Mohon tunggu...
Rahman Patiwi
Rahman Patiwi Mohon Tunggu... profesional -

Writer, Trainer, Speaker (WTS) I Praktisi Parenting dan Pemerhati Pendidikan I Fouder KOMUNITAS PARENTING COACH I Penulis Buku METAMORFOSA; Change Your Life, Touch Your Dream (Mizan) I MOTTO: Jangan jadi orang INSTANT yang suka enaknya saja. Jadilah orang INTAN yang sukses karena proses. \r\nJangan lupa berkunjung kembali disetiap kesempatan yang mungkin, karena kami akan selalu meng-update hot artikel dengan spesifikasi khusus dibidang PARENTING dan PENDIDIKAN yang mengubah hidup anak. Salam METAMORFOSA...! I \r\n www.RahmanPatiwi.Com, Mari Bergabung di Komunitas Parenting Coach I \r\n 0823-4415-1480. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal Para Sarjana yang Kerja Kasar

13 Januari 2015   17:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:15 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14211179951480169206

[caption id="attachment_346060" align="aligncenter" width="640" caption="Sumber: Tjiptadinata Effendi On Kompasian.com"][/caption]

Kemarin saya sempat membaca artikel postingan Kompasiana berjudul, “14 Artikel Edukasi terpopuler 2014.Ada yang sedikit menohok bagi saya, ketika didalamnya sempat membaca salah satu artikel berjudul “Menengok Para Sarjana Yang Kerja Kasar," diposting oleh sahabat Tjiptadinata Effendi.  Pasca membacanya, seolah menggelitik saya untuk sedikit Berkontribusi pikiran, denganmenulis pula artikel berjudul “Menyoal Para Sarjana Yang Kerja Kasar.”

Inti dari artikel itu menggambarkan seorang sarjana Hukum, yang berprofesi sebagai pencuci mobil. Sebelum akhirnya memiliki usaha pencucian mobil sendiri dengan mempekerjakan 6 karyawan dari kampung, dan 4 diantaranya juga seorang Sarjana.Kira-kira menurut anda, apa komentar anda? Bagus, inspiring, atau mubazir?

Menurut hemat saya, tentusaja bagus, jika tak boleh dikatakan mubazir. Sebab dalam keadaan “nyasar” sekalipun masih bisa survive dan mempekerjakan orang. Fighting spirit-nya cukup terbilang oke. Namun yang ingin saya katakan bahwa jika itu mampu dilakukan melalui prinsip Intervensi-Terdesain sejak dini, tentu saja hasilnya lebih nendang lagi.

Sayangnya banyak diantara anak tidak terbiasa mengasah pilihan berdasarkan konsep intervensi-terdesain, termasuk saya dahulu. “Ah..Yang penting aku sekolah tinggi-tinggi, entar juga kalo dah tinggi, akan mudah meraih kehidupan yang lebih layak.” Demikian pikir konyol saya kala itu.

Alhasil, saya terpental dari orbit kehidupan, sebagai sopir Angkot maniak selama bertahun-tahun, ditengah deru mesin-mesin di kota metropolitan, Makassar. Jadi apakah sekolah tinggi-tinggi itu penting? Untuk menemukan kesimpulannya simak dulu berikut ini.

Siapa tidak kenal dengan Harvard University, salah satu institusi pendidikan paling bergensi di negara bagian Massachussets, Amerika. Orang-orang rela bejubel mendaftar disana meski harus menghadapiseleksi super ketat dari berbagai peminat di penjuru dunia. Anehnya Bill Gates, malah mengambil “langkah-seribu” meninggalkan Harvard, demi untuk menekuni passion-nya di Microsoft.

Dalam satu kesempatan ia di wawancarai oleh Oprah Winfrey. Jika dalam versi kita, dialog itu kurang lebih berikut. “Mas, Sekolah Harvard itu bergensi loh, kok kamu malah ninggalin, sehingga banyak orang berkata kamu tidak waras lagi. Apa pendapatmu, Mas” Dengan tersenyum santai, Bill pun berkata. “Saya meninggalkan Harvard karena dua alasan. Pertama saya memiliki arah yang jelas yang ingin saya capai. Kedua, bahwa ternyata arah yang ingin saya capai itu, sepertinya tidak mampu terwujudmelalui Harvard.”

Keputusannya yang pernah di cibir, belakangan banyak orang malah balik terkagum-kagum. Betapa tidak, Keputusannya meninggalkan Harvard ternyata berbuah manis dan melontarkannamanya, nangkring di posisi teratas sebagai orang terkaya di dunia, selama beberapa tahun berturut-turut.

Berdasarkan kisah tersebut diatas, ijinkan saya menyimpulkan bahwa, SEKOLAH ITU PENTING, namun ada sesuatu yang harus datang mendahuluinya yang JAUH LEBIH PENTING. Apa itu? Yap anda benar, itulah kejelasan ARAH dan TUJUAN. Semestinya tujuan harus ditetapkan dulu melalui proses “Asah Pilihan” dengan pendekatan INTERVENSI-TERDESAIN, Setelah itu baru melihat arahnya.

Kalau arah dan tujuan yang telah dibidik tersebut berkaitan erat dengan panggilan akademis, maka kejarlah walau ke “negeri Cina.” Tapi jika tidak, maka jangan takut melakukan jalur short cut, menuju apa yang menjadi passion anak. Bukan jamannya lagi anak harus terjebak dalam perangkat school oriented, dikala yang lain sudah berpacu di lintasan profession oriented. So, mari kita renungkan agar prestasi anak mudah dipacu ketataran yang lebih fantastik lagi, sesuai kodrat anak sebagai mahluk special dengan segenap multi talentanya.

Mengabaikan hal itu, boleh jadi upaya kita dalam memperjuangkan pendidikan anak justeru berubah dari INVESTASImenjadi BIAYA yang justeru paling menyakitkan. Bahkan menurut seorang konsultan dan praktisi pendidikan mengatakan, di era yang semakin heterogen ini, menyekolahkan anak tanpa diawali pemetaan akan mencipta biaya semata. Wallahu A’lam. Mari kita renungkan bersama….

Terima Kasih, semoga bermanfaat.

Salam Metamorfosa...!

Rahman Patiwi

Praktisi Parenting-Pendidikan

Related Posts:

Mendesain Takdir; Mengubah diluar dengan cara mengubah di dalam

Resolusi 2015; Ini Aksiku Mana Aksimu..!!??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun