Masing-masing manusia dilahirkan dengan kepribadian yang unik dan berbeda satu sama lain. Kepribadian berasal dari bahasa Inggris "Personality". Rollow May mendeskripsikan kepribadian sebagai "asocial stimulus value", atau kepribadian merupakan suatu stimulus atau rangsangan bagi orang lain.Â
Maksudnya adalah, reaksi seseorang terhadap kita adalah pengaruh dari kepribadian yang kita tunjukkan. Selain itu, Alport mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi yang bersifat dinamis dari sistem psikofisik yang ada pada individu dan dengan unik menentukan individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Â Seperti yang disampaikan Eysenck, kepribadian merupakan suatu karakteristik atau ciri dari seseorang yang menggambarkan perilaku, pemikiran, dan emosi, serta dapat dikatakan sebagai ciri seseorang dalam menghadapi dunia.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu stimulus reaksi atau organisasi yang dinamis dalam diri individu yang menjadi ciri dan berupa pemikiran, perilaku dan emosi, serta sebagai suatu ciri bagaimana individu menghadapi lingkungannya.
Terdapat berbagai macam pembagian kepribadian. Pada umumnya, masyarakat luas lebih mengenal kepribadian extrovert dan introvert. Tipe kepribadian ini didasarkan pada perbedaan respon, kebiasaan dan sifat yang ditampilkan individu dalam hubungan interpersonal. Konsep kepribadian extrovert-introvert yang dikembangkan oleh Eysenck lebih populer dibandingkan dengan tipe kepribadian tokoh lainnya.
* Kepribadian Extrovert
Menurut Eysenck, orang yang memiliki kepribadian extrovert cenderung lebih ramah, mudah bergaul, memiliki banyak teman, suka berbicara, menyukai lelucon, dan tidak jarang menonjolkan dirinya, cenderung agresif dan terkadang kurang kontrol terhadap dirinya.
* Kepribadian Introvert
Berkebalikan dengan kepribadian extrovert, orang yang introvert akan cenderung lebih tenang, pasif, hati-hati, pendiam, bijak, pesimis dan terkendali. Mereka cenderung diam, tidak banyak bicara, pemalu, tidak menyukai keramaian dan lebih jaga jarak dengan orang lain selain teman dekatnya.
Orang dengan kepribadian introvert akan lebih susah dalam menyampaikan gagasan yang ada pada pikirannya kepada orang lain, terutama di depan umum. Orang introvert umumnya lebih suka mendengarkan daripada bercerita, atau mereka bisa bercerita tetapi tidak dengan semua orang.Â
Begitu pula ketika dirinya melakukan proses konseling atau psikoterapi. Mereka lebih membutuhkan banyak waktu untuk mengungkapkan permasalahan dan semua hal yang dia pikirkan. Dengan itulah, konselor perlu membangun rapport yang baik dengan klien untuk menimbulkan dan meningkatkan rasa percaya pada diri klien. Namun, bagaimana jika individu yang introvert dihadapkan dengan proses konseling dan psikoterapi secara kelompok? Apakah benar jika proses konseling dan psikoterapi kelompok tidak efektif jika dilakukan oleh orang yang introvert karena karakternya yang pemalu, tidak mudah bicara, pendiam dan lebih suka menyendiri.
Sejatinya, konseling dan psikoterapi kelompok tidak hanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien, melainkan juga memperhatikan segi keterbukaan dan kepercayaan. Hal ini dikarenakan proses konseling dan psikoterapi kelompok seharusnya menekankan aspek sosial selain aspek pribadi. Konseling kelompok juga memiliki tahapan dan asas dalam penerapannya, menurut Fahmi & Slamet, asas dari penerapan konseling kelompok diantaranya yaitu a) kerahasiaan, b) kesukarelaan, c) keterbukaan, d) kegiatan, e) kenormatifan dan f) kekinian.
Selain itu, Konseling dan Psikoterapi kelompok juga diatur dalam Kode Etik Psikologi oleh HIMPSI (2010) yang diatur dalam pasal 75, yang berbunyi "Ketika psikolog memberikan konseling psikologi/ psikoterapi pada beberapa orang dalam satu kelompok, psikolog harus mempertimbangkan kondisi klien dalam kaitannya dengan konseling/terapi kelompok yang akan dilaksanakan, menjelaskan peran dan tanggungjawab semua pihak serta batas kerahasiaannya."
Maksud dari pasal tersebut adalah pelaksanaan dari konseling dan psikoterapi kelompok tidak bisa dilakukan secara asal, melainkan ada aturan dan hal-hal yang wajib diperhatikan yaitu Psikolog harus memastikan kondisi dari klien yang akan dimasukkan dalam kelompok, terutama terkait persamaan permasalahan pada klien, dan Psikolog wajib menjelaskan tanggung jawab masing-masing klien dalam proses pelaksanaan agar terjadi secara efektif, serta menekankan kerahasiaan karena proses konseling dan psikoterapi ini berada dalam setting kelompok yang mana orang lain yang tergabung dalam kelompok tersebut mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi tiap individu.
Dengan aturan ini diharapkan dalam proses pelaksanaan konseling dan psikoterapi kelompok berjalan efektif sesuai tujuan yang akan dicapai.
Beberapa penelitian ditemukan bahwa proses konseling dan psikoterapi kelompok efektif dilakukan oleh individu yang memiliki kepribadian introvert. Hal ini dikarenakan banyak manfaat yang didapatkan selain terselesaikannya masalah. Konseling dan psikoterapi kelompok mengacu pada proses komunikasi dan keaktifan dalam berbicara sehingga klien juga akan mendapatkan kesempatan untuk memahami dirinya, lingkungannya dan anggota kelompok, memahami permasalahan, mendapatkan solusi, perencanaan, dan evaluasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses konseling dan psikoterapi kelompok dapat dijadikan wadah dalam memfasilitasi individu dengan kepribadian introvert untuk beradaptasi dan mengembangkan dirinya di lingkungan baru.
Samuel Gladding juga menjelaskan manfaat yang didapatkan dari adanya konseling dan psikoterapi kelompok bagi para anggotanya, yaitu adanya rasa tolong menolong. Hal tersebut terjadi karena adanya proses dinamika saling menghargai, menyembuhkan, mengubah, dan mempromosikan, serta mampu mengubah perkembangan diri anggota ke arah yang lebih baik.
Namun, menjadi hak masing-masing individu dalam memilih setting pada proses konseling dan psikoterapi psikologi. Semua bisa disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan permasalahan yang sedang dihadapi oleh setiap individu.
Referensi:
Alwisol. (2011). Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Pres.
Indonesia, H. P. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.
Sakinah, A. (2018). Konseling Kelompok Emotional Intellegence Pada Tipe Kepribadian Introvert. Al-Tazkiah: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 7(1), 1-24.
Ratih Wahyu, S., Noviekayati, I. G. A. A., & Saragih, S. (2018). Konseling Kelompok untuk Menurunkan Depresi Pada Remaja Introvert Korban Kekerasan Seksual. Jurnal Psikologi Indonesia, 7(1).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H