Konstitusi sebagai dasar pedoman pembangunan hukum dan hak asasi manusia juga telah menegaskan mengenai pemanfaatan sumber daya alam termasuk sumber daya agraria yang salah satunya adalah tanah. Hal ini terdapat pada Pasal 33 ayat (3) menentukan, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat"
Tujuan negara telah tergambar jelas pada kemakmuran rakyat, yakni kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini juga ditegaskan pada Pasal 6 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang mana "Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial", pada penjelasannya tidak hanya hak milik tetapi semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Sehingga hal ini menjadi salah satu hal yang mendasari bahwa pemegang hak atas tanah dapat melepaskan haknya apabila tanah akan digunakan untuk fungsi sosial atau dapat dikenal untuk pengadaan tanah kepentingan umum. Pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dewasa ini tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal tersebut tentu disebabkan dengan berbagai kendala yang terjadi saat proses pengadaan tanah. Menurut Nurhasan Ismail terdapat beberapa hal yang mempengaruhi adanya kendala dalam proses pengadaan tanah:Â
a) Melekatnya sisa-sisa budaya otoritarian pada masa orde baru
b) Kekhawatiran terhadap keadaan ekonomi setelah tanahnya digunakan untuk pembangunanÂ
c) Belum adanya Pengadilan Agraria, hal ini berkaitan dengan percepatan gugatan yang dilakukan oleh masyarakat Â
Konflik agraria yang terjadi di Indonesia juga mempunyai berbagai penyebab. Konflik agraria diantara yang terjadi yakni konflik vertikal yakni antara pemerintah dengan masyarakat atau bahkan konflik horizontal yakni masyarakat dengan masyarakat dan dimungkinkan juga konflik agraria terjadi antara pemerintah dengan pemerintah. Tipologi kasus-kasus di bidang pertanahan secara garis besar dapat dipilah menjadi lima kelompok, yakniÂ
a) Kasus-kasus berkenaan dengan penggarapan rakyat atas tanah-tanah perkebunan,
kehutanan, dan lain-lain.
b) Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform
c) Kasus-kasus berkenaan dengan akses-akses penyediaan tanah untuk pembangunan.
d) Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah