Baru - baru ini kita menyaksikan ada kasus dugaan TPPO yang dilakukan oleh salah satu politeknik di Sumatera Barat dengan mengirim mahasiswanya magang di Jepang. Usut punya usut ternyata para mahasiswa yang dikirim kesana untuk magang diperas jadi buruh.Â
Mereka bekerja 14 jam sehari dengan waktu istirahat hanya 10 sampai 15 menit untuk istirahat. Bahkan mereka bekerja tanpa hari libur. Seteleh ditelusuri ternyata politeknik di Sumatera Barat tersebut tidak memiliki izin prosedural untuk melakukan proses pemagangan di luar negeri.
Pada Selasa (27/06) lalu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan dua mantan direktur politeknik di Payakumbuh itu menjadi tersangka TPPO. Mereka adalah G, direktur politeknik pada periode 2013-2018, dan EH, direktur periode 2018-2022. Â (bbc.com,30/6/2023)
Yang lebih parahnya lagi pihak kepolisian mengatakan pihak politeknik mendapatkan dua keuntungan yaitu keuntungan dana kontribusi dari para mahasiswa magang, kata Djuhandi, politeknik juga mendapatkan keuntungan yaitu, dua program studi mereka mendapat akreditasi dari B ke A.
Ironis memang, ini menjadi catatan buruk bagi lembaga pendidikan kita. Lembaga pendidikan kita berubah menjadi makelar perdagangan orang.Â
Ini mempunyai akar masalah yang sangat kompleks terutama soal sulitnya mencari pekerjaan yang layak. karena kalau kita melihat data BPS pada Februari 2023 penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen), sedangkan yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 55,29 juta orang (39,88 persen). Dibandingkan Februari 2022, persentase penduduk bekerja pada kegiatan informal mengalami peningkatan sebesar 0,15 persen poin.Â
Coba kita lihat lagi data berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 rata-rata upah pekerja sektor informal di Indonesia hanya mencapai Rp 1,816 juta per bulan.
Dari dua data di atas memperlihatkan bahwa kebanyakan mayoritas masyarakat kita bekerja di sektor informal dengan gaji yang rendah.
Persoalan ini pun dilematis tersendiri bagi para mahasiswa yang nantinya ingin bekerja, mereka bingung dan kesulitan untuk mencari pekerjaan yang layak.
Maka dengan iming-iming gaji yang tinggi dan pengalaman kerja mereka mau melakukan pemagangan walaupun prakteknya ternyata diperas seperti budak.Â