Pulau banyak adalah pulau yang terletak di ujung provinsi Aceh, Pulau Banyak kabupatennya adalah Aceh Singkil. Pulau Banyak terkenal dengan keindahan laut dan pantainya, dan kaya akan ikan dan lobsternya. Kecamatan Pulau Banyak terdiri dari tiga desa yaitu desa Pulau Balai, desa Pulau Baguk, dan desa Teluk Nibung. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa setiap desa dipimpin oleh keuchik, tentunya kebijakan-kebijakan setiap desa itu berbeda-beda.
Didesa Pulau Balai sendiri, saya tidak banyak menemukan atau melihat kebijakan pemerintahnya dibidang kesehatan. Saya hanya menemukan kebijakan dibidang kesehatan di desa Pulau Balai adalah setiap rumah sudah diberikan tempat sampah secara gratis dan petugas sampah di gaji setiap bulannya.
 Di desa Teluk Nibung sama juga kebijakan kesehatannya dengan desa Pulau Balai, lagi-lagi hanya tentang tempat sampah yang diberikan kepada masyarakat secara gratis dan petugasnya digaji setiap bulannya. Sedangkan di desa saya sendiri yaitu desa Pulau Baguk kebijakan dan investasi dibidang kesehatan itu sudah lumayang tinggi.
Kebijakan kesehatan di desa Pulau Baguk itu sendiri sama juga dengan desa Pulau Balai dan desa Teluk Nibung yaitu tentang tempat sampah dan gaji petugas sampah yang setiap bulannya sekitar 1 juta. Akan tetapi, ada beberapa kebijakan lain yang dibuat pemerintah desa Pulau Baguk yaitu seperti membeli speed boat yang dijadikan sebagai ambulance desa, dan melakukan program yang dibuat pemerintah Aceh yaitu Bank sampah WPC, sedangkan desa lain tidak membuat kedua program tersebut.Â
Spead boat yang digunakan sebagai ambulance dasa Pulau Baguk itu, berfungsi untuk membawa pasien gawat darurat Puskesmas Pulau Banyak dan dirujuk kerumah sakit kabupaten karena di Pulau Banyak itu sendiri tidak ada rumah sakit yang ada hanya Puskesmas kecamatan.
Seperti yang dapat kita ketahui bahwa jika masyarakat Pulau Banyak ingin pergi kekabupaten (Singkil), masyarakat harus menyebrang lautan terlebih dahulu dan dapat membutuh waktu sampai 4 jam jika menggunakan kapal. Coba kita bayangkan apa yang terjadi jika ada pasien gawat darurat ingin dirujuk kerumah sakit kabupaten (Singki) dan pasien harus menunggu 4 jam untuk di tangani.Â
Belum lagi kapal harus menunggu penumpang, memuat barang-barang, dan banyak hal yang membuat kapal lama untuk berangkat, sedangkan pasien gawat darurat yang ingin di tangani itu tidak bisa menunggu waktu lama dan harus cepat-cepat untuk di tangani. Bayangkan apa yang akan terjadi pada pasien tersebut jika hal itu terjadi, bahkan hal ini dapat membuat pasien kehilangan nyawanya karena terlalu lama mendapatkan penanganan.
Tentunya kejadian ini pernah terjadi pada masyarakat Pulau Banyak, pasien gawat darurat yang dibawa menggunakan kapal kekabupaten (singkil) meninggal dalam perjalanan karena terlalu lama di tangani. Ada juga ibu hamil yang dirujuk kerumah sakit kabupaten dan harus melahirkan di rumah sakit dibawa menggunakan kapal ada yang meninggal dunia dan ada juga anaknya lahir dikapal itu, karena terlalu mendapatkan penanganan, beruntung jika ibu dan bayinya selamat jika tidak alangkah sedihnya pihak keluarga pasien. Tentunya masalah ini sangat memprihatinkan terhadap masyarakat Pulau Banyak. Tetapi tenang saja dan jangan cemaskan lagi tentang masalah ini karena masalah ini sudah teratasi !!! Dan masalah ini sekarang sudah menjadi mimpi buruk masyarakat Pulau Banyak saja !!!
Karena banyaknya kematian-kematian yang terjadi pada pasien- pasien gawat darurat dikapal saat melakukan penjelanan kekabupaten (Singkil), hal inilah yang menguatkan tekat pemerintah desa Pulau Baguk untuk membeli speed boat tersebut yang dijadikan sebagai ambulance desa Pulau Baguk. Pasien gawat darurat yang tadinya jika menggunakan kapal untuk pergi kekabupaten (singkil) dan membutuhkan waktu sampai 4 jam, akan tetapi berbeda dengan menggunakan speed boat ini pasien gawat darurat tidak perlu menunggu waktu yang lama hanya sekitar 30 menit saja untuk sampai kekabupaten (Singkil) dan pasien gawat darurat cepat di tangani dan dapat diselamatkan dengan tepat waktu.
Banyak orang yang tidak melihat dan tidak mencari tahu tentang ambulance desa Pulau Baguk ini, mereka hanya mengangap remeh dan menganggap bahwa speed boat tersebut hanya digunakan untuk membawa parawisata yang datang ke Pulau Banyak untuk berkeliling pulau- pulau saja. Mereka tidak mau tahu tentang ambulance desa dan tidak peduli dengan ambulance desa ini, sedangkan saya sendiri sangat mengetahui tentang masalah ambulance desa ini karena ayah saya sendiri adalah sebagai Nahkoda speed boat tersebut untuk membawa pasien gawat darurat kekabupaten (Singkil).
Jika masyarakat desa Pulau Baguk sebagai pasien gawat daruratnya, maka tidak ada dipungut biaya sama sekali untuk dibawa mengguanakan speed boat kekabupaten (Singkil). Akan tetapi jika masyarakat desa- desa lain sebagai pasiennya, mereka akan membayar harga minyak speed boat saja sedangkan gaji nahkodanya tidak diminta sama sekali pada pasien.
Dari sini saya dapat menilai bahwa pemerintah desa Pulau Baguk lebih peduli terhadap kesehatan dari pada pemerintah desa Pulau Balai dan desa Teluk Nibung, dan bisa dikatakan keuchik desa Pulau Baguk sangat bagus dalam membuat kebijakan apalagi kebijakan dibidang kesehatan. Bukannya saya memuji- muji desa saya, akan tetapi hal ini memang kenyataan terjadi dan sangat terlihat jelas, dan saya melihatnya dengan mata saya sendiri.
Kita tahu bahwa setiap desa itu diberikan anggaran oleh pemerintah Indonesia sama banyaknya dan sama besarnya yaitu kurang lebih 1 M pertahun. Dengan sebanyak itu anggaran untuk desa yang diberikan oleh pemerintah itu sudah lumayan besar, akan tetapi kenapa pemerintah desa- desa lain tidak banyak membuat kebijakan- kebijakan dibidang kesehatan dan kenapa yang dibuat hanya tentang masalah tempat sampah saja.Â
Kenapa pemerintah desa- desa lain selain desa Pulau Baguk tidak membeli speed boat sebagai ambulance desa mereka, sedangkan masyarakat mereka juga akan menjadi pasien gawat darurat juga bukan? Apakah pemerintah desa- desa lain tidak peduli terhadap masyarakat mereka yang menjadi pasien gawat darurat? Pertanyaan- pertanyaan ini sering terlintas dibenak saya. Saya terkadang memberi jawaban atas pertanyaan saya tersebut bahwa kemungkinan besar anggaran desa yang diberikan oleh pemerintah Indonesia tersebut digunakan untuk hal-hal lain yang tidak kita ketahui dan tidak akan di beritahukan kepada kita.
Pemerintah desa Pulau baguk juga membuat kebijakan untuk laksanakan program yang di buat pemerintah Aceh yaitu program Bank sampah WPC. Pada program ini masyarakat akan menabung/menyetor sampah di bank sampah, setelah memenuhi jumlah yang sudah di tentukan sampah dapat ditukarkan dengan sembako,uang, pulsa listrik, dan lain-lain. Akan tetapi program ini hanya berjalan 6 bulan saja dan sekarang sudah tidak berjalan lagi.
Kemungkinan besar masyarakat sudah bosan dan lelah untuk mengumpulkan sampah tersebut yang hanya dibayar dengan uang yang sedikit masyarakat ingin dibayar dengan jumlah yang tinggi. Oleh karena itu masyarakat tidak mau lagi mengumpulkan sampah dan tidak menyetornya ke Bank sampah. Dan masyarakat kembali membuang sampah sesuka hati mereka, ada yang membuang sampah ketempat sampat, ada juga masyarakat yang membuang sampah kelaut dan ada yang juga yang membakarnya. Masalah inilah yang harus ditanggulangi lagi dan diberi kebijakan yang lebih spesifik lagi, agar masyarakat tidak melakukan hak ini dan merubah kebiasaan mereka. Akan tetapi program Bank Sampah WPC ini di desa-desa lain tidak  pernah sama sekali melakukan dan dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H