[caption id="attachment_347108" align="aligncenter" width="618" caption="Sumber: Ilustrasi I http://www.rmol.co"][/caption]
Tadi malam saya sempat menyaksikan acara Debat tentang hukuman “Eksekusi Mati” yang di siarkan oleh stasiun Tv One.Acaranya berlangsung cukup “hot.” Pro kontrapun terjadi.Ada yangtidak menyetujui tentang hukuman mati, khususnya dari pihak penggiat HAM, karena dianggapnya mencederai hak hidup seseorang.Sementara dari pihak BNN, menyatakan sah-sah saja. Dengan alasan untuk memberikan efek jera, danitu didasari oleh putusan pengadilan, bukan putusan perseorangan.
Eksekusi Mati yang telah dilakukan terhadap 6 kasus narkoba ini, memang merupakan pembahasan yang cukup santer, sejak beberapa hari terakhir. Bahkan sampaimenjadi issue Internasioanal yang berujung pada penarikan masing-masing Duta Besar Brasil dan Belanda, di Indonesia. Penarikan itu mereka lakukan sebagai bentuk protes ketidak-setujuan akan eksekusi mati bagi warga mereka.
Anehnya, masih saja banyak orang yang percaya bahwa eksekusi mati tujuan utamanya akan melahirkan efek jera, sehingga bisa menekan kriminalitas. Betulkah begitu? Bagaimana jika yang ada, hanyalah eksekusi mati yang terus bergelimpangan, sementara bisnis barang haramnya justru kian membuncah. Jadi apa yang bisa melahirkan efek jera untuk meminimalisir hal itu dan cenderung berdampak lebih langgeng?
Saya memang bukan ahli dalam hal ini, sebab expertise saya memang di bidangParenting dan Konsep Pendidikan yang mengubah hidup anak. Namun paling tidak , sedikit banyaknya memiliki irisan yang menjadi kesamaan dalam hal perubahan prilaku. Menurut hemat saya, tujuan utama dari eksekusi mati bukanlah untuk memberikan EFEK JERA. Bahkan kalaupun benar ada yang merasa jera, maka statusnya anggap saja itu sebagai BONUS. Setuju?
“Harga sekilo Narkoba ditempat asalnya sekitar 50 juta, sementara di indonesia mencapai milyaran, siapa tidak tergiur.” Demikian ucap salah satu narasumber di Tv One dalam acara debat tadi malam. Sehingga kalau penegakan eksekusi mati hanya sebatas efek jerah, maka percayalah peluang bisnis yang ada dibalik itu, lebih mendominasi menutup logika pikir manusia hingga cenderung berkata, “persoalan di belakang, yang penting sikat dulu.”
Tetapi eksekusi mati, sejatinya dimaknai sebagai upaya untuk menunjukkan pada dunia atas adanya konsistensi penegakan hukum secaraholistik hulu-hilir, dari berbagai komponen penegak hukumterkait. Sebut saja di hilir ada pelaksanaan eksekusi mati, di hulu ada penegakan sistem yang holistik. Maka fokus utama sejatinya harus terletak pada sektor hulu.
Ketika di hulu kualitasnya baik, maka kualitas itu akan mengalir ke hilir dan itulah yang mencipta efek yang cenderung lebih langgeng. Peningkatan kualitas sistem di hulu, yang nilainya mampu terinternalisasi oleh berbagai komponen terkait, itulah yang memiliki bobot tinggi dalam melawan magnet yang sangat menggiurkan di balik peluang bisnis narkoba tersebut.
Terakhir, dalam kapasitasnya saya sebagai praktisi Parenting-Pendidikan, yang mengubah hidup anak, maka ijinkan saya menarik hikmah kejadian ini ke ranah yang lebih mikro, ditataran keluaraga.Bahwa pemberian hukuman kepada anak, dalam bentuk memarahi, menekan, mengintimidasi bahkan sampai pada memukul anak, jangan pernah diharap itu sebagai cara terbaik untuk mengubah prilaku anak kearah yang lebih baik.
Bahkan sangat boleh jadi mereka akan lebih liar lagi. Semua hal tadi hanyalah komponen yang ada di hilir. Boleh-boleh saja kalau melakukan SEBAGIAN dari itu, sebagai sebuah shocking therapy. Tetapi harus di imbangi dengan adanya sistem berkualitas yang terbagun sebagai komponen hulu. Ya, sejatinya dibalik sebuah rumah, harus terbangun aturan main yang jelas sebagai The rule of life. Semakin baik aturan main yang terbangun pada hulu, menentukan semakin cerdas kita ‘mengeksekusi persoalan anak di hilir.
Sebab jika hanya mengandalkan hukuman untuk memberi efek jera agar anak tidak berbuat hal negatif lagi, saya khawatir bobotnya tidak cukup kuat dalam menghalau daya tarik yang ditimbulkan oleh lingkungan yang telah bersekutu dengan era digital. Dengan demikian anak pun mudah saja berucap dengan kalimat yang sama, “persoalan dibelakang yang penting sikat dulu.”
So, mari kita bangun sistem di balik kehidupan berbangsa yang lebih berkualitas dari waktu kewaktu. Serta pada saat yang sama mari pula kita bangun aturan main dibalik keluarga sejak dini, sebagai sebuah rule of life. Karena pada gilirannya, itulah yang memberi efek positif terhadap perubahan prilaku yang lebih langgeng bagi anak-anak bangsa kedepannya. Amin…
Terima Kasih, Semoga bermanfaat.
Salam Metamorfosa
Rahman Patiwi
Praktisi Parenting-Pendidikan
Related Posts:
Si Dekil Yang Bergaji Miliaran Sehari
Resolusi 2015, Ini Aksiku Mana Aksimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H