Mohon tunggu...
Abdurrahman Darojat
Abdurrahman Darojat Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pembelajar

Menulislah untuk masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

2019 Tahun Politik (Uang)

26 Desember 2018   18:05 Diperbarui: 26 Desember 2018   18:18 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tidak terasa sebentar lagi akan memasuki tahun 2019. Tahun 2019 akan menjadi tahun penting bagi masyarakat Indonesia untuk menentukan wakil-wakilnya di pemerintahan dengan adanya Pemilihan Umum (Pemilu) yang rutin diselenggarakan 5 tahun sekali. 

Pemilu 2019 ini sangat berbeda dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya karean untuk pertama kalinya pemilhan anggota legislatif mulai dari tingkat kabupaten, Provinsi hingga Nasional diselenggarakan berbarengan dengan Pemilihan Presiden. 

Suhu politik sudah mulai memanas semenjak dimulainya tahapan awal kampanye oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada akhir september kemarin. Saking memanasnya suhu politik sudah terasa di tingkat aktor politik seperti internal partai politik pun memanas dengan adanya kader-kader yang berseberangan dengan kebijakan partai. 

Disisi lain di tingkat masyarakat semakin memanas parah dengan pengidentikan kubu pendukung Jokowi sebagai cebong dan pendukung Prabowo sebagai kampret, sehingga tidak ada ruang bagi rasionalitas untuk bekerja.

partai politik dan calon presiden

Pemilu legislatif (Pileg) 2019 menjadi momen krusial bagi partai politik.  partai-partai lama mulai berlomba-lomba memanaskan mesin politiknya. Regulasi 4% parlementary Threshold memaksa mereka bekerja keras untuk setidaknya tetap survive di kancah politik nasional terutama partai menengah, karena kehadiran partai-partai baru yang dapat mengancam eksistensi mereka seperti Perindo, Partai Berkarya, Partai Bulan Bintang dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI)  yang memiliki modal yang tidak sedikit. partai-partai lama yang berjuang mengejar parlementary threshold biasanya dikategorikan sebagai partai menengah bawah seperti PPP, Nasdem, Hanura, PKS, PAN, PKB. 

Partai-partai ini juga berharap banyak kepada efek ekor jas (coat tail) dengan dukungan mereka kepada salah satu pasangan calon presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpre). Pileg dan Pilpres yang mulai tahun 2019 diselenggarakan secara bersaman mendorong partai politik untuk membuat strategi yang matang agar meraih keuntungan politik yang maksimal. 

Praktis secara logis yang paling diuntungkan dalam Pilpres kali ini adalah PDI-P dan Partai Gerindra dimana kader-kadernya yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto merupakan kontestan utama capres. 

Namun demikian untuk meraih kemenangan kedua capres tersebut tentu membentuk koalisi partai politik pendukung. Menjadi permasalahan adalah koalisi berbasis apa yang dibentuk. Uang ditengarai turut bermain di dalam proses pencapresan ini dengan adanya tudingan Jenderal Kardus oleh Kader Partai Demokrat Andi Arief kepada salah satu calon presiden.

Masyarakat sebagai Pemilih

Pemilu merupakan wujud kedalutan berada di tangan rakyat. rakyat sebagai pemilih lah yang menentukan pemenang pileg dan pilpres. Calon anggota legislatif (Caleg) yang merupakan kader partai politik turun mendekati pemilih untuk mencari dukungan dan simpati dari masyarakat secara langsung sesuai daerah pemilihannya (Dapil). 

Beragam cara dilakukan oleh caleg dan tim suksesnya untuk meraih dukungan suara dari masyarakat, pada umumnya mereka melakukan pemberian bantuan secara langsung kepada kelompok masyarakat seperti bakti sosial, jalan sehat, kegiatan keagamaan dsb. 

Walaupun demikian hal tersebut belum mengena secara langsung di hati masyarakat karena menjadi common sense di hati warga masyarakat bahwa caleg hanya datang di masyarakat menjelang pemilu saja setelahnya jarang untuk turun langsung mendengar aspirasi masyarakat. akibatnya masyarakat menunggu serangan fajar uang langsung (vote buying) dari caleg menjelang pelaksaan pemilihan untuk memantapkan pilihannya dan hal ini menurut kami yang mengakibatkan mengapa ongkos politik itu mahal.

Pemilu 2019 menjadi ujian lagi bagi kedewasaan demokrasi Indonesia. Partai-partai akan mengerahkan mesin politiknya untuk meraih suara maksimal dengan mendekati pemilih baik menggunakan strategi programik maupun non programatik. 

Disisi lain, Pileg dan Pilpres yang dilaksanakan berbarengan akan menguji apakah uang masih berperan penting dalam kemenangan caleg ataupun pemimpin nasional. Berita terbaru tertangkapnya caleg yang melakukan politik uang kepada pemilih setidaknya menjadi early warning bahwa tampaknya uang masih sexy di mata pemilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun