Mohon tunggu...
Rahman Kamal
Rahman Kamal Mohon Tunggu... Jurnalis - Freelance Graphic Designer and Social Media Marketing Expert

Menulis, bercerita, dan berbagi kekuatan. Pecinta bola yang kadang romantis dan menulis berbagai topik ringan sehari-hari. #COYG

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Merenungkan Kembali Dampak Kita terhadap Lingkungan Lewat Pulau Plasti oleh WatchdoC

1 April 2024   18:34 Diperbarui: 1 April 2024   18:36 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster 'Pulau Plastik'.(Foto: WatchdoC Indonesia)

Film adalah media untuk membagikan pemikiran. Melalui naskah serta ide yang diejawantahkan ke dalam produk audio visual. Dikemas rapih, agar bisa diterima oleh khalayak luas. 

Film sendiri memiliki banyak genre, mulai dari horor, komedi, sci-fi, autobiography, dan juga dokumenter. Bagi saya, dokumenter adalah genre film favorit dan terkadang memberikan dampak luar biasa setelah menontonnya. 

Hal itu lantaran film dokumenter biasanya berlatar kejadian/kenyataan dan berbasis pada fakta. Di dalam cerita film dokumenter, tak ada unsur fiktif yang sengaja dibuat demi mendramatisir alur ceritanya. 

Istilah film dokumenter pertama kali diperkenalkan Robert Flaherty pada 8 Februari 1926. Saat itu Robert merilis film berjudul Moana yang menggambarkan cerita non-fiksi. Dalam perjalanannya, film dokumenter sering dijadikan media kritik sosial dengan memotret hal-hal kelam yang tak mungkin ditampilkan di genre film lain. Selain itu, dokumenter juga kerap digunakan sebagai film biografi seorang tokoh.

Nah, ketika bicara soal film dokumenter, terdapat sebuah judul yang memberikan dampak mendalam bagi saya setelah menontonnya. Film itu merupakan besutan studio lokal dan berfokus terhadap isu lingkungan di Indonesia. Film dokumenter itu adalah 'Pulau Plastik' oleh WatchdoC Indonesia. 

Yuk, ngobrol soal film satu ini dan alasan kenapa film dokumenter ini meninggalkan pesan yang begitu mendalam, cekidot!

Sinopsis Pulau Plastik

Film Pulau Plastik diangkat dari perjuangan tiga tokoh protagonis yang berjuang melawan polusi plastik sekali pakai. Plastik sekali pakai bukan hanya mengotori bumi, namun juga berdampak pada tubuh manusia dan makhluk di sekitarnya. 

Tiga tokoh protagonis pada film ini adalah Gede Robi, vokalis band Navicula asal Bali; Tiza Mafira, pengacara muda dari Jakarta; dan Prigi Arisandi, ahli biologi dan penjaga sungai dari Jawa Timur. 

Ketiga protagonis menelusuri sejauh mana jejak sampah plastik menyusup ke rantai makanan manusia, dampaknya terhadap kesehatan manusia, dan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis polusi plastik ini.

Film Pulau Plastik berhasil disajikan dengan baik oleh Visinema Pictures, Kopernik, Akarumput, dan WatchdoC. Film ini dibuka dengan scene dramatis, narasi tumpukan sampah, sinematik yang menyentuh hati, hingga dampak terhadap masa depan Bumi.


Awal dan Jalan Cerita Film Pulau Plastik


Cerita dimulai melalui sudut pandang Gede Robi, seorang vokalis band asal Bali. Bali merupakan tempat destinasi mancanegara dengan keindahan wisata alam yang berupa pantai mempesona. 

Permasalahan terjadi ketika tumpukan sampah plastik berada di laut dan bibir pantai. Hal tersebut mengganggu keindahan alam dan merusak ekosistem di laut. 300 juta ton plastik sekali pakai hadir di pantai dan laut per detiknya. Hanya dipakai lalu buang, dipakai lalu buang, dipakai lalu buang. Ironisnya, sampah plastik dari tahun 70-an pun sampai sekarang masih utuh dan kerap ditemukan berserakan di pinggir pantai.


Pada film dokumenter ini, terlihat Jokowi berkunjung ke pasar yang berada di Bali. Kemudian, Gede Robi sempat bertanya terkait regulasi pemerintah pusat seperti apa mengenai isu sampah plastik ini. Sayangnya, Jokowi menjawab dengan apresiasi Bali yang
sudah mempunyai regulasi mengenai sampah plastik melalui peraturan gubernur. 

Gede Robi tidak sendiri dalam mengkampanyekan isu ancaman plastik. Tiza Mafira, seorang aktivis dan pengacara muda dari Jakarta, hadir sebagai bintang utama selanjutnya. Pada bagian kedua, Tiza melakukan aksi pembersihan pantai bersama anak-anak dan
komunitas-komunitas yang berada di Jakarta. Tiza juga berkampanye tentang plastik dan memberikan informasi terkait pawai yang diadakan di Jakarta pada 21 Juli 2019 kepada partisipan acara bersih-bersih pantai itu.


Kembali ke Gede Robi, sesampainya di Gresik, ia bertemu dengan Prigi Arisandi, ahli biologi dan penjaga sungai dari Jawa Timur, untuk menjalankan misi besar. Sebelum pergi, Prigi mengajak Gede Robi pergi ke sungai dan mengambil sampel limbah plastik yang terdapat di sungai. Di sana mereka mendapatkan mikroplastik serta serat-serat plastik di batuan sungai. 

Setelah itu, mereka membeli ikan bandeng lalu membedah ikan untuk diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa bandeng yang dibeli Gede Robi dan Prigi di pasar mengandung mikroplastik. Lebih jauh dari itu, mikroplastik pun dapat ditemukan pada feses dari hasil memakan bandeng itu.

Setelah selesai eksperimen, Gede Robi dan Prigi melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta, Bogor, dan Jakarta. Karena perjalanan cukup jauh serta memakan waktu, mereka beberapa kali singgah untuk istirahat, berkampanye terkait plastik, dan melakukan mobile lab. Salah satunya adalah ketika singgah di Yogyakarta. Mereka beristirahat sembari mencari 100 sampel feses untuk diteliti apakah ada kandungan mikroplastik atau tidak.

Setelah tiba di Jakarta, aksi yang mereka galang lewat media sosial ternyata berhasil mengumpulkan ribuan orang. Terlihat Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Susi Pudjiastuti, berada di barisan depan bersama Gede Robi, Tiza, dan Prigi. Gede Robi dan Prigi kemudian menyumbang sampah plastik yang mereka dapatkan selama perjalanan ke Jakarta. 

Pada aksi tersebut, selain melakukan kampanye bebas plastik, dilakukan juga orasi dan konser hiburan. Ketika aksi pawai itu berlangsung, Prigi, Gede Robi, dan Tiza mengganti plastik yang dibawa oleh pengunjung dengan totebag.


Pesan Film Pulau Plastik


Film Pulau Plastik memiliki pesan mendalam yaitu pentingnya kesadaran akan limbah plastik. Film ini juga mengajak masyarakat berbagi ragam solusi dalam mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kesadaran pihak industri/perusahaan untuk mendesain ulang produk mereka dengan tidak menggunakan lagi material plastik sekali pakai.

"Film Pulau Plastik menyampaikan pesan moral yang menggugah kesadaran masyarakat terhadap bahaya plastik bagi manusia," ucap Wali Kota Bogor, Bima Arya.

Personal Note tentang Film Pulau Plastik

Poster nobar 'Pulau Plastik'.(Foto: Dokumen Pribadi)
Poster nobar 'Pulau Plastik'.(Foto: Dokumen Pribadi)
Film dokumenter ini saya saksikan di tahun 2022 bersama kawan di Komunitas Lentera Besuki Membaca. Kami menyaksikannya bersama-sama dan dilanjutkan dengan diskusi publik bersama dua orang tokoh lingkungan setempat. Data dan fakta yang dibawakan dalam film Pulau Plastik sungguh menyentuh dan menggelitik sanubari. Mencolek jiwa, seakan bertanya, sudah seberapa banyak dampak yang kamu hasilkan untuk bumi ini? Sudahkah kamu membuang sampah pada tempatnya? Sudahkan kamu mengelola limbahmu dengan bijak.

Melalui film ini, saya banyak belajar dan muncul rasa menyesal atas semua hal yang sudah dilakukan. Sampah-sampah yang sudah dibuang sembarangan. Plastik-plastik yang tidak dimaksimalkan. Semua itu hadir bersama pikiran, kita hidup di dunia hanya sebentar, namun dampak yang kita tinggalkan bertahan selamanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun