Mohon tunggu...
Abdurrahman Darojat
Abdurrahman Darojat Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pembelajar

Menulislah untuk masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Mencari Cawapres Alternatif

18 September 2023   11:46 Diperbarui: 19 September 2023   01:30 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sosok Cawapres. | Foto: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji 

Pilpres 2024 diprediksi akan menarik. Figur-figur populer didorong oleh partai-partai politik untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden pengganti Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. 

Politik Indonesia menjadi semakin hangat dengan dideklarasikannya pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai capres dan cawapres oleh Partai Nasdem dan PKB, kemudian disusul dukungan oleh PKS. 

Praktis bacapres terkuat saat ini, yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo harus segera memutuskan cawapres yang diinginkan.

Ridwal Kamil, Sandiaga Uno, Erik Tohir, Khofifah, dan Yenny Wahid merupakan figur yang mendapatkan nilai skor tinggi dalam setiap survei cawapres yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei. 

Namun, realitasnya, popularitas dan elektabilitas bukan faktor yang begitu dominan dalam menentukan kandidat pemenang Pilpres. Siapa menyangka KH. Ma'ruf Amin yang akhirnya dipilih oleh Jokowi sebagai cawapres dalam Pilpres tahun 2019, menyingkirkan figur populer Mahfud MD. 

Salah satu faktor utama KH Ma'ruf Amin dipilih karena memiliki modal sosial yang kuat, yaitu sebagai kyai yang berpengaruh di Ormas Islam NU.

Hal inilah yang membuat politik Indonesia begitu sulit ditebak. Idealnya secara teori politik, capres-cawapres berasal dari koalisi yang memiliki ideologi yang sama, aliran politik yang sama, program yang sama karena menyangkut output dari pemerintahan itu sendiri, yaitu kebijakan pemerintah. 

Sulit bagi kita melihat politik Indonesia bisa memiliki partai politik yang memiliki cara pandang yang berbeda, ideologi yang beda menyangkut pengambilan kebijakan, seperti demokrat vs republik di Amerika Serikat, buruh dan konservatif di Inggris, nasionalis dan sosialis di Perancis yang tentu memberi warna bagi politik negara tersebut.

Oleh karena itu, sampai batas penutupan pendaftaran capres dan cawapres, masih mungkin ada elemen kejutan. Tentu setiap koalisi partai politik menginginkan capres dan cawapres yang diusungnya sebagai pemenangnya. 

Oleh karena itu, selain harus merupakan figur populer, juga memiliki basis pemilih yang kuat. Ganjar Pranowo yang diusung oleh koalisi PDI-P memiliki basis massa yang kuat di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur yang merupakan basis PDI-P. 

Prabowo Subianto yang diusung koalis besar Gerindra, Golkar, PAN, dll. memiliki basis massa yang kuat di Jawa Barat dan sebagian Sumatera jika dilihat dari hasil Pilpres 2014 dan 2019. 

Tentunya koalisi yang mengusung Ganjar Pranowo menginginkan figur yang memiliki basis yang kuat seperti di kalangan nahdliyin atau di daerah yang merupakan basis yang kuat dari Prabowo atau Anies. 

Begitu juga Prabowo Subianto. Kekalahan pilpres dua kali yang dialaminya salah satu hal utamanya disebabkan oleh gagal menaklukkan wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Lepasnya PKB dan Muhaimin dari koalisi kubu Prabowo Subianto membuat jalan Prabowo untuk memenangkan Pilpres tidak mulus karena di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat kantong-kantong suara besar PKB. Oleh karena itu, perlu kalkulasi matang dari tim Ganjar atau Prabowo dalam memilih cawapres. 

Tentu penting mempertimbangkan cawapres alternatif lain yang sekiranya memiliki modal sosial yang kuat, atau berasal dari wilayah yang memiliki pemilih yang besar

Salah Satu cawapres yang potensial untuk dilirik adalah Muhadjir Effendy. Muhadjir Effendy sekarang menjabat sebagai Menko PMK kabinet Indonesia Maju, sebelumnya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Kerja menggantikan Anies Baswedan. 

Pria kelahiran Madiun, 29 juli 1956 memiliki pengalaman yang panjang didunia pendidikan-- menjadi rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) selama tiga periode dan berhasil membawa UMM memiliki reputasi besar di Jawa Timur dan Indonesia. 

Kebijakan-kebijakan progresifnya sebagai mendikbud di antara sistem sekolah full day 5 hari kerja dan sistem zonasi memberi keadilan bagi seluruh anak untuk mencicipi sekolah favorit. 

Selain itu, pada masa pandemi berhasil mengoordinasikan dengan baik program-program sosial untuk menjaga kondisi masyarakat yang sedang kesusahan.

Tentunya pengalaman kerja ini bisa menjadi pertimbangan serius bagi capres untuk memudahkan implementasi visi-misi. 

Selain itu juga beliau memiliki modal sosial yang kuat di kalangan Muhammadiyah dan jaringan UMM yang kokoh, dekat dengan kaum nahdliyin dan utamanya berasal dari Jawa Timur. 

Oleh karena itu, beliau layak menjadi pertimbangan bagi tim pemenangan koalisi capres dan cawapres yang menginginkan kandidat yang diusungnya menjadi pemenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun