Mohon tunggu...
Rahmaniar Fanny Audy
Rahmaniar Fanny Audy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya, Rahmaniar Fanny Audy, mahasiswa Program Studi Agribisnis dari Universitas Brawijaya. Memiliki minat terhadap konten Agrikultur, Bisnis, Gmes, Humor, dan Karir. Aktif di International Association of Agricultural dan Related Science (IAAS) sebagai Supervisor Science and Department Technology.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Upacara Ritual Larung Sesaji di Danau Ranu Grati

12 Agustus 2023   18:18 Diperbarui: 12 Agustus 2023   18:56 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu (24/7) warga desa Ranuklindungan kembali merayakan ritual larung saji di danau Ranu setelah sekian lama tidak diadakan. Upacara disiapkan dan dilaksanakan oleh warga asli desa Ranuklindungan pada setiap bulan Suro (Muharram). Menurut Pak Joko, salah satu warga lokal, ritual ini ditujukan untuk menjaga kerukunan antara yang terlihat dan yang tidak terlihat di wilayah danau Ranu. 

Upacara dimulai dengan doa yang dipimpin oleh pemuka agama setempat, dilanjut dengan pelarungan sesaji di tengah danau yang ditemani oleh pendamping yang merupakan seorang perempuan memakai kebaya putih dan selendang 7 warna. 

Pemimpin ritual beserta pendamping menaiki perahu menuju bagian pusat (tengah) danau, dan meletakkan sesajian yang sudah dipersiapkan di tengah danau dan dibiarkan mengapung. Ritual ini diakhiri dengan acara selamatan esok harinya di pendopo yang terdapat di bagian depan danau Ranuklindungan.

Acara pelarungan saji ini diminati oleh warga sekitar. antusiasme warga terlihat dari banyaknya orang yang hadir, baik untuk foto bersama pendamping maupun menikmati acara larung saji secara keseluruhan. 

Hal ini dapat dimaklumi, mengingat acara ini baru diadakan setelah cukup lama tidak diselenggarakan dikarenakan pandemi covid. Upacara larung saji Danau Ranu sudah dilakukan turun-temurun dari leluhur. 

"Dari saya masih kecil sudah ada," ungkap Bapak Muhammad Faqih. Ditetapkan pelaksanaan upacara dalam sepuluh hari pertama Muharram. "Yang penting tidak saat malam Suro atau melebihi 10 Suro," jelas Pak Joko.

Kisahnya, sesajen tersebut dipersembahkan untuk penguasa Ranu Grati, Baru Klinting sebagai timbalan agar tidak ada lagi pendatang yang tenggelam di danau ini. 

Dahulu Ranu Grati sangat ramai dipenuhi pendatang yang ingin berkunjung menikmati keindahannya. Namun, terjadi beberapa insiden dimana pengunjung yang mendatangi danau tenggelam di dalamnya. Alhasil, sedikit demi sedikit pendatang mulai berkurang. Masyarakat pada saat itu percaya kalau korban-korban tersebut tenggelam karena Baru Klinting sehingga mereka melarungkan sesaji sebagai timbalan agar Ranu tetap dilindungi dari marabahaya dan tidak ada lagi korban.

Diluar semua kemistisannya, Ranu Grati juga merupakan salah satu saksi perjuangan bangsa. Indonesia mengalami penindasan terburuk pada masa penjajahan Jepang dan pemberontakan terjadi dimana-mana, termasuk di Ranu Grati. 

Suatu waktu, pemuda-pemuda Pasuruan Ranu Grati melakukan penyerangan yang menghasilkan banyak korban tentara Jepang dan ini membuat tentara yang tersisa sangat marah. Hendak mereka langsung menuju rumah-rumah penduduk dan menembaki secara membabi buta. Namun yang mereka dapati hanya kekosongan karena penduduk dan para pejuang sudah bersembunyi dengan membenamkan diri di dalam danau. 

Wajah mereka yang tampak dilindungi oleh tanaman-tanaman air yang banyak tumbuh di permukaan danau. Saat itu Ranu Grati dikenal sebagai tempat persembunyian para pejuang, itu sebabnya salah satu desanya dinamai Ranuklindungan, danau tempat berlindung (tempat perlindungan).

Selain perikanan, sejak dahulu aliran air Ranu Grati dimanfaatkan untuk mengairi sawah sampai 4 kecamatan, yaitu Grati, Nguling, Lekok, dan Rejoso sehingga hasil panen jadi berlimpah. Untuk mewujudkan rasa syukurnya, masyarakat mengadakan tasyakuran dengan harapan Ranu Grati tetap terjaga kelestariannya, keindahan alamnya, serta kesuburan tanah di sekitarnya, agar dapat dimanfaatkan bersama dan terhindar dari segala marabahaya dan bencana. Acara tasyakuran ini disebut "Distrikan" karena diikuti oleh empat kecamatan yang semasa itu disebut distrik.

Acara Distrikan ini sudah ada sejak tahun 1928 dimana pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Juru Kunci Ranu Grati. Pada awalnya acara Distrikan dimaksudkan untuk meminta kepada Sang Mbaurekso Ranu Grati agar tidak mengganggu masyarakat yang memanfaatkan perairan Ranu atau melakukan kegiatan disana sehingga tidak ada lagi korban seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya. 

Foto: Danau Ranu Grati, Sabtu (23/7/2023). KOMPASIANA/Naura Diva Nabilla/pri.
Foto: Danau Ranu Grati, Sabtu (23/7/2023). KOMPASIANA/Naura Diva Nabilla/pri.

Acara diawali dengan mempersiapkan perahu yang digunakan untuk melarungkan sesajen serta berbagai makanan dan sandingan yang diperlukan untuk upacara. 

Puncak dari acara ketika peserta upacara yang terdiri dari sesepuh desa dan masyarakat sekitar mengikuti upacara larung di tengah danau dengan naik perahu hias dan membawa gethek berisi sesaji tumpeng dan sandingan.

Sampai di tengah danau, Juru Kunci kemudian membacakan doa memohon keselamatan dan keberkahan kepada Sang Penguasa Ranu Grati. Upacara ini mengundang banyak pengunjung dari luar daerah karena ingin menyaksikan jalannya upacara sambil menikmati keindahan danau.

Sekarang sudah terjadi perubahan besar dalam acara Distrikan. Pada tahun 1978 acara distrikan dengan membuang sesaji ke danau dihentikan karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama oleh masyarakat yang mayoritas beragama Islam dan kesadaran agamanya sudah semakin tinggi. 

Dobrakan baru terjadi pada tahun 2000 ketika para pemuda Ranu Grati pada masa itu berinisiatif menghidupkan kembali budaya Distrikan yang pernah menghidupkan suasana di danau yang kembali sunyi. 

Kini, dengan dukungan Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan dan aparat terkait, acara Distrikan lebih bernuansa Islami dengan mengganti doa/mantra larung sesaji dengan istighosah dan tasyakuran. Kembalinya budaya Distrikan yang sudah dimodifikasi diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pengembalian dan perkembangan Ranu Grati sebagai objek wisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun