Mohon tunggu...
Ariz Rahman Hasraf
Ariz Rahman Hasraf Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Saat ini, penulis sementara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tukang Parkir vs Everybody

13 Januari 2025   11:20 Diperbarui: 13 Januari 2025   14:50 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Juru Parkir Liar yang Meresahkan

Terus, terus, terus~

Suara ini tidak asing ketika anda parkir di Jakarta. Bukan sulap-bukan sihir, juru parkir berceceran di mana-mana. Warung makan, minimarket, cafe, bahkan mampir ke Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang sekiranya cuma dua atau lima menit menjadi tempat mereka mengadu nasib. 

Mereka layaknya ninja, entah datang dari mana, tetapi datang bak pahlawan kesiangan. Sebenarnya, juru parkir bukan pekerjaan hina, tetapi banyak tindakannya yang menyebalkan.

Tidak ada yang salah kok menjadi juru parkir, justru jasa ini yang paling dibutuhkan, apalagi jika tempat yang dituju tidak memiliki lahan parkir yang luas. Selain itu, pengendara akan merasa aman karena ada yang menjaga kendaraannya. 

Menjadi juru parkir tidak harus kekar dan pandai bela diri kok, intinya harus act of service haha. Namun, tidak sedikit juru parkir yang menyebalkan bekerja ala kadarnya. Keberadaannya menimbulkan pro dan kontra kerap meresahkan karena membuat bujet pengeluaran membengkak, dikit-dikit bayar parkir. Di samping itu, ada juga yang mengatakan membayar dua ribu tidak akan membuat seseorang miskin.

Banyak alasan mengapa juru parkir itu menyebalkan. Mereka cukup bermodalkan peluit, tetapi gaji dapat melebihi Upah Minimum Regional (UMR) dan kontribusinya sulit diterima. Rasanya, masyarakat perlu melihat juru parkir resmi yang memakai seragam khusus dan ID card untuk menandai bahwa benar adanya parkir. 

Selain itu, juru parkir kerap tidak memiliki uang kembalian atau sekadar malas saja. Diberi lima ribu tidak ada kembaliannya, diberi seribu juru parkir malah marah, maunya diberi dua ribu. Bagi sebagian orang, uang yang dikeluarkan tidak sesuai mengingat kontribusi juru parkir dan waktu parkir.

Posisi juru parkir paling menyebalkan nomor satu yaitu parkir di ATM. Bayangkan, seseorang mengambil uang yang sudah dipotong biaya admin ditambah pajak parkir menunggu di luar. Kalau hanya sebentar atau tidak jadi menggunakan ATM, mereka tetap menuntut bayar karena sudah meninggalkan kendaraan. 

Menurut saya, juru parkir di ATM itu aneh sekali karena di sana orang akan bingung bagaimana caranya membayar parkir. Orang pergi ke ATM mengambil uang pecahan lima puluh atau seratus ribu, uang dua ribu saja tidak punya, apa harus diberi pecahan besar dan menunggu kembalian?

Aturan main parkir yaitu seseorang meninggalkan kendaraan, maka harus bayar parkir. Banyak orang menyiasatkan, jika membawa teman boncengan, maka akan diminta menunggu di kendaraan saja agar tidak bayar parkir. 

Minimarket juga sering menjadi korban juru parkir liar, meskipun telah diberi banner bertuliskan parkir gratis. Tetap saja, juru parkir liar tidak kenal takut, bahkan berani menutup tulisannya. Tidak heran, banyak adu mulut mengingat manajemen minimarket sudah mengatakan gratis, tetapi malah diminta uang parkir. Wajar saja, banyak yang menghindari juru parkir ketika ingin ke minimarket dan lebih memilih mencari yang tidak ada.

Apakah Perlu Standar Operasional Prosedur Juru Parkir?

Tanggapan saya terkait keluhan masyarakat terkait juru parkir liar sebenarnya bisa ditertibkan atau diberikan pelatihan agar ditempatkan sebagai juru parkir resmi. Salah satunya, seragam khusus dan ID card perlu digunakan agar masyarakat semakin percaya. 

Kemudian, mereka diberikan rasa tanggung jawab untuk menjaga kendaraan agar siap mencegah hal yang tidak diinginkan. Kendaraan lecet karena kesenggol atau jatuh, dan hilangnya helm dapat dicegah jika juru parkir mengawasi dengan baik.

Setelah stigma kental yang dikaitkan terhadap juru parkir, ada juga juru parkir yang teladan patut dijadikan contoh. Curiga jika juru parkir ini love languagenya act of service hahaha. 

Mereka merapikan posisi kendaraan, mencegah helm basah pakai plastik, menaruh kardus di atas jok biar tidak panas, dan paling penting menahan laju kendaraan di jalan. Nah kalo gini, mau diberi lima ribu juga worth it. Sudah seharusnya, juru parkir dijalankan sebagai simbiosis mutualisme, saling menguntungkan.

Mungkin, juru parkir perlu mempunyai standar operasional biar lebih terorganisir dan jelas dalam memberikan komando. Coba tengok paguyuban pedagang nasi goreng, mereka saja saling bertukar informasi. Barangkali, juru parkir juga perlu menetapkan harga yang sesuai di masing-masing wilayah. 

Misalkan saja parkir kendaraan roda dua, jika di restoran ditetapkan dua ribu atau parkir saat event besar ditetapkan lima ribu. Jadi, tidak ada perbedaan yang menimbulkan kecurigaan pengendara.

Perkembangan teknologi juga dapat digunakan juru parkir yaitu membayar via QRIS. Aplikasi ini menjadi solusi bagi pengendara yang tidak memiliki pecahan kecil. Masyarakat berusaha mengerti perparkiran yang menyebalkan sambil berharap ke depannya lebih baik karena volume kendaraan akan terus meningkat. Daripada kesal karena parkir, lebih baik naik transportasi umum ga sih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun