.
Padahal seperti yang sudah dibahas di atas, pasar bisa menjadi semacam laboratorium sosial bagi generasi muda. Jadi tempat berinteraksi dan belajar merakyat.
Saya membayangkan, di hari bersejarah tersebut kita berbondong-bondong menyerbu pasar tradisional. Bersama keluarga atau teman-teman pergaulan sembari ber-selfie ria bak berkunjung ke lokasi wisata.
Lalu sebagai tindak lanjutnya, kita bisa membentuk komunitas pasar rakyat dengan hobi yang sama: berbelanja di pasar tradisional. Mungkin nantinya bakal berkembang di dunia maya dengan membentuk forum pasar rakyat dimana kita bisa saling bertukar foto dan cerita.
Dan kalau ingin lebih berkontribusi kepada negara, komunitas tersebut bisa menjadi salah satu rujukan harga-harga. Komunitas pasar Banda Aceh bisa saling bertukar informasi harga dengan komunitas pasar Jayapura. Pun begitu dengan daerah-daerah lain. Mungkin saja langkah sederhana ini berguna untuk mengendalikan inflasi. Bisa saja kan?
Nah, kalau sudah begitu maka keberadaan pasar tradisional bisa bernilai lebih. Karena sekali lagi, di pasar tradisional kita adalah manusia dan bukan sebatas angka semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H