Mohon tunggu...
Rahmaniar Fauziyyah
Rahmaniar Fauziyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Saya memiliki minat dalam bidang ilmu pengetahuan sosial khususnya dalam bidang sejarah. Saya merupakan seseorang yang berjiwa ekstrovert dan dengan mudah beradaptasi di tempat atau suasana yang baru. Saya juga sangat suka mencoba suatu hal yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hereditas dan Lingkungan Dalam Proses Perkembangan

21 Desember 2024   05:30 Diperbarui: 21 Desember 2024   04:17 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hereditas dan lingkungan adalah dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Hereditas merujuk pada pewarisan sifat biologis dari orang tua kepada anak melalui gen. Sifat-sifat yang diwarisi ini dapat mencakup fisik, intelektual, dan bahkan karakteristik kepribadian. Sementara itu, lingkungan mencakup semua faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan individu, seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, dan budaya. Kedua faktor ini saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain dalam membentuk individu yang unik. Meskipun hereditas memberikan dasar biologis, lingkungan berperan penting dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki seseorang. Teori-teori hereditas berusaha menjelaskan bagaimana sifat-sifat diwariskan, sementara konsep lingkungan menekankan pentingnya faktor eksternal dalam membentuk kepribadian dan perilaku.

Perbedaan proses perkembangan secara hereditas dan lingkungan adalah hereditas berasal dari bawaan genetik lahiriah dari orang tua sedangkan lingkungan berasal dari tempat dimana anak tersebut bertumbuh kembang dari kecil higga dewasa. Hereditas dan Lingkungan memiliki perbedaan yang cukup jelas namun keduanya saling berhubungan dan memiliki sifat timbal balik satu sama lain dalam proses perkembangan seorang anak. Keduanya dapat mempengaruhi suatu proses perkembangan seorang anak apakah mempercepat, memperlambat, merusak atau meningkatkan kualitas perkembangan seorang anak.

John Locke, seorang filsuf yang terkenal dengan teori empirismenya, berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan seperti "tabula rasa" atau "kertas kosong". Menurut Locke, pikiran manusia pada awalnya tidak memiliki ide atau pengetahuan bawaan. Semua pengetahuan dan ide yang dimiliki manusia diperoleh melalui pengalaman dan pembelajaran dari lingkungan sekitar. Teori ini sangat menekankan peran lingkungan dalam membentuk perkembangan individu. Locke percaya bahwa pendidikan dan pengalaman hidup adalah faktor penentu utama dalam membentuk karakter, perilaku, dan pengetahuan seseorang. Dengan kata lain, Locke menolak gagasan bahwa ada sifat-sifat bawaan yang menentukan nasib seseorang.

Teori nativisme yang dipelopori oleh Arthur Schopenhauer menekankan bahwa perkembangan manusia terutama ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Menurut teori ini, sifat-sifat dan kemampuan seseorang sudah tertanam dalam gen dan tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Schopenhauer berpendapat bahwa bakat, kecerdasan, dan bahkan karakter seseorang sudah ditentukan sejak lahir dan akan berkembang sesuai dengan potensi genetiknya. Artinya, lingkungan tidak memiliki peran yang signifikan dalam mengubah sifat-sifat bawaan tersebut. Sebagai contoh, anak dari orang tua yang berbakat dalam musik cenderung akan mewarisi bakat musik tersebut. Teori ini menggarisbawahi pentingnya faktor genetik dalam membentuk individu dan cenderung meremehkan peran lingkungan dalam perkembangan manusia.

Teori konvergensi yang dikemukakan oleh William Stern memadukan pandangan nativisme dan empirisme dalam menjelaskan perkembangan individu. Stern berpendapat bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas (pembawaan) dan lingkungan. Bakat dan potensi yang dimiliki anak sejak lahir (hereditas) akan berkembang dengan optimal jika didukung oleh lingkungan yang sesuai. Sebaliknya, lingkungan yang kurang mendukung dapat menghambat perkembangan potensi tersebut. Dengan demikian, Stern menekankan pentingnya interaksi antara faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam membentuk kepribadian dan kemampuan individu. Teori ini memberikan pandangan yang lebih seimbang dibandingkan dengan teori nativisme atau empirisme semata, karena mengakui peran penting kedua faktor tersebut dalam proses perkembangan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun