Beberapa hari telah berlalu dan sepertinya kemarau akan berkepanjangan. Setiawan kader muda itu kembali menemui Bung Salim di warung kopi tempat kader-kader partai lainnya juga berkumpul.
"Bung Salim, beberapa waktu lalu aku kau memberikan aku syarat untuk mengajak seseorang berkencan sebelum menerima beberapa masukan darimu soal pengorganisasian massa, Â apakah kau ingat?" Tanya Setiawan membuka percakapan
"Lalu bagaimana hasilnya, Wan? Kau berhasil  mengajaknya berkencan?" Jawab Bung Salim.
"Belum juga Bung, aku sudah mencobanya 3 kali tapi hasilnya nihil Bung".
"Aih...lalu mengapa kau berani menampakkan hidungmu disini, dasar payah". Jawab bung salim meledeknya.
"Siapa wanita itu, Wan?"
"Anak juru ketik Kantor Pos, Bung. Anak orang terpandang dan ia bersekolah di sekolah pemerintah, maklum masih keluarga Bupati".
"Bagus Wan, seleramu tinggi, orang berpendidikan dan terhormat, kau mengejarnya?"
"Tentu Bung, bukankah cinta harus diperjuangkan?"
"Ya Aku setuju dengan itu, tetapi kau belum terlalu sakti jika masih mengejar wanita dan kemungkinan terburuknya kau akan tersesat iditengah jalan di tengah pengejaranmu."
"Lalu bagaimana Bung, ajari aku agar menjadi sakti. Ayolah".